KESULTANAN BANTEN (Dok.Salakanagara)

oleh : Taufik Suhendar MLanglangbuana 

Kesultanan Banten
 
Banten terdiri dari wilayah Serang, Cilegon, Pandeglang, Lebak dan Tangerang. Sebelum abad ke-16, Banten adalah kerajaan yang berbasis agama Hindu dan memiliki hubungan dengan Kerajaan Pajajaran.
Pada awal abad ke-16 yang berkuasa di Banten adalah Prabu Pucuk Unum dengan pusat pemerintahan Kadipaten di Banten Girang (Banten Hulu). Surasowan (Banten Lor) hanya berfungsi sebagai pelabuhan. Di antara pelabuhan-pelabuhan yang tersebar di wilayah Pajajaran, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten merupakan pelabuhan yang besar dan ramai dikunjungi pedagang-pedagang dalam dan luar negeri. Dari sanalah sebagian lada dan hasil bumi lainnya diekspor.

Menurut Babad Pajajaran, proses awal masuknya Islam di Banten ketika Prabu Jayadewata / Prabu Siliwangi, mengutus Prabu Kian Santang, putra beliau, ke Makkah. Di sana ia memperoleh berita tentang Islam. Kian Santang kemudian memeluk agama Islam dan kembali ke Pajajaran untuk mengislamkan masyarakat, termasuk di wilayah Banten Girang.

Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon dibantu pasukan Demak menduduki pelabuhan Banten, salah satu dari pelabuhan kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Cirebon dan Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan utama Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

Setelah berhasil merebut Banten Girang (Hindu) dari Pajajaran oleh Syarif Hidayatullah Islam lalu menyebar ke berbagai wilayah di Banten. Akhirnya, seiring dengan pengusaan Banten, Kerajaan Pajajaran runtuh, termasuk Kerajaan Banten Girang.

Pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke Surasowan, dekat pantai. Ini dilakukan pada 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan 8 Oktober 1526. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan pusat pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir Sumatra sebelah barat melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Situasi ini berkaitan pula dengan situasi dan kondisi politik di Asia Tenggara. Pada masa itu, Malaka telah jatuh di bawah kekuasaan Portugis sehingga pedagang-pedagang yang enggan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur perdagangannya ke Selat Sunda. Sejak saat itulah semakin ramai kapal-kapal dagang mengunjungi Banten. Kota Surasowan didirikan sebagai ibukota Kesultanan Banten atas petunjuk Syarif Hidayatullah kepada putranya, Maulana Hasanuddin.

Anak dari Sunan Gunung Jati,yaitu Maulana Hasanudin menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kesultanan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kesultanan Banten karena dibantu oleh para ulama.

Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

Silsilah Kesultanan Banten
• Syekh Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati
1. Ratu Ayu Pembayun.
2. Pangeran Pasarean
3. Pangeran Jaya Lelana
4. Maulana Hasanuddin
5. Pangeran Bratakelana
6. Ratu Wianon
7. Pangeran Turusmi

• Sultan Maulana Hasanudin (1552 - 1570)
1. Ratu Pembayu
2. Pangeran Maulana Yusuf
3. Pangeran Arya Japara
4. Pangeran Suniararas
5. Pangeran Pajajara
6. Pangeran Pringgalaya
7. Pangeran Sabrang LorPangeran
8. Ratu Keben
9. Ratu Terpenter
10. Ratu Biru
11. Ratu Ayu Arsanengah
12. Pangeran Pajajaran Wado
13. Tumenggung Wilatikta
14. Ratu Ayu Kamudarage
15. Pangeran Sabrang Wetan

Sultan Maulana Yusuf (1570 - 1580)
1. Pangeran Arya Upapati
2. Pangeran Arya Adikara
3. Pangeran Arya Mandalika
4. Pangeran Arya Ranamanggala
5. Pangeran Arya Seminingrat
6. Ratu Demang
7. Ratu Pecatanda
8. Ratu Rangga
9. Ratu Ayu Wiyos
10. Ratu Manis
11. Pangeran Manduraraja
12. Pangeran widara
13. Ratu Belimbing
14. Maulana Muhammad

• Sultan Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten (1585 - 1590)
1. Pangeran Abdul Kadir
• Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir (1605 - 1640)
1. Sultan 'Abdul Maali Ahmad Kenari(Putra Mahkota)
2. Ratu Dewi
3. Ratu Ayu
4. Pangeran Arya Banten
5. Ratu Mirah
6. Pangeran Sudamanggala
7. Pangeran Ranamanggala
8. Ratu Belimbing
9. Ratu Gedong
10. Pangeran Arya Maduraja
11. Pangeran Kidul
12. Ratu Dalem
13. Ratu Lor
14. Pangeran Seminingrat
15. Ratu Kidul
16. Pangeran Arya Wiratmaka
17. Pangeran Arya Danuwangsa
18. Pangeran Arya Prabangsa
19. Pangeran Arya Wirasuta
20. Ratu Gading
21. Ratu Pandan
22. Pangeran Wirasmara
23. Ratu Sandi
24. Pangeran Arya Jayaningrat
25. Ratu Citra
26. Pangeran Arya Adiwangsa
27. Pangeran Arya Sutakusuma
28. Pangeran Arya Jayasantika
29. Ratu Hafsah
30. Ratu Pojok
31. Ratu Pacar
32. Ratu Bangsal
33. Ratu Salamah
34. Ratu Ratmala
35. Ratu Hasanah
36. Ratu Husaerah
37. Ratu Kelumpuk
38. Ratu Jiput
39. Ratu Wuragil

• Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (1640 - 1650)
1. Abul Fath Abdul Fattah
2. Ratu Panenggak
3. Ratu Nengah
4. Pangeran Arya Elor
5. Ratu Wijil
6. Ratu Puspita
7. Pangeran Arya Ewaraja
8. Pangeran Arya Kidul
9. Ratu Tinumpuk
10. Ratu Inten
11. Pangeran Arya Dipanegara
12. Pangeran Arya Ardikusuma
13. Pangeran Arya Kulon
14. Pangeran Arya Wetan
15. Ratu Ayu Ingalengkadipura

• Sultan Ageng Tirtayasa / Abul Fath Abdul Fattah (1651-1680)
1. Sultan Haji
2. Pangeran Arya 'abdul 'Alim
3. Pangeran Arya Ingayudadipura
4. Pangeran Arya Purbaya
5. Pangeran Sugiri
6. Tubagus Rajasuta
7. Tubagus Rajaputra
8. Tubagus Husaen
9. Raden Mandaraka
10. Raden Saleh
11. Raden Rum
12. Raden Mesir
13. Raden Muhammad
14. Raden Muhsin
15. Tubagus Wetan
16. Tubagus Muhammad 'Athif
17. Tubagus Abdul
18. Ratu Raja Mirah
19. Ratu Ayu
20. Ratu Kidul
21. Ratu Marta
22. Ratu Adi
23. Ratu Ummu
24. Ratu Hadijah
25. Ratu Habibah
26. Ratu Fatimah
27. Ratu Asyiqoh
28. Ratu Nasibah
29. Tubagus Kulon

• Sultan Abdul Kahar / Sultan Haji (1683 - 1687)
1. Sultan Abdul Fadhl
2. Sultan Abul Mahasin
3. Pangeran Muhammad Thahir
4. Pangeran Fadhludin
5. Pangeran Ja'farrudin
6. Ratu Muhammad Alim
7. Ratu Rohimah
8. Ratu Hamimah
9. Pangeran Ksatrian
10.Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

• Sultan Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
• Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
• Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
• Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
• Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
• Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
• Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
• Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
• Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
• Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
• Aliyuddin II (1803-1808)
• Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
• Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
• Muhammad Rafiuddin (1813-1820)…cag
KESULTANAN BANTEN (Dok.Salakanagara)
oleh : TaufikSuhendar MLanglangbuana 
Kesultanan Banten
Banten terdiri dari wilayah Serang, Cilegon, Pandeglang, Lebak dan Tangerang. Sebelum abad ke-16, Banten adalah kerajaan yang berbasis agama Hindu dan memiliki hubungan dengan Kerajaan Pajajaran.
Pada awal abad ke-16 yang berkuasa di Banten adalah Prabu Pucuk Unum dengan pusat pemerintahan Kadipaten di Banten Girang (Banten Hulu). Surasowan (Banten Lor) hanya berfungsi sebagai pelabuhan. Di antara pelabuhan-pelabuhan yang tersebar di wilayah Pajajaran, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten merupakan pelabuhan yang besar dan ramai dikunjungi pedagang-pedagang dalam dan luar negeri. Dari sanalah sebagian lada dan hasil bumi lainnya diekspor.

Menurut Babad Pajajaran, proses awal masuknya Islam di Banten ketika Prabu Jayadewata / Prabu Siliwangi, mengutus Prabu Kian Santang, putra beliau, ke Makkah. Di sana ia memperoleh berita tentang Islam. Kian Santang kemudian memeluk agama Islam dan kembali ke Pajajaran untuk mengislamkan masyarakat, termasuk di wilayah Banten Girang.

Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon dibantu pasukan Demak menduduki pelabuhan Banten, salah satu dari pelabuhan kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Cirebon dan Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan utama Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

Setelah berhasil merebut Banten Girang (Hindu) dari Pajajaran oleh Syarif Hidayatullah Islam lalu menyebar ke berbagai wilayah di Banten. Akhirnya, seiring dengan pengusaan Banten, Kerajaan Pajajaran runtuh, termasuk Kerajaan Banten Girang.

Pusat pemerintahan yang semula berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke Surasowan, dekat pantai. Ini dilakukan pada 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan 8 Oktober 1526. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan pusat  pemerintahan ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir Sumatra sebelah barat melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Situasi ini berkaitan pula dengan situasi dan kondisi politik di Asia Tenggara. Pada masa itu, Malaka telah jatuh di bawah kekuasaan Portugis sehingga pedagang-pedagang yang enggan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur perdagangannya ke Selat Sunda. Sejak saat itulah semakin ramai kapal-kapal dagang mengunjungi Banten. Kota Surasowan didirikan sebagai ibukota Kesultanan Banten atas petunjuk Syarif Hidayatullah kepada putranya, Maulana Hasanuddin.

Anak dari Sunan Gunung Jati,yaitu Maulana Hasanudin menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kesultanan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kesultanan Banten karena dibantu oleh para ulama.

Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fath Abdul Fatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

 Silsilah Kesultanan Banten
• Syekh Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati
1. Ratu Ayu Pembayun.
2. Pangeran Pasarean
3. Pangeran Jaya Lelana
4. Maulana Hasanuddin
5. Pangeran Bratakelana
6. Ratu Wianon
7. Pangeran Turusmi
   
• Sultan Maulana Hasanudin (1552 - 1570) 
1. Ratu Pembayu
2. Pangeran Maulana Yusuf
3. Pangeran Arya Japara
4. Pangeran Suniararas
5. Pangeran Pajajara
6. Pangeran Pringgalaya
7. Pangeran Sabrang LorPangeran
8. Ratu Keben
9. Ratu Terpenter
10. Ratu Biru
11. Ratu Ayu Arsanengah
12. Pangeran Pajajaran Wado
13. Tumenggung Wilatikta
14. Ratu Ayu Kamudarage
15. Pangeran Sabrang Wetan
  
Sultan Maulana Yusuf (1570 - 1580)
1. Pangeran Arya Upapati
2. Pangeran Arya Adikara
3. Pangeran Arya Mandalika
4. Pangeran Arya Ranamanggala
5. Pangeran Arya Seminingrat
6. Ratu Demang
7. Ratu Pecatanda
8. Ratu Rangga
9. Ratu Ayu Wiyos
10. Ratu Manis
11. Pangeran Manduraraja
12. Pangeran widara
13. Ratu Belimbing
14. Maulana Muhammad
 
• Sultan Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten (1585 - 1590)
1. Pangeran Abdul Kadir
• Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir (1605 - 1640)
1. Sultan 'Abdul Maali Ahmad Kenari(Putra Mahkota)
2. Ratu Dewi
3. Ratu Ayu
4. Pangeran Arya Banten
5. Ratu Mirah
6. Pangeran Sudamanggala
7. Pangeran Ranamanggala
8. Ratu Belimbing
9. Ratu Gedong
10. Pangeran Arya Maduraja
11. Pangeran Kidul
12. Ratu Dalem
13. Ratu Lor
14. Pangeran Seminingrat
15. Ratu Kidul
16. Pangeran Arya Wiratmaka
17. Pangeran Arya Danuwangsa
18. Pangeran Arya Prabangsa
19. Pangeran Arya Wirasuta
20. Ratu Gading
21. Ratu Pandan
22. Pangeran Wirasmara
23. Ratu Sandi
24. Pangeran Arya Jayaningrat
25. Ratu Citra
26. Pangeran Arya Adiwangsa
27. Pangeran Arya Sutakusuma
28. Pangeran Arya Jayasantika
29. Ratu Hafsah
30. Ratu Pojok
31. Ratu Pacar
32. Ratu Bangsal
33. Ratu Salamah
34. Ratu Ratmala
35. Ratu Hasanah
36. Ratu Husaerah
37. Ratu Kelumpuk
38. Ratu Jiput
39. Ratu Wuragil
 
• Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (1640 - 1650)
1. Abul Fath Abdul Fattah
2. Ratu Panenggak
3. Ratu Nengah
4. Pangeran Arya Elor
5. Ratu Wijil
6. Ratu Puspita
7. Pangeran Arya Ewaraja
8. Pangeran Arya Kidul
9. Ratu Tinumpuk
10. Ratu Inten
11. Pangeran Arya Dipanegara
12. Pangeran Arya Ardikusuma
13. Pangeran Arya Kulon
14. Pangeran Arya Wetan
15. Ratu Ayu Ingalengkadipura
 
• Sultan Ageng Tirtayasa / Abul Fath Abdul Fattah (1651-1680)
1. Sultan Haji
2. Pangeran Arya 'abdul 'Alim
3. Pangeran Arya Ingayudadipura
4. Pangeran Arya Purbaya
5. Pangeran Sugiri
6. Tubagus Rajasuta
7. Tubagus Rajaputra
8. Tubagus Husaen
9. Raden Mandaraka
10. Raden Saleh
11. Raden Rum
12. Raden Mesir
13. Raden Muhammad
14. Raden Muhsin
15. Tubagus Wetan
16. Tubagus Muhammad 'Athif
17. Tubagus Abdul
18. Ratu Raja Mirah
19. Ratu Ayu
20. Ratu Kidul
21. Ratu Marta
22. Ratu Adi
23. Ratu Ummu
24. Ratu Hadijah
25. Ratu Habibah
26. Ratu Fatimah
27. Ratu Asyiqoh
28. Ratu Nasibah
29. Tubagus Kulon

 • Sultan Abdul Kahar / Sultan Haji (1683 - 1687)
1. Sultan Abdul Fadhl
2. Sultan Abul Mahasin
3. Pangeran Muhammad Thahir
4. Pangeran Fadhludin
5. Pangeran Ja'farrudin
6. Ratu Muhammad Alim
7. Ratu Rohimah
8. Ratu Hamimah
9. Pangeran Ksatrian
10.Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

• Sultan Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
• Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
• Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
• Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
• Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
• Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
• Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
• Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
• Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
• Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
• Aliyuddin II (1803-1808)
• Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
• Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
• Muhammad Rafiuddin (1813-1820)…cag

Comments

Popular posts from this blog

NGARAN PAPARABOTAN JEUNG PAKAKAS

Masrahkeun Calon Panganten Pameget ( Conto Pidato )

Sisindiran, Paparikan, Rarakitan Jeung Wawangsalan katut contona