Sejarah Kalender
- Get link
- X
- Other Apps
Seratan Kang Syam Putra Sunda
LEBIH
kurang 500 tahun, sistem penanggalan Sunda tak lagi akrab dengan
masyarakatnya. Padahal, praktik “hitung-menghitung hari baik” hingga
kini tetap dilakukan orang-orang Sunda yang “pandai”. Malah, orang Sunda
sendiri –meski tak semuanya– merasa belum afdal jika hajat mereka
(seperti pernikahan, membangun rumah, dan sebagainya) tak “dihitung”
terlebih dahulu.
Ternyata, proses “hitung-menghitung” itu bukan
berdasarkan sistem penanggalan penanggalan Jawa hasil pengaruh dari
sistem penanggalan India.
Selasa (18/1/2005) malam, Yayasan Candra
Sangkala menerbitkan kalender Sunda untuk pertama kalinya. Kegiatan di
Kota Bandung,itu ternyata bertepatan dengan tahun baru Sunda. Tanggal 18
Januari 2005 bertepatan dengan tanggal 01 Suklapaksa (parocaang) bulan
Kartika tahun 1941 Caka Sunda.
Penelitian kalender Sunda itu sebagai
hasil kerja keras seorang putra Bandung, Ali Sastramidjaja (70). Pria
yang sempat belajar teknik di Negeri Belanda itu, selama 9 tahun
meneliti sistem penanggalan Sunda. pria kelahiran 27 Oktober 1935
Perubahan tahun yang menandai peristiwa sejarah yang terkait dengan
manusia Sunda. bahwa tahun-tahun peristiwa sejarah Sunda telah
dipersepsi secara salah.(Penyusun naskah Sunda Kalangider terdiri dari
sembilan jilid dan memuat lima penanggalan Caka, Masehi, Caka Sunda, dan
Caka Jawa)
Sebagai Contoh
Tahun-tahun yang termuat dalam
prasasti maupun artefak itu selalu dipersepsi sebagai tahun Saka India
karena merunut pada pengaruh Hindu. Sehingga kalau dialihkan menjadi
tahun Masehi tinggal ditambah 78 tahun saja (1 Saka:78 Masehi)
Dan
juga tak lepas dari pengaruh budaya Mataram Jawa yang juga memasukkan
sistem penanggalannya. “Sistem penanggalan Jawa Mataram itu disebut kala
pranata mangsa (Kalender Mataram Jawa mencampurkan sistem Caka Sunda,
Saka Sunda, dan Hijriah). Sistem ini pada masa Sultan Agung Mataram
pada 1633 Masehi dan sistem ini tidak diawali dengan tahun ke-1 tapi
langsung 1555. Kalau dihitung lagi, usianya tidak lebih dari 400 tahun.
Dasar Penelitian
Pembuatan kalender ini diawali sering terjadinya perbedaan awal puasa
dan hari raya. dan penemuan Prasasti yang benar-benar menggunakan sistem
penanggalan Sunda. yaitu prasasti Citatah di Cibadak Sukabumi atau
terkenal dengan Sanghyang Tapak dari abad ke-11 Masehi. Kedua catatan
-catatan dari abad ke-20 Masehi di Sukabumi.
Penelitian dimulai
sekira tahun 1983. dan pada tahun 1991, hasil penelitian itu dipatenkan.
bahwa kalender Sunda dengan dual-system tanpa koreksi.
Contoh Penelitian:
Tanggal berdirinya Kota Bogor. Berdasarkan perkataan Prabu Terusbawa,
Bogor berdiri pada Radite Pon, 09 Suklapaksa, bulan Yista (08), taun 591
Caka Sunda (= 31 Oktober 695 Masehi Julian) sedangkan tanggal 3 Juni
merupakan Hari Jadi Bogor ke-519. Menurut Saleh Danasasmita, berdirinya
Kerajaan Padjadjaran pada 12 Suklapaksa, bulan Sitra (6), taun 1404 Caka
Sunda (= 13 Maret – 11 April 1428 M Julian). Padahal, berdasarkan
perhitungannya, tanggal itu bertepatan dengan 14 Juni 1484 Masehi
Julian.
Sebelum Islam masuk ke nusantara digunakan sistem penanggalan Sunda (bukan Jawa atau India)
Catatan sejarah Indonesia yang memakai angka tahun pastilah menggunakan
Caka Sunda. karena waktu itu sistem penanggalan Sunda merupakan
satu-satunya sistem yang digunakan dalam mencatatkan peristiwa sejarah
tetapi oleh ahli sejarah ,sistem penanggalan Sunda dianggap sama dengan
sistem penanggalan India sehingga untuk mengetahui tahun Masehi, mereka
menambahkan 78 tahun. Padahal, sistem penanggalan Sunda merupakan Dual
system (Kala Candra dan Surya) sedangkan Penanggalan Jawa dan India
berdasarka Kala Surya. Buktinya, sistem ini (Dual system) mengenal
istilah Suklapaksa (paro caang bulan) dan Kresnapaksa (paro poek bulan).
Sistem penanggalan Sunda mengenal dua macam tahun, yakni Tahun Surya
dan Tahun Candra. Masing-masing tahun juga mengenal tahun pendek (Surya
365 hari; Candra 354 hari) dan tahun panjang (Surya 366 hari; Candra 355
hari). Kala Surya Saka Sunda (Tahun Surya) mengenal aturan, “tiga tahun
pendek, keempatnya tahun panjang. Akan tetapi, setiap tahun yang habis
dibagi 128, dijadikan tahun pendek. Akhir tahun Surya adalah ketika
matahari berada di titik paling selatan”.
Kala Candra Caka Sunda
(Tahun Candra) punya aturan bahwa “dalam sewindu (8 tahun), tahun ke-2,
ke-5, dan ke-8 adalah tahun panjang, sisanya tahun pendek. Setiap tahun
ke-120 dijadikan tahun pendek. Setiap tahun yang habis dibagi 2.400
dijadikan tahun panjang”. Kala Candra (yang dipakai dalam sistem
penanggalan Sunda) memiliki keistimewaan tersendiri, yakni “ciples”.
Artinya, jika awal windu (biasa disebut indung poe) Senen Manis, maka
akhirnya adalah Ahad Kaliwon. Keistimewaan lainnya, indung poe baru
berganti setelah 120 tahun, mulai dari Senen Manis, Ahad Kaliwon, Saptu
Wage, Jumaah Pon, Kemis Pahing, Rebo Manis, Salasa Kaliwon, hingga
terakhir Rebo Pahing. Jika dihitung, “kejadian” itu berlangsung dalam
waktu 84.000 tahun. Artinya, pada tahun ke-84.001, indung poe kembali
kepada Senen Manis. Dalam perjalanan 84.000 tahun itu, sistem
penanggalan Sunda juga mengenal “Dewa Taun”, yakni hari pertama dan
terakhir setiap kurun waktu 2.400 tahun.
Ketepatan Kala Candra Caka
Sunda dapat diuji secara ilmiah. Dalam sewindu (8 tahun), sistem
penanggalan Sunda mengenal 5 tahun pendek dan 3 tahun panjang. Dengan
demikian, hitungannya menjadi (5 x 354) + (3 x 355) sama dengan 2.835
hari per windu. Selanjutnya 120 tahun sama dengan 15 windu. Dengan
demikian, [(2..835 x 15)-1] sama dengan 42524 hari per 120 tahun.
Perolehan angka tersebut dibandingkan dengan perhitungan secara ilmiah.
Berdasarkan ilmu astronomi, perhitungan jumlah hari dalam 120 tahun
adalah 12 x 29,53059 x 120 sama dengan 4.2524,0496. Artinya, terdapat
selisih 0,0496 hari dalam 120 tahun atau 0,0004133 hari per tahun.
Jika dikalikan 2.420, angka selisih tersebut sama dengan 1. Itu berarti,
dalam kurun waktu 2.420 tahun, terjadi selisih 1 hari. Untuk
mempertahankan aturan yang baku, tidak menambah 1 hari setiap 2.420
tahun, tetapi 2.400. dengan dasar bahwa : Pada 2400 tahun pertama,
0,0004133 x 2.400 sama dengan 0,99192 hari per 2.400 tahun. Lantaran
dibulatkan menjadi 1 hari, maka terdapat kelebihan 0,00808 hari per
2.400 tahun. Selanjutnya, pada 2.400 tahun kedua, (0,0004133 x 2.400) +
0,00808 sama dengan 1 hari per 2.400 tahun (kedua). Kesimpulannya,
setiap 2.400 kedua, angka selisih itu menjadi “ciples” 1. Soalnya, dalam
aturannya, sistem penanggalan Sunda menetapkan setiap tahun ke-2.400
sebagai tahun panjang. Artinya, selisih 1 hari antara perhitungan Sunda
dan Astronomi tak lagi terjadi (lunas). Untuk 2.400 tahun seterusnya,
sistem penghitungan kembali ke awal.
Dampak Penanggalan Sunda
Buku-buku sejarah kita perlu diperbaiki. Soalnya, itu tadi, sudah
terjadi kesalahan memindahkan tahun dari Caka Sunda menjadi Masehi.
Kalau tidak diperbaiki, artinya kita tetap bertahan pada keadaan yang
sebenarnya salah.
Demikian juga bagi sebagian masyarakat kita yang
suka “menghitung” menggunakan primbon. Jika tertera di sana “menggunakan
Kala Sunda”, itu berarti yang digunakan Kala Mataram. Kalau
“menggunakan Kala Jawa”, itu berarti yang digunakan adalah Kala Mataram
yang sudah diubah.
keterangan:
catatan ini di copy persis dari tulisan di blog "bombo-unyil" : http:// bombounyil.wordpress.com/ kumpulan-sistem-penanggalan-kal ender/sejarah-kalender-sunda/
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.