Pandawa (4) Nakula / Pinten
Resminya,
Nakula atau Pinten adalah putra dari Prabu Pandu dan Dewi Madrim. Namun
karena Prabu Pandu tak dapat behubungan tubuh dengan istrinya, maka
Dewi Madri yang telah diajari ilmu Adityaredhaya oleh Dewi Kunti
memanggil dewa tabib kayangan yang juga dikenal sebagai dewa kembar.
Batara Aswan-Aswin. Nakula adalah putra dar Batara Aswan sedang Sadewa
adalah putra dari Batara Aswin.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Setelah 12 tahun menjadi buangan di hutan, Nakula beserta
saudara-saudaranya menyamar di negri Wirata. Di sana Nakula menjadi
seorang pelatih kuda kerajaan bernama Darmagrantika.
Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji Pranawajati yang
berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat dari Ditya
Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu
Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang
dulu diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki
cupu yang berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta
Manik yang merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan
Badawanganala.
Raden Nakula menikah dengan Dewi Retna Suyati, putri dari Prabu
Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan berputra Bambang Pramusinta dan Dewi
Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi Srengganawati, putri Dari
Begawan Badawanganala dari Gisik Samudra berputri Dewi Sritanjung. Saat
perang Baratayuda berlangsung, Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna
untuk menemui Prabu Salya dengan membawa patrem (semacam pisau kecil)
dan minta dibunuh karena tidak tahan melihat saudara-saudaranya mati
karena tak ada satupun manusia yang sanggup menandingi Aji Candabirawa
Prabu Salya. Prabu Salya yang terharu lalu memberikan rahasia
kelemahannya kepada si kembar bahwa yang sanggup membunuhnya adalah
Puntadewa yang berdarah putih.
Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya dan Dewi Drupadi.
Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya dan Dewi Drupadi.
====
Wikipedia
Wikipedia
Nakula (Sansekerta: नकुल, Nakula), adalah seorang tokoh protagonis
dari wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi Madri, kakak ipar
Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putera Dewa
Aswin, Dewa tabib kembar.
Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok
parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di
dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang
dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab
Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta merujuk kepada
warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari Mesir. Nakula
juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus
benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan
istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan sebagai orang
yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya
dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda
gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam
memainkan senjata pedang.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat
Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum air
beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan
kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk
dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup
kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang
merupakan putera Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut.
Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri
yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan
Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran
“Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra,
dan memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.
Nakula dalam pewayangan Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama
tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia
merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura
dengan permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi
Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya,
Sahadewa atau Sadewa. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah,
putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama
Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan Arjuna
Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang
kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak
akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji
Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga
mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian
Bhatara Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas
guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di kesatrian Sawojajar,
wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu:
* Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit,
dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang
Pramusinta dan Dewi Pramuwati.
* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula diangkat menjadi raja
negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi Madrim.
Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya
bersama keempat saudaranya.
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.