Diajar Nabeuh Karinding
- Get link
- X
- Other Apps
Oleh KALAKALO in manah (Batujajarrepublik's Blog)
Awalnya karinding adalah alat yang digunakan oleh para karuhun untuk
mengusir hama di sawah—bunyinya yang low decible sangat merusak
konsentrasi hama. Karena ia mengeluarkan bunyi tertentu, maka disebutlah
ia sebagai alat musik. Bukan hanya digunakan untuk kepentingan
bersawah, para karuhun memainkan karinding ini dalam ritual atau upaca
adat. Maka tak heran jika sekarang pun karinding masih digunakan sebagai
pengiring pembacaan rajah. Bahkan, konon, karinding ini digunakan oleh
para kaum lelaki untuk merayu atau memikat hati wanita yang disukai.
Jika keterangan ini benar maka dapat kita duga bahwa karinding, pada
saat itu, adalah alat musik yang popular di kalangan anak muda hingga
para gadis pun akan memberi nilai lebih pada jejaka yang piawai
memainkannya. Mungkin keberadaannya saat ini seperti gitar, piano, dan
alat-alat musik modern-popular saat ini.
Beberapa sumber
menyatakan bahwa karinding telah ada bahkan sebelum adanya kecapi. Jika
kecapi telah berusia sekira lima ratus tahunan maka karinding
diperkirakan telah ada sejak enam abad yang lampau. Dan ternyata
karinding pun bukan hanya ada di Jawa Barat atau priangan saja,
melainkan dimiliki berbagai suku atau daerah di tanah air, bahkan
berbagai suku di bangsa lain pun memiliki alat musik ini–hanya berbeda
namanya saja. Di Bali bernama genggong, Jawa Tengah menamainya rinding,
karimbi di Kalimantan, dan beberapa tempat di “luar” menamainya dengan
zuesharp ( harpanya dewa Zues). Dan istilah musik modern biasa menyebut
karinding ini dengan sebutan harpa mulut (mouth harp). Dari sisi
produksi suara pun tak jauh berbeda, hanya cara memainkannya saja yang
sedikit berlainan; ada yang di trim (di getarkan dengan di sentir), di
tap ( dipukul), dan ada pula yang di tarik dengan menggunakan benang.
Sedangkan karinding yang di temui di tataran Sunda dimainkan dengan cara
di tap atau dipukul.
Material yang digunakan untuk membuat
karinding (di wilayah Jawa Barat), ada dua jenis: pelepah kawung dan
bambu. Jenis bahan dan jenis disain bentuk karinding ini menunjukan
perbedaan usia, tempat, dan sebagai perbedaan gender pemakai. Semisal
bahan bambu yang lebih menyerupai susuk sanggul, ini untuk perempuan,
karena konon ibu-ibu menyimpannya dengan di tancapkan disanggul. Sedang
yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek,
karena biasa disimpan di tempat mereka menyimpan tembakau. Tetapi juga
sebagai perbedaan tempat dimana dibuatnya, seperti di wilayah priangan
timur, karinding lebih banyak menggunakan bahan bambu karena bahan ini
menjadi bagian dari kehidupannya.[1]
Karinding umumnya
berukuran: panjang 10 cm dan lebar 2 cm. Namun ukuran ini tak berlaku
mutlak; tergantung selera dari pengguna dan pembuatnya—karena ukuran ini
sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bunyi yang diproduksi.
Karinding terbagi menjadi tiga ruas: ruas pertama menjadi tempat
mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas
tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat
karindingdiketuk dengan jari. Dan ruas ke tiga (paling kiri) berfungsi
sebagai pegangan.
Cara memainkan karinding cukup sederhana,
yaitu dengan menempelkan ruas tengah karinding di depan mulut yang agak
terbuka, lalu memukul atau menyentir ujung ruas paling kanan karinding
dengan satu jari hingga “jarum” karinding pun bergetar secara intens.
Dari getar atau vibra “jarum” itulah dihasilkan suara yang nanti
diresonansi oleh mulut. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari
rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara konvensional—menurut penuturan
Abah Olot–nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis,
yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.