TRITANGTU: KONSEP FALSAFAH SUNDA BUHUN
- Get link
- X
- Other Apps
Istilah Tri Tangtu ini membawa kita kepada pertanyaan ;
1. Kenapa Tri atau tiga ?
2. Apa yang disebut atau yang dimaksud dengan Tangtu ?
Namun sebelum menjawab 2 pertanyaan diatas, ada baiknya kita membahas
terlebih dahulu mengenai apa yang disebut BUDAYA, oleh karena Tri Tangtu
ini sangat erat melekat dengan Budaya Sunda.
Kita ketahui , bahwa
banyak sekali cerita dan pengertian mengenai apa yang disebut budaya,
namun tidak ada salahnya kalau saya mencoba menambahkan satu lagi
kriteria budaya ini, mudah-mudahan bisa diterima oleh semua.
Menurut
saya pengertian Budaya ini harus ditarik secara makro dan jangan
dipersempit,agar dapat mewadahi segala aspek dan dimensi.
Apabila
kita berandai-andai tatkala seorang individu mempertanyakan tentang
eksistensinya sendiri dalam pertanyaan ; Siapa aku ?, darimana aku ?,
dan hendak kemana aku ?, ini merupakan pencarian jati diri.
Proses
pencarian jati diri sangat dipengaruhi oleh alam dan lingkungan
hidupnya, sehingga dari apa yang dilihat dan dirasakannya akan sampai
pada kesimpulan bahwa semua ini ada yang menciptakannya yaitu TUHAN. Apa
dan Siapa Tuhan ini, itulah Konsep Ketuhanannya.
Dari konsep
ketuhanan ini akan melahirkan pengertian-pengertian filosofis dan
agama,saya tidak tahu mana yang lebih dulu antara falsafah atau agama.
Namun dari falsafah dan agama akan melahirkan disiplin-disiplin atau
sistem-sistem, sistem akan melahirkan berbagai subsistem dan seluruh
aspek, mulai dari pencarian jati diri sampai sub sistem , inilah yang
disebut Budaya atau adab yang dalam perjalanannya menghasilkan
peradaban.
Dalam kaitan 2 pertanyaan mengenai Tri Tangtu diatas ,kita ambil sebagai contoh Konsep Budaya diatas pada budaya Sunda.
Budaya Sunda tentulah sangat erat kaitannya dengan alam dan lingkungan hidupnya.
Dalam pencarian jati diri seorang manusia Sunda yang hidup dalam alam
yang Kaya ,Subur Makmur,Gemah Ripah Loh Jinawi, dimana Cai Cur-cor
,Pasir jeung Lebak hejo ngemploh, dimana beratus gunung tinggi yang
menyediakan Ribuan macam Tumbuh-tumbuhan dan Ribuan macam Satwa,
memberikan Kemudahan dan Kenikmatan hidup bagi manusia Sunda, maka
kenikmatan dan kemudahan ini akan dipandang sebagai Anugrah dari sesuatu
yang menghendaki dan menciptakannya oleh penuh rasa Kasih dan Suci dan
alam yang sempurna ini tentulah diciptakan oleh sesuatu yang sempurna
dan maha.
Maka kesimpulan sang pencipta inilah yang disebut Tuhan
atau Gusti, Gusti Anu Maha Asih,Anu Maha Suci,Anu Maha Agung dan
Asih-lah yang menjadi energi utama dari kehendak Tuhan itu.
Dalam
proses penciptaan yang penuh asih ini Tuhan lebih dulu menciptakan jagat
atau alam. Yang disebut alam ini adalah terdiri dari 5 unsur yakni
Udara atau angkasa, Bumi, Air, Tumbuhan dan Satwa.
Didalam rasa
rumasa dan tumarimanya akan anugrah nikmat hidup ini,sadar bahwa segala
sesuatu bukanlah miliknya, sekalipun dirinya sendiri adalah milik Tuhan,
semua adalah titipan Tuhan dan semua akan terpulang kepada-Nya, kepada
kehendak-Nya dan semua akan kembali kepada-Nya, ini yang disebut dengan
Wiwitan, yaitu konsep kembali ke asal.
Kesadaran diatas menumbuhkan
pengertian bahwa manusia wajib menjaga semua milik dan titipan Tuhan
ini, dengan kata lain manusia wajib mengasuh, baik dirinya
sendiri,sesamanya maupun lingkungan hidupnya.
Singkatnya pengertian-pengertian diatas menjadi..
- Gusti Anu Asih
– Alam anu Ngasah
– Manusa anu Ngasuh,ngasuh Kujur, Batur jeung Lembur.
Asih-Asah-Asuh ini kita kenal sebagai dasar dari kehendak Tuhan atau
hukum alam adalah hukum Tuhan,inti dari hukum alam adalah hukum pasti
atau Tangtu.
Pasti atau Tangtu ini terkandung didalam proses wiwitan
dan didalam hukum sebab akibat yang dalam istilah Sunda disebut hukum
Pepelakan.
Didalam pantun-pantun dan mantra-mantra Sunda kerap
kita dengar ada tiga unsur di alam kahiyangan atau alam gaib yaitu
Wenang, Kala, Wening.
Wenang: sesuatu yang hanya dimiliki Tuhan atau otoritas Tuhan ,sehingga semesta ini disebut alam pawenangan.
Kala : adalah proses dalam penciptaan yang berisi kehendak atau program
dari sang pencipta, perjalanan proses ini perlu waktu atau saat, oleh
karena itu kala sering disebut waktu.
Wening : adalah segala sesuatu
yang diciptakan dan ia adalah yang menerima dan diam dalam arti Tauhid
atau Tahu kepada kehendak pencipta.
Tiga unsur tadi dimanifestasikan
menjadi Tuhan Alam, dan Manusia yang merupakan 3 unsur utama semesta.
Mungkin dari pengertian-pengertian di atas yang menjadi lahirnya
ungkapan Tri Tangtu.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Tri Tangtu merupakan dasar dari akar falsafah Sunda, oleh karena
ternyata Tri Tangtu ini merefleksi dan direpresentasikan pada segala
sistem dan sub sistem didalam Budaya Sunda seperti pada sistem Negara,
sistem Sosial, sistem Hukum, sistem Seni dan lain sebagainya tidak
terlepas dari prinsip Tri Tangtu ini, dan ini merupakan tugas kita semua
untuk meneliti dan mengungkap keberadaan Hukum Tiga ini sebagai dasar
dari Budaya Sunda.
Kita ambil contoh bahwa 3 unsur tadi yaitu Wenang
Kala Wening beremanasi sehingga di simbolkan sebagai 3 warna cahaya
yaitu Putih, Kuning, dan Merah, Tiga warna ini kita dapati pada Tumpeng,
putih di dalamnya yaitu telur atau ikan teri putih, kuning pada nasi
atau badannya, serta merah yaitu pada cabai merah sebagai puncak manik.
Tri Tangtu juga di simbolkan didalam bentuk yaitu Segitiga. Segitiga
adalah dasar dari segala bentuk. Bentuk segitiga ini kita dapati pada
atap rumah tradisi Sunda serta ornamen puncaknya yang disebut Cagak
Gunting yang merupakan 2 segitiga yaitu segitiga tak berbatas dan
segitiga berbatas sebagai simbol alam gaib dan alam nyata tempat kita
hidup. Rumah itu sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu Tatapakan dan
kolong, bagian tengah serta atap. Disamping itu kita kenal ada Tri
Tangtu yang lain yaitu Tri Tangtu Salira, tiga titik pusat dari tiga
bagian tubuh yaitu Dada ,Perut dan Kepala disebut titik-titik DA, SA,
RA.
DA : titik pusat bagian dada yaitu pada jantung yang merupakan
representasi dari unsur Tuhan, Ini dijelaskan karena jantung adalah
pusat hidup atau pusat tempat masuknya energi yang menghidupkan yang
berasal dari Tuhan yang disebut Daha. Wilayah dada ini adalah wilayah
Asih dan wilayah Ketuhanan.
SA : titik pusat bagian perut yaitu pada
pusar atau udel, sebagai titik pusat proses perwujudan; bahwa kita
diwujudkan didalam perut ibu melalui tali ari-ari yang menyambungkan
Bali dan pusar kita. Wilayah Perut ini merupakan representasi dari unsur
Alam yang mengasah atau membentuk wujud diri.
RA : titik pusat
Otak, titik RA adalah suatu kelenjar yang merupakan pusat syaraf dan
pusat otak yang merupakan pula pusat pengendali Badan dan Kehidupan.
Wilayah RA ini mewakili unsur Manusia karena kepala inilah yang
membedakan manusia dengan mahluk lain ,dengan kata lain kepala adalah
wilayah kemanusiaan atau wilayah Asuh.
Titik RA ini dilambangkan
sebagai matahari ( atau Dewa Matahari ), Manik Maya atau Rajawali atau
Singha atau titik Jenar ( Merah ).
Titik RA yang merupakan pusat
segala syaraf yang terdapat pada sum-sum tulang belakang yang berjumlah
25 ruas ditambah 7 ruas tulang leher dilambangkan sebagai Naga ( naga
kuning atau emas ) atau Ular berkepala 7 (didalam cerita Hindu) , jadi
Naga-Ra adalah badan kita sendiri.
25+7+1 (RA)= 33. Mungkin inilah
yang disebut Nu satelu puluh telu oleh orang Kanekes (Baduy), dan
menurut cerita ,tinggi tiang utama istana Pajajaran adalah 33
depa.Hitungan 33 juga dipakai sebagai patokan pada Tarawangsa, yaitu
dari gong ke gong adalah 33 ketukan .RA sebagai pusat pengendali
kehidupan dimana wujud kehidupan ini merupakan Tri Tangtu yaitu Tri
Karma yang terdiri dari Bayu, Sabda, Hedap atau Pikir, Ucap dan Lampah (
perbuatan ). Tiga unsur tadi mempunyai Energi dan tiap manusia
mempunyai Frekwensinya masing-masing. Akumulasi dari 3 energi ini
disebut RAHA (Roh).Tri Karma atau Pikir , Ucap, Lampah ini juga
ditentukan oleh Galuh, Galeuh dan Galih atau menurut istilah sekarang
Naluri, Nurani dan Nalar ( SQ,EQ dan IQ).TRI TANGTU DI BUMI
Di dalam
kata pengantar terjemahan naskah amanat Galunggung menyatakan bahwa
amanat Galunggung Kropak 632 menjelaskan tentang kedudukan Tri Tangtu Di
Bumi yaitu, Rama-Resi-Ratu. Ketiga-tiganya mempunyai tugas yang
berbeda, akan tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan, tidak ada di antara
mereka yang berkedudukan lebih tinggi dari yang lainnya. Tugasnya setara
dan sama-sama mulia, ketiga pemimpin tersebut harus bersama-sama
menegakkan kebajikan dan kemuliaan melalui ucap dan perbuatan.
Dunia
kemakmuran tanggung jawab sang Rama, Dunia kesejahteraan hidup tanggung
jawab sang Resi, Dunia pemerintahan tanggung jawab sang Prabu/Ratu.
Jagat Palangka di sang Prabu, jagat Daranan di sang Rama, jagat Kreta
di sang Resi.
Rama : Representasi dari unsur Tuhan yang
dimanifestasikan dalam tugas Rama yaitu bidang Spritual, dimana seorang
rama ini adalah manusia yang sudah meninggalkan kepentingan yang
bersifat duniawi dan lahiriah, sehingga bisa menjaga rasa asih yang
tinggi dan bijaksana.
Resi : Representasi dari unsur alam yang
merupakan penyedia bagi kepentinagn kehidupan , maka para Resi
merupakan ahli-ahli atau guru-guru didalam bidang-bidang diantaranya
pendidikan,militer,pertanian,s eni,perdagangan,dan lain sebagainya. Misinya adalah Asah.
Ratu : Representasi unsur manusia yang bertugas untuk mengasuh seluruh
kegiatan dan kekayaan negara. Karena misinya adalah Asuh, maka didalam
tatanan Sunda para pemimpin ini disebut Pamong atau Pangereh dan bukan
Pemerintah.
Bila kita bandingkan dengan keadaan kenyataan masyarakat
Sunda masa kini, maka dengan sangat sedih kita harus mengakui bahwa
tatanan Tritangtu Di Bumi pada masa dekat Sunda kini telah punah,
kecuali pada masyarakat-masyarakat adat.
Hal ini disebabkan karena
Tatar Sunda yang sangat strategis , baik secara Geografi maupun secara
Geopolitik telah menjadi arena masuknya segala pengaruh asing yang
secara penuh diadopsi oleh masyarakat Sunda Modern, oleh karena itu
otomatis dan perlahan namun pasti Budaya Sunda tersingkir dan terbunuh
dari masyarakatnya sendiri dan tidakmungkin lagi menerapkan tataran asli
Sunda pada situasi yang demikian.
“Cukleuk Leuweung Cukleuk Lampih
Jauh Ka Sintung Kalapa, Lieuk deungeun Lieuk Lain Jauh Indung Ka
Bapa.”Itulah silokanya manusia Sunda sekarang yang jauh dari
asalnya,satu sama lain bagaikan orang asing yang berjalan tanpa tujuan
dan tanpa akhir.Apabila kita lihat kekacauan negara kita saat ini yang
disebabkan oleh kekacauan politik berdampak kepada ekonomi dan sosial
serta aspek-aspek lainnnya, mungkin patut kita pertanyakan apakah kita
tidak salah memilih ? ,kita memakai konsep-konsep yang berasal dari
Budaya Asing, yang mungkin tidak cocok dengan masyarakat kita sendiri.
Bila jawabannya YA, maka mereaktualisasi Tritangtu Di Bumi ini merupakan
konsep alternatif bagi tatanan masa depan Indonesia.
Kita tidak
usah takut untuk kembali kepada konsep-konsep leluhur kita , karena
Menurut prinsip Wiwitan yang berarti siklus, maka sesuatu yang berada
dibelakang kita suatu saat akan berada didepan kita.
Leluhur telah berpesan ;TEUDEUN DI HANDEULEUM SIEUM, TUNDA DI HANJUANG SIANG, TUNDA ALAEUN SAMPEUREUN JAGA.
Kita ambil contoh bahwa nabi Muhammad SAW mereformasi masyarakat Arab
yang Jahiliyah dengan kembali pada ajaran leluhurnya yaitu Ibrahim A.S.
sehingga menghasilkan masyarakat yang sejahtera yaitu masyarakat madani.
PIWEJANG KARUHUN SUNDA (SANGHIYANG SIKSA KANDANG KARESIAN)Naskah
Sanghyang Siksakandang Karesianberjumlah 30 lembar, ditulis pada tahun
1440 Saka (1518 M). Naskah ini disimpan di Museum Pusat dengan nomor
kode Kropak 630 (Mansukrip Sunda B) Sebagian isi dari naskah dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Dasakerta
Kesejahteraan hidup dapat dicapai bila kita mampu memelihara 10 bagian tubuh yaitu :
1.Telinga
2.Mata
3.Kulit
4.Lidah
5.Hidung
6.Mulut
7.Tangan
8.Kaki
9.Tumbung (Dubur)
10.Alat kelamin (Purusa)
Jika 10 bagian tubuh tersebut tidak dijaga dapat mendatangkan musibah
(dora bancana) tetapi bila digunakan dengan benar dapat membawa
kesejahteraan (dasa kereta). Dahulu para paraji (dukun bayi) selalu
membisikan wejangan pada telinga kiri bayi sesudah dimandikan “Ulah
sadengena mun lain dengekeunana” (janganlah mendengar apa apa yang tidak
pantas di dengar)
2. Dasa Prebakti
Ajaran ini menuntut ketataan
seseorang pada orang lain karena kedudukannya, seperti : anak taat pada
orangtua, istri taat pada suami, murid taat pada guru. Ini dimaksudkan
agar kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
3. Pancaaksara Guruning Janma
Dalam Siksakandang
dituturkan : “Pancaaksara ma byakta nu katongton kawreton, kacakeuh ku
indriya” (Pancaaksara adalah kenyataan yang terlihat dan teralami, serta
tertangkap oleh indera). Artinya : “Pengalaman harus dijadikan sebagai
pelajaran bagi manusia” dimana melalui pengalaman itu akan diperoleh
hakikat dari diri manusia dan lingkungannya.
4. Darma Mitutur
Wejangan ini berkaitan dengan keharusan untuk seorang untuk belajar
dari pengalaman dan dalam menuntut ilmu seseorang harus memiliki
penyikapan untuk tidak memandang waktu, guru dan yang harus digurui dan
harus bersikap teliti dan selektif. Darma Pitutur tersebut diuraikan
melalui suatu siloka sunda kuno sebagai berikut:
-Tadaga kang carita hangsa (Ingin tahu tentang telaga, tanyalah angsa)
-Gajendra carita banen (Ingin tahu tentang hutan, tanyalah gajah)
-Matsyanem carita sagarem (Ingin tahu tentang laut, tanyalah ikan)
-Puspanen carita bangbarem (Ingin tahu tentang bunga, tanyalah kumbang)
5. Ngawakan Tapa di Nagara
Setiap orang harus memiliki kemampuan dan keahlian, mulai dari seorang
penggembala hingga pembesar kerajaan. Pada Naskah ini, disebutkan :
“Sing sawatek guna, aya na satya diguna kahuluan; eta kehna turutaneun,
kena eta ngawakan tapa di nagara” (Segala keahlian yang dengan setia
dilakukan untuk negara, harus ditiru, karena itu berartu melakukan tapa
di negara).
Contoh dari pekerjaan dan keahlian yang bermanfaat bagi
negara antara lain adalah mentri, bayangkhara, pengalasan, pelukis,
pandai emas, pandai besi, penyadap, prajurit, pemanah, pemungut pajak,
penangkap ikan, penyelam dll.
6. Tritangtu Di Nu Reya
Merupakan
tiga sendi kemenangan dalam masyarakat yang meliputi sikap “teguh,
pageuh, tuhu” dalam kebenaran, Sikap ini mutlak dilakukan demi
tercapainya kesejahteraan hidup. Bila setiap orang jujur dan benar dalam
menjalankan tugasnya maka sejahtera di utara-selatan-barat-timur dan
dimanapun yang ada dibawah langit.
7. Hidup yang pantas dan bersahaja
Setiap orang dianjurkan untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya yaitu : “ Pakeun nu tiwas kala manghurip, emat-imeut rajeun
leukeun, peda predana” (agar tidak sengsara selama hidup, haruslah hemat
dan rajin, cukup pakaian).
Sikap hidup yang bersahaja dan tidak berlebihan ini diuraikan :
“Jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tampa
ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya
kita tidur sekadar penghilang kantuk, minum tuak sekadar penghilang
haus, makan sekadar penghilang lapar, jangan berlebihan. Ingatlah bila
suatu saat kita tidak memiliki apa apa).
8. Jangan gila pujian
Dinyatakan, “lamun aya nu muji urang, suita, maka geuning urang guminta
pulangkeun ka nu muji, pakeun urang nu kapentingan ku pamuji sakalih.
Lamun urang daek dipuji na kadyanggantang galah dawa minambungan tuna”
(Jika ada orang yang memuji kita, lalu sadarlah, kembalikan kepada
pemuji, janganlah sekali kali mengharapkan pujian orang lain. Bila kita
senang dipuji, sama halnya dengan galah panjang diberi sambungan sampai
tidak dapat digunakan karna terlalu panjang).
9. Panca
ParisudaPanca Parisuda memiliki arti Lima Obat Penawar. Ini kaitannya
dengan sikap menerima kritik “Lamun aya nu meda urang, aku sapameda
sakalih” (Bila ada yang mengkritik kita, terimalah kritik orang lain
itu).Anggaplah ibarat kita sedang dekil menemukan air untuk mandi,
ibarat sedang lapar ada yang memberi nasi, ibarat sedang dahaga ada yang
memberikan minuman.Dengan sikap tersebut dikatakannya ,“Kadyangga ning
galah cedek tunugalan teka” (Sama halnya dengan sodok dipapas menjadi
runcing). Dengan kritik, akal budi kita akan makin kukuh dan tajam.10.
Hidup yang penuh berkahPelengkap hidup agar selamat dalam kehidupan dan
mendapat berkah dalam hidup harus :
1.Cermat
2.Teliti
3.Rajin
4.Tekun
5.Cukup Sandang
6.Bersemangat
7.Berpribadi pahlawan
8.Bijaksana
9.Berani Berkorban
10.Dermawan
11.Gesit
12.Cekatan
11. Parigeuing dan Dasa pasanta
Dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat tradisional ada 3 posisi yang
menjadi tonggak kehidupan, yaitu Rama (Pendiri kampung dan Pemimpin
masyarakat) Resi (Ulama atau Pendeta) Prabu (Raja yang memiliki
kekuasaan) Dalam naskah, dianjuran agar orang berusaha memiliki wibawa
seorang prabu, ucapan seorang rama dan tekad seorang resi.(sumber :
http:/ /atlantissunda.wordpress.com)
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.