ISTILAH SUNDA (Dok.Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Oleh Raden Wiraatmadja
Penggunaan istilah Sunda saat ini sulit dibedakan dengan istilah Jawa
Barat, sering dicampur adukan, padahal secara histori memiliki sejarah
yang berbeda. Kedua istilah tersebut mengalami perubahan pengertian dan
penafsiran, sehingga sering terjadi kekeliruan dan keragu-raguan dalam
penggunaannya, terutama ketika istilah Sunda hanya dikonotasikan
politis, dianggap sukuisme, sehingga terpaksa istilah Sunda dalam
perkumbuhan sosial dan budaya harus diganti dengan sebutan Jawa Barat.
Istilah Sunda dalam catatan masa lalu diterapkan untuk menyebutkan
suatu kawasan (Sunda besar dan Sunda kecil), sedangkan di dalam prasasti
dan naskah sejarah digunakan untuk menyebutkan batas budaya dan
kerajaan di pulau Jawa bagian barat (Jawa Kulwon), bukan hanya terbatas
didalam yuridiksi penerintahan Jawa Barat saat ini, didalam Catatan
Bujangga Manik disebut “Tungtung Sunda”.
Dataran- Kepulauan Sunda
Bagi masyarakat yang mengenyam pendidikan pada medio 1960 an, istilah
Sunda masih ditemukan didalam mata ajar Ilmu Bumi, suatu istilah yang
menunjukan gugusan kepulauan yang disebut Sunda Besar dan Sunda Kecil.
Sunda Besar adalah himpunan pulau yang berukuran besar, terdiri atas
pulau Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil
adalah daerah yang terletak disebelah timur Pulau Jawa, sejak dari Bali
disebelah barat hingga Pulau Timor di sebelah timur meliputi pulau-pulau
Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba, Roti dan lain-lain (Ekadjati – 1995).
Menurut R.W. van Bemmelen (1949), Sunda adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India Timur,
sedangkan dataran bagian tenggara dinamai sahul. Dataran Sunda
dikelilingi oleh sistim Gunung Sunda yang melingkar (circum Sunda
Mountain System) yang panjangnya sekitar 7.000 km.
Pendapat
diatas tentunya mendekati paradigma masyarakat dunia maya saat ini yang
sedang mencari jejak Benua Antlantis, seperti Stephen Oppenheimer,
seorang Profesor dari Universitas Oxford dan Arysio Santios, Profesor
dari Brazil. Konon berdasarkan penemuan para ahli Amerika dan Jepang,
yang mengacu pada ciri ciri kehidupan dan genetika manusianya, benua
tersebut berada diwilayah yang saat ini disebut dataran Sunda.
Persoalannya sekarang, mampukah kita menemukan jawaban atas pencarian
tersebut, atau hanya ‘bakutet’ seperti “monyet ngagugulung kalapa ?”.
Jika dikelak kemudian hari pertanyaan tersebut terjawabkan, tentunya
akan mampu merubah peta kesejarahan dunia.
Didalam pelajaran
Ilmu Bumi, dataran Sunda terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian
utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang
lautan Pasifik bagian barat serta bagian selatan yang terbentang dari
timur ke barat muali Maluku bagian selatan hingga lembah Brahmaputra di
Assam (India). Dengan demikian bagian selatan dataran Sunda dibentuk
oleh kawasan mulai Pulau Banda di timur terus kearah barat melalui
pulau-pula di Kepulauan Sunda Kecil (The Lesser Sunda Islands), Jawa,
Sumatera, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai ke Arakan Yoma di Birma.
Didalam Prasasti dan Naskah Kuna
Di bidang sejarah menurut Ekadjati (hal.2) : istilah Sunda yang
menunjukan pengertian wilayah di bagian barat Pulau Jawa dengan segala
akitivitas kehidupan manusia didalamnya, muncul untuk pertama kalinya
pada abad ke-9 Masehi. Istilah tersebut tercatat dalam prasasti yang
ditemukan di Kebon Kopi, Bogor beraksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu
Kuna. Bahwa terjadi peristiwa untuk mengembalikan kekuasaan prahajian
Sunda pada tahun 854 Masehi. Pada waktu itu sudah diketahui adanya suatu
wilayah yang memiliki penguasa yang diberi nama Prahajian Sunda. Ada
juga yang menyebutkan istilah ini telah dimuat dalam Prasasti
Kabantenan. Prasasti tersebut menjelaskan tentang suatu daerah yang
disebut Sundasembawa.
Data lain yang menyebutkan tentang
istilah Sunda ditemukan pula, dengan penjelasan: “pemerintahan
Suryawarman meninggalkan sebuah prasasti batu yang ditemjukan di kampung
Pasir Muara (Cibungbulang) di tepi sawah kira-kira 1 kilometer dari
prasasti telapak gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti ini berisi
inskripsi sebanyak 4 baris. Bacaannya (menurut Bosch) ;
ini sabdakalanda juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsandeca
barpulihkan haji su – nda. (Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pangambat
dalam [tahun Saka] 458 [bahwa] pemerintahan daerah dipulihkan kepada
raja Sunda”. (RPMSJB, Buku kedua, hal 24).
Suryawarman di dalam
sejarah tatar Pasundan tercatat sebagai raja Tarumanagara ketujuh yang
memerintah pada tahun 457 sampai dengan tahun 483 Saka bertepatan dengan
tahun 536 sampai dengan tahun 561 masehi, sedangkan tahun 458 Saka
bertepatan dengan 536 masehi atau abad ke enam masehi.
Sampai
saat ini tidak kurang dari 20 buah jumlah prasasti yang ditemukan di
wilayah Jawa Barat sekarang. Menurut waktunya dapat dikelompokan menjadi
(1) prasasti Tarumanagara (2) Sunda (3) Rumantak (4) Kawali (5) Pakuan
Pajajaran. Sedangkan nama-nama raja yang terulis dalam prasasti
tersebut, adalah (1) Rajadiraja Guru (2) Purnawarman (3) Haji (raja)
Sunda (4) Sri Jayabupati (5) Batari Hyang (6) Prabu Raja Wastu – Niskala
Wastu Kencana (7) Ningrat Kencana (Dewa Niskala) dan (8) Prabu Guru
Dewataprana (Sri Baduga Maharaja).
Kisah yang dimaksudkan
Ekadjati tersebut sama dengan yang dimaksud Pleyte (1914), kisah
berdirinya kerajaan Sunda terdapat dalam naskah Kuna dan berbahasa Sunda
Kuna. Pendiri dari kerajaan Sunda adalah Terusbawa. Sedangkan
eksistensinya ditemukan dalam naskah Nagarakretabhumi (sumber sekunder),
yang menjelaskan Terusbawa memerintah pada tahun 591 sampai dengan 645
Saka, bertepatan dengan tahun 669/670 sampai dengan 723/724 Masehi.
Sedangkan di dalam Pustaka Jawadwipa I sarga 3 mengisahkan, bahwa :
“Telas karuhun wus hana ngaran deca Sunda tathapi ri sawaka ning
rajya Taruma. Tekwan ring usana kangken ngaran kitha Sundapura. Iti
ngaran purwaprastawa saking Bharatanagari”.(Sesungguhnya dahulu telah
ada nama daerah Sunda tetapi menjadi bawahan kerajaan Taruma. Pada masa
lalu diberi nama (kota) Sundapura. Nama ini berasal dari negeri India)
[Ibid].
Generasi muda sekarang lebih memahami batas sunda
bagian timur adalah Cirebon. Penafsiran demikian tidak dapat disalahkan,
mengingat pada masa Belanda yuridiksi Propinsi Jawa Barat dibatasi
hanya smapai Cirebon. Ekadjati dalam tulisannya tentang Sajarah Sunda
mengemukakan, bahwa :
... Tanah Sunda perenahna di beulah
kulon hiji pulo anu ayeuna jenenganana Pulo Jawa. Ku kituna eta
wewengkon disebut oge Jawa Kulon. Ceuk urang Walanda mah West Java.
Sacara formal istilah West Java digunakeun ti mimiti taun 1925, nalika
pamarentah kolonial ngadegkeun pamarentah daerah anu statusna otonom
sarta make ngaran Provincie West Java. Ti mimiti zaman Republik
Indonesia (1945) eta ngaran propinsi anu make basa Walanda teh diganti
ku basa Indonesia jadi Propinsi Jawa Barat’.
Wilayah
Tarumanagara pada masa Purnawarman membawahi 46 kerajaan daerah. Jika
dibentangkan dalam peta daerah tersebut meliputi jawa bagian barat
(Banten hingga Kali Serayu dan Kali Brebes Jawa Tengah). Paska pemisahan
Galuh secara praktis kerajaan Sunda terbagi dua, sebelah barat Sungai
Citarum dikuasai Sunda (Terusbawa) dan sebelah Sungai Citarum bagian
timur dikuasai Galuh (Wretikandayun). Penyatuan kembali Sunda dengan
Galuh dimasa lalu terjadi beberapa kali, seperti pada masa Sanjaya,
Manarah, Niskala Wastu Kancana dan Sri Baduga Maharaja.
Untuk
menyelusuri batas budaya, ada beberapa versi yang dapat diacu : Pertama,
berdasarkan Naskah Bujangga Manik, yang mencatatkan perjalanannya pada
abad ke-16, mengunjungi tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali,
naskah tersebut diakui sebagai naskah primer, saat ini disimpan di
Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627,
batas kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (kali
Brebes) dan sungai Ciserayu (Kali Serayu) Jawa Tengah. Dalam catatan
Bujangga Manik disebutkan dengan isitilah Tungtung Sunda, bahkan menurut
Wangsakerta, : wilayah kerajaan Sunda mencakup beberapa daerah Lampung.
Hal ini terjadi pasca pernikahan antara keluarga kerajaan Sunda dan
Lampung. Hanya saja Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda
oleh Selat Sunda. Disisi lainnya. Sunda memang tidak membentuk
kerajaannya sebagai kerajaan Maritim.
Kedua, menurut Tome Pires
(1513) dalam catatan perjalanannya, yang kemudian dibukukan dalam suatu
judul Summa Oriental,menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda : ada
juga yang menegaskan, kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa.
Sebagian orang lainnya berkata bahwa kerajaan Sunda mencakup sepertiga
pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Keliling pulau Sunda tiga
ratus legoa. Ujungnya adalah Cimanuk
Kerajaan Sunda
Di
dalam buku Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat (RPMSJB),
uraian tentang kerajaan sunda nampaknya dibatasi sejak Maharaja
Terusbawa sampai dengan Citraganda, atau sejak tahun 669 M sampai dengan
tahun 1311 M. Hal ini dapat dipahami mengingat pembahasan
kerajaan-kerajaan yang ada di tatar Sunda diuraikan tersendiri, seperti
Sunda, Galuh, Kawali dan Pajajaran.
Pembahasan kesejarahan ini
jauh lebih luas dibandingkan dengan paradigma masyarakat tradisional
yang selalu mengaitkan Sunda dengan simbol-simbol Pajajaran, atau
kerajaan Sunda terakhir. Jika budaya Sunda hanya dipahami hanya sebatas
Pajajaran, dengan satu-satunya raja yang terkenal, yakni Prabu
Silihwangi, maka masyarakat di tatar Sunda akan berpotensi untuk makin
kehilangan jejak kesejarahannya. Masalahnya adalah, mampukah masyarakat
Sunda merubah paradigmanya untuk melemparkan kemasa yang lebih jauh
kebelakang melebihi jejak Pajajaran dan Siliwanginya ?.
Sebutan
Sunda untuk nama kerajaan di Tatar Sunda yang mengambil dari garis
keturunan Terusbawa agak kurang tepat jika dikaitkan dengan kesejarahan
Sunda yang sebenarnya. Istilah Sunda sudah dikenal sebelum digunakan
oleh Terusbawa, bahkan prasasti Pasir Muara yang menunjukan tahun 458
Saka (536 M) telah menyebutkan adanya raja Sunda. Secara logika sangat
wajar jika ditafsirkan bahwa istilah Sunda sudah digunakan sebelum tahun
tersebut, karena prasasti dimaksud tentunya tidak dibuat langsung
bertepatan dengan istilah Sunda ditemukan. Dan prasasti tersebut tidak
menandakan dimulainya entitas Sunda, namun hanya menerangkan, bahwa
memang telah ada penguasa Sunda yang berkuasa pada waktu itu.
Istilah Tarumanagara dimungkinkan diterapkan untuk nama kerajaan Sunda
yang berada di tepi kali Citarum. Menurut beberapa versi, istilah Sunda
digunakan ketika Ibukota Tarumanagara dipindahkan ke wilayah Bogor. Jika
saja ada kaitannya antara Tarumanagara dengan Salakanagara, kemungkinan
besar istilah Sunda juga sudah digunakan untuk nama kerajaan daerah
atau jejak budaya manusia yang ada di dataran Sunda.
Instilah
Sunda (Sundapura) sebelumnya pernah digunakan oleh Purnawarman sebagai
pusat pemerintahan. Tarumanagara berakhir pasca wafatnya Linggawarman
(669 M). Terusbawa adalah menantu Linggawarman menikah dengan Dewi
Manasih, putrinya. Tarusbawa dinobatkan dengan nama Maharaja Tarusbawa
Darmawaskita Manunggalajaya Sundasembawa. Dari sinilah para penulis
sejarah Sunda pada umumnya mencatat dimulainya penggunaan nama kerajaan
Sunda. (***)
Sumber Bacaan :
Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah) - Jilid 1, Edi S. Ekadjati, Pustaka Jaya – Bandung, Cetakan Kedua – 2005.
Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Jilid 2 dan 3,
Tjetjep, SH dkk, Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Eden In The East (Surga di Timur), Stephen Oppenheimer, PT. Ufuk Publihishing House, Jakarta 2010
Atlantis The Lost Continent Finally Found, Aryo Santos, PT. Ufuk
Publihishing House, Jakarta 2010Penggunaan istilah Sunda saat ini sulit
dibedakan dengan istilah Jawa Barat, sering dicampur adukan, padahal
secara histori memiliki sejarah yang berbeda. Kedua istilah tersebut
mengalami perubahan pengertian dan penafsiran, sehingga sering terjadi
kekeliruan dan keragu-raguan dalam penggunaannya, terutama ketika
istilah Sunda hanya dikonotasikan politis, dianggap sukuisme, sehingga
terpaksa istilah Sunda dalam perkumbuhan sosial dan budaya harus diganti
dengan sebutan Jawa Barat.
Istilah Sunda dalam catatan masa
lalu diterapkan untuk menyebutkan suatu kawasan (Sunda besar dan Sunda
kecil), sedangkan di dalam prasasti dan naskah sejarah digunakan untuk
menyebutkan batas budaya dan kerajaan di pulau Jawa bagian barat (Jawa
Kulwon), bukan hanya terbatas didalam yuridiksi penerintahan Jawa Barat
saat ini, didalam Catatan Bujangga Manik disebut “Tungtung Sunda”.
Dataran- Kepulauan Sunda
Bagi masyarakat yang mengenyam pendidikan pada medio 1960 an, istilah
Sunda masih ditemukan didalam mata ajar Ilmu Bumi, suatu istilah yang
menunjukan gugusan kepulauan yang disebut Sunda Besar dan Sunda Kecil.
Sunda Besar adalah himpunan pulau yang berukuran besar, terdiri atas
pulau Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil
adalah daerah yang terletak disebelah timur Pulau Jawa, sejak dari Bali
disebelah barat hingga Pulau Timor di sebelah timur meliputi pulau-pulau
Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba, Roti dan lain-lain (Ekadjati – 1995).
Menurut R.W. van Bemmelen (1949), Sunda adalah sebuah istilah yang
digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India Timur,
sedangkan dataran bagian tenggara dinamai sahul. Dataran Sunda
dikelilingi oleh sistim Gunung Sunda yang melingkar (circum Sunda
Mountain System) yang panjangnya sekitar 7.000 km.
Pendapat
diatas tentunya mendekati paradigma masyarakat dunia maya saat ini yang
sedang mencari jejak Benua Antlantis, seperti Stephen Oppenheimer,
seorang Profesor dari Universitas Oxford dan Arysio Santios, Profesor
dari Brazil. Konon berdasarkan penemuan para ahli Amerika dan Jepang,
yang mengacu pada ciri ciri kehidupan dan genetika manusianya, benua
tersebut berada diwilayah yang saat ini disebut dataran Sunda.
Persoalannya sekarang, mampukah kita menemukan jawaban atas pencarian
tersebut, atau hanya ‘bakutet’ seperti “monyet ngagugulung kalapa ?”.
Jika dikelak kemudian hari pertanyaan tersebut terjawabkan, tentunya
akan mampu merubah peta kesejarahan dunia.
Didalam pelajaran
Ilmu Bumi, dataran Sunda terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian
utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang
lautan Pasifik bagian barat serta bagian selatan yang terbentang dari
timur ke barat muali Maluku bagian selatan hingga lembah Brahmaputra di
Assam (India). Dengan demikian bagian selatan dataran Sunda dibentuk
oleh kawasan mulai Pulau Banda di timur terus kearah barat melalui
pulau-pula di Kepulauan Sunda Kecil (The Lesser Sunda Islands), Jawa,
Sumatera, Kepulauan Andaman, dan Nikobar sampai ke Arakan Yoma di Birma.
Didalam Prasasti dan Naskah Kuna
Di bidang sejarah menurut Ekadjati (hal.2) : istilah Sunda yang
menunjukan pengertian wilayah di bagian barat Pulau Jawa dengan segala
akitivitas kehidupan manusia didalamnya, muncul untuk pertama kalinya
pada abad ke-9 Masehi. Istilah tersebut tercatat dalam prasasti yang
ditemukan di Kebon Kopi, Bogor beraksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu
Kuna. Bahwa terjadi peristiwa untuk mengembalikan kekuasaan prahajian
Sunda pada tahun 854 Masehi. Pada waktu itu sudah diketahui adanya suatu
wilayah yang memiliki penguasa yang diberi nama Prahajian Sunda. Ada
juga yang menyebutkan istilah ini telah dimuat dalam Prasasti
Kabantenan. Prasasti tersebut menjelaskan tentang suatu daerah yang
disebut Sundasembawa.
Data lain yang menyebutkan tentang
istilah Sunda ditemukan pula, dengan penjelasan: “pemerintahan
Suryawarman meninggalkan sebuah prasasti batu yang ditemjukan di kampung
Pasir Muara (Cibungbulang) di tepi sawah kira-kira 1 kilometer dari
prasasti telapak gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti ini berisi
inskripsi sebanyak 4 baris. Bacaannya (menurut Bosch) ;
ini sabdakalanda juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsandeca
barpulihkan haji su – nda. (Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pangambat
dalam [tahun Saka] 458 [bahwa] pemerintahan daerah dipulihkan kepada
raja Sunda”. (RPMSJB, Buku kedua, hal 24).
Suryawarman di dalam
sejarah tatar Pasundan tercatat sebagai raja Tarumanagara ketujuh yang
memerintah pada tahun 457 sampai dengan tahun 483 Saka bertepatan dengan
tahun 536 sampai dengan tahun 561 masehi, sedangkan tahun 458 Saka
bertepatan dengan 536 masehi atau abad ke enam masehi.
Sampai
saat ini tidak kurang dari 20 buah jumlah prasasti yang ditemukan di
wilayah Jawa Barat sekarang. Menurut waktunya dapat dikelompokan menjadi
(1) prasasti Tarumanagara (2) Sunda (3) Rumantak (4) Kawali (5) Pakuan
Pajajaran. Sedangkan nama-nama raja yang terulis dalam prasasti
tersebut, adalah (1) Rajadiraja Guru (2) Purnawarman (3) Haji (raja)
Sunda (4) Sri Jayabupati (5) Batari Hyang (6) Prabu Raja Wastu – Niskala
Wastu Kencana (7) Ningrat Kencana (Dewa Niskala) dan (8) Prabu Guru
Dewataprana (Sri Baduga Maharaja).
Kisah yang dimaksudkan
Ekadjati tersebut sama dengan yang dimaksud Pleyte (1914), kisah
berdirinya kerajaan Sunda terdapat dalam naskah Kuna dan berbahasa Sunda
Kuna. Pendiri dari kerajaan Sunda adalah Terusbawa. Sedangkan
eksistensinya ditemukan dalam naskah Nagarakretabhumi (sumber sekunder),
yang menjelaskan Terusbawa memerintah pada tahun 591 sampai dengan 645
Saka, bertepatan dengan tahun 669/670 sampai dengan 723/724 Masehi.
Sedangkan di dalam Pustaka Jawadwipa I sarga 3 mengisahkan, bahwa :
“Telas karuhun wus hana ngaran deca Sunda tathapi ri sawaka ning
rajya Taruma. Tekwan ring usana kangken ngaran kitha Sundapura. Iti
ngaran purwaprastawa saking Bharatanagari”.(Sesungguhnya dahulu telah
ada nama daerah Sunda tetapi menjadi bawahan kerajaan Taruma. Pada masa
lalu diberi nama (kota) Sundapura. Nama ini berasal dari negeri India)
[Ibid].
Generasi muda sekarang lebih memahami batas sunda
bagian timur adalah Cirebon. Penafsiran demikian tidak dapat disalahkan,
mengingat pada masa Belanda yuridiksi Propinsi Jawa Barat dibatasi
hanya smapai Cirebon. Ekadjati dalam tulisannya tentang Sajarah Sunda
mengemukakan, bahwa :
... Tanah Sunda perenahna di beulah
kulon hiji pulo anu ayeuna jenenganana Pulo Jawa. Ku kituna eta
wewengkon disebut oge Jawa Kulon. Ceuk urang Walanda mah West Java.
Sacara formal istilah West Java digunakeun ti mimiti taun 1925, nalika
pamarentah kolonial ngadegkeun pamarentah daerah anu statusna otonom
sarta make ngaran Provincie West Java. Ti mimiti zaman Republik
Indonesia (1945) eta ngaran propinsi anu make basa Walanda teh diganti
ku basa Indonesia jadi Propinsi Jawa Barat’.
Wilayah
Tarumanagara pada masa Purnawarman membawahi 46 kerajaan daerah. Jika
dibentangkan dalam peta daerah tersebut meliputi jawa bagian barat
(Banten hingga Kali Serayu dan Kali Brebes Jawa Tengah). Paska pemisahan
Galuh secara praktis kerajaan Sunda terbagi dua, sebelah barat Sungai
Citarum dikuasai Sunda (Terusbawa) dan sebelah Sungai Citarum bagian
timur dikuasai Galuh (Wretikandayun). Penyatuan kembali Sunda dengan
Galuh dimasa lalu terjadi beberapa kali, seperti pada masa Sanjaya,
Manarah, Niskala Wastu Kancana dan Sri Baduga Maharaja.
Untuk
menyelusuri batas budaya, ada beberapa versi yang dapat diacu : Pertama,
berdasarkan Naskah Bujangga Manik, yang mencatatkan perjalanannya pada
abad ke-16, mengunjungi tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali,
naskah tersebut diakui sebagai naskah primer, saat ini disimpan di
Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627,
batas kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (kali
Brebes) dan sungai Ciserayu (Kali Serayu) Jawa Tengah. Dalam catatan
Bujangga Manik disebutkan dengan isitilah Tungtung Sunda, bahkan menurut
Wangsakerta, : wilayah kerajaan Sunda mencakup beberapa daerah Lampung.
Hal ini terjadi pasca pernikahan antara keluarga kerajaan Sunda dan
Lampung. Hanya saja Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda
oleh Selat Sunda. Disisi lainnya. Sunda memang tidak membentuk
kerajaannya sebagai kerajaan Maritim.
Kedua, menurut Tome Pires
(1513) dalam catatan perjalanannya, yang kemudian dibukukan dalam suatu
judul Summa Oriental,menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda : ada
juga yang menegaskan, kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa.
Sebagian orang lainnya berkata bahwa kerajaan Sunda mencakup sepertiga
pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Keliling pulau Sunda tiga
ratus legoa. Ujungnya adalah Cimanuk
Kerajaan Sunda
Di
dalam buku Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat (RPMSJB),
uraian tentang kerajaan sunda nampaknya dibatasi sejak Maharaja
Terusbawa sampai dengan Citraganda, atau sejak tahun 669 M sampai dengan
tahun 1311 M. Hal ini dapat dipahami mengingat pembahasan
kerajaan-kerajaan yang ada di tatar Sunda diuraikan tersendiri, seperti
Sunda, Galuh, Kawali dan Pajajaran.
Pembahasan kesejarahan ini
jauh lebih luas dibandingkan dengan paradigma masyarakat tradisional
yang selalu mengaitkan Sunda dengan simbol-simbol Pajajaran, atau
kerajaan Sunda terakhir. Jika budaya Sunda hanya dipahami hanya sebatas
Pajajaran, dengan satu-satunya raja yang terkenal, yakni Prabu
Silihwangi, maka masyarakat di tatar Sunda akan berpotensi untuk makin
kehilangan jejak kesejarahannya. Masalahnya adalah, mampukah masyarakat
Sunda merubah paradigmanya untuk melemparkan kemasa yang lebih jauh
kebelakang melebihi jejak Pajajaran dan Siliwanginya ?.
Sebutan
Sunda untuk nama kerajaan di Tatar Sunda yang mengambil dari garis
keturunan Terusbawa agak kurang tepat jika dikaitkan dengan kesejarahan
Sunda yang sebenarnya. Istilah Sunda sudah dikenal sebelum digunakan
oleh Terusbawa, bahkan prasasti Pasir Muara yang menunjukan tahun 458
Saka (536 M) telah menyebutkan adanya raja Sunda. Secara logika sangat
wajar jika ditafsirkan bahwa istilah Sunda sudah digunakan sebelum tahun
tersebut, karena prasasti dimaksud tentunya tidak dibuat langsung
bertepatan dengan istilah Sunda ditemukan. Dan prasasti tersebut tidak
menandakan dimulainya entitas Sunda, namun hanya menerangkan, bahwa
memang telah ada penguasa Sunda yang berkuasa pada waktu itu.
Istilah Tarumanagara dimungkinkan diterapkan untuk nama kerajaan Sunda
yang berada di tepi kali Citarum. Menurut beberapa versi, istilah Sunda
digunakan ketika Ibukota Tarumanagara dipindahkan ke wilayah Bogor. Jika
saja ada kaitannya antara Tarumanagara dengan Salakanagara, kemungkinan
besar istilah Sunda juga sudah digunakan untuk nama kerajaan daerah
atau jejak budaya manusia yang ada di dataran Sunda.
Instilah
Sunda (Sundapura) sebelumnya pernah digunakan oleh Purnawarman sebagai
pusat pemerintahan. Tarumanagara berakhir pasca wafatnya Linggawarman
(669 M). Terusbawa adalah menantu Linggawarman menikah dengan Dewi
Manasih, putrinya. Tarusbawa dinobatkan dengan nama Maharaja Tarusbawa
Darmawaskita Manunggalajaya Sundasembawa. Dari sinilah para penulis
sejarah Sunda pada umumnya mencatat dimulainya penggunaan nama kerajaan
Sunda. (***)
Sumber Bacaan :
Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah) - Jilid 1, Edi S. Ekadjati, Pustaka Jaya – Bandung, Cetakan Kedua – 2005. http:// akibalangantrang.blogspot.com/ 2010/04/pengantar.html
Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Jilid 2 dan 3,
Tjetjep, SH dkk, Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Eden In The East (Surga di Timur), Stephen Oppenheimer, PT. Ufuk Publihishing House, Jakarta 2010
Atlantis The Lost Continent Finally Found, Aryo Santos, PT. Ufuk Publihishing House, Jakarta 2010
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.