KUJANG MENURUT BERITA PANTUN BOGOR
- Get link
- X
- Other Apps
Oleh:Anis Djatisunda
Purwaka
Berbicara tentang kujang, identik dengan berbicara Sunda Pajajaran masa
silam.Sebab, alat ini berupa salah sastu aspek identitas eksistensi
budaya Sunda kalaitu. Namun, dari telusuran kisah keberadaannya tadi,
sampai sekarang belumditemukan sumber sejarah yang mampu memberitakan
secara jelas dan rinci. Malahbisa dikatakan tidak danya sumber berita
sejarah yang akurat.
Satu-satunya sumber berita yang dapat
dijadikan pegangan(sementara) yaitu lakon-lakon pantun. Sebab dalam
lakon-lakon pantun itulahkujang banyak disebut-sebut. Di antara
kisah-kisah pantun yang terhitung masihlengkap memberitakan kujang,
yaitu pantun (khas) Bogor sumber Gunung Kendengsebaran Aki Uyut Baju
Rambeng. Pantun Bogor ini sampai akhir abad ke-19 hanyadikenal oleh
warga masyarakat Bogor marginal (pinggiran), yaitu masyarakatpedesaan.
Mulai dikenalnya oleh kalangan intelektual, setelahnya tahun 1906C.M.
Pleyte (seorang Belanda yang besar perhatiannya kepada sejarah
Pajajaran)melahirkan buku berjudul Moending Laja Di Koesoemah, berupa
catatan pribadinya hasil mendengar langsung dari tuturan juru pantun di
daerah Bogor sebelah Baratdan sekitarnya.
Ia lebih menaruh
perhatian besar kepada Pantun Bogor,karena menurut penelitiannya Pantun
Bogor termasuk yang paling utuh jikadibandingkan dengan pantun-pantun
daerah Jawa Barat sebelah Timur, baik dalamcara memainkan pantunnya,
bahasa Sundanya, juga termasuk sumber sejarah yangdikisahkannya.
Sedangkan pantun-pantun daerah Jawa Barat sebelah Timur, kala itu
katanya sudah banyak yang semrawut tidak utuh lagi.
Pemberitaan tentang kujang selalu terselip hampir dalamsetiap lakon dan
setiap episode kisah serial Pantun Bogor, baik fungsi, jenis,dan bentuk,
para figur pemakainya sampai kepada bagaimana cara
menggunakannya.Malahungkapan-u ngkapan
konotatif yang memakai kujang-pun tidak sedikit. Contoh kalimat
gambaran dua orang berwajah kembar; Badis pinang nu munggaran, ruakujang
sapaneupaan” atau melukiskan seorangwanita; Mayang lenjang badis
kujang, tembong pamor tembong eluk tembong combongdi ganjana dsb.
Demikian pula bendera Pajajaran yang berwarna hitam putih
jugadiberitakan bersulamkan gambar kujang Umbul-umbul Pajajaran hideung
sawaréhbodas sawaréh disulaman kujang jeung pakujajar nu lalayanan.
Sejak sirnanya Kerajaan Pajajaran sampai sekarang, kujangmasih banyak
dimiliki oleh masyarakat Sunda, yang fungsinya hanya sebagai
bendaobsolete tergolong benda sejarah sebagai wahana nostalgia dan
kesetiaan kepada keberadaan leluhur Sunda pada masa jayanya Pajajaran,
di samping yang tersimpandi museum-museum.
Di samping itu, sebutan kujang banyak pula yang masih abadi seperti pada:
- Nama kampung; Parungkujang, Cikujang, Gunungkujang, Parakankujang.
- Nama Tangtu Baduy; Tangtu Kadukujang (Cikartawana), Sanghyang Kujang (Undak ke-3 pamujaan Baduy di Gunung Pamuntuan).
- Nama Batalyon; Batalyon Kujang pada Kodam Siliwangi.
- Nama perusahaan; Pupuk Kujang, Semen Kujang, dsb.
- Nama tugu peringatan: Tugu Kujang di Kota Bogor.
Pengabadian kujang lainnya, banyak yang menggunakan gambarbentuk kujang
pada lambang-lambang daerah, pada badge-badge organisasikemasyarakatan
atau ada pula kujang-kujang tempaan baru (tiruan), sebagai bendaaksesori
atau cenderamata.
Selain keberadaan kujang seperti itu, di kawasan
JawaBarat dan Banten masih ada komunitas yang masih akrab dengan kujang
dalampranata hidupnya sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda Pancer
Pangawinan(tersebar di wilayah Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak Provinsi
Banten, KecamatanCigudeg Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cisolok
Kabupaten Sukabumi ProvinsiJawa Barat). Dan masyarakat Sunda Wiwitan
Urang Kanékés (Baduy) di KabupatenLebak Provinsi Banten.
Dalam
lingkungan budaya hidup mereka, tiap setahun sekalikujang selalu
digunakan pada upacara Nyacar (menebangi pepohonan untuk lahanladang).
Patokan pelaksanaannya yaitu terpatri dalam ungkapan Unggah KidangTurun
Kujang, artinya jika bintang Kidang telah muncul di ufuk Timur di
kalasubuh, pertanda musim Nyacar sudah tiba, kujang (Kujang Pamangkas)
masanyadigunakan sebagai pembuka kegiatan Ngahuma (berladang).
Bentuk dan Jenis Kujang
Padazaman masih jayanya kerajaan Pajajaran, kujang terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya:
1. Kujang Ciung; yaitu kujang yang bentuknya dianggap menyerupai burung Ciung.
2. Kujang Jago; kujang yang bentuknya menyerupai ayam jago.
3. Kujang Kuntul;kujang yang menyerupai burung Kuntul.
4. Kujang Bangkong;kujang yang menyerupai bangkong (kodok).
5. Kujang Naga; kujangyang bentuknya menyerupai naga.
6. Kujang Badak; kujangberbadan lebar dianggap seperti badak.
7. Kudi; perkakassejenis kujang.
Berdasarkan jenisnya, kujang memiliki fungsi sebagai:
-
Kujang Pusaka; yaitu kujang sebagai lambang keagungan seorang raja
atau pejabat kerajaan lainnya dengan kadar kesakralannya sangat tingi
seraya memiliki tuah dan daya gaib tinggi.
- Kujang Pakarang; yaitu kujang untuk digunakan sebagai alat berperang dikala diserang musuh.
- Kujang Pangarak; yaitu kujang bertangkai panjang seperti tombak sebagai alat upacara.
- Kujang Pamangkas; kujang sebagai alat pertanian (perladangan).
Nama-nama Bagian Kujang Wujud sebilah kujang memiliki bagian yang
masing-masingmempunyai namanya sendiri-sendiri, meskipun tidak seluruh
bentuk kujang memiliki bagian samalengkapnya. Kujang yang memiliki
bagian-bagian secara lengkap, biasanyadimiliki oleh para raja, para
menak (bangsawan), dan para pangagung (pejabat tinggi) kerajaan lainnya.
Bagian-bagian kujang di antaranya:
- Papatuk (Congo); bagian ujung kujang yang runcing, gunanya untuk menoreh atau mencungkil.
- Eluk (Siih); lekukan-lekukan atau gerigi pada bagian punggung kujang sebelah atas, gunanya untuk mencabik-cabik perut musuh.
- Waruga; nama bilahan (badan) kujang.
-
Mata; lubang-lubang kecil yang terdapat pada bilahan kujang yang
pada awalnya lubang-lubang itu tertutupi logam (biasanya emas atau
perak) atau juga batu permata. Tetapi kebanyakan yang ditemukan hanya
sisanya berupa lubang-lubang kecil. Gunanya sebagai lambang tahap status
si pemakainya, paling banyak 9 mata dan paling sedikit 1 mata, malah
ada pula kujang tak bermata, disebut Kujang Buta
- Pamor;
garis-garis atau bintik-bintik pada badan kujang disebut Sulangkar atau
Tutul, biasanya mengandung racun, gunanya selain untuk memperindah bilah
kujangnya juga untuk mematikan musuh secara cepat.
- Tonggong; sisi yang tajam di bagian punggung kujang, bisa untuk mengerat juga mengiris.
-
Beuteung; sisi yang tajam di bagian perut kujang, gunanya sama
dengan bagian punggungnya.Tadah; lengkung kecil pada bagian bawah perut
kujang, gunanya untuk menangkis dan melintir senjata musuh agar
terpental dari genggaman.
- Paksi; bagian ekor kujang yang lancip untuk dimasukkan ke dalam gagang kujang.
- Combong; lubang pada gagang kujang, untuk mewadahi paksi (ekor kujang).
- Selut; ring pada ujung atas gagang kujang, gunanya untuk memperkokoh cengkeraman gagang kujang pada ekor (paksi).
- Ganja (landéan); nama khas gagang (tangkai) kujang.
- Kowak (Kopak); nama khas sarung kujang.
Di antara bagian-bagian kujang tadi, ada satu bagian yangmemiliki
lambang ke-Mandalaan, yakni mata yang berjumlah 9 buah. Jumlah
inidisesuaikan dengan banyaknya tahap Mandala Agama Sunda Pajajaran yang
juga berjumlah 9 tahap, di antaranya (urutan dari bawah):
Mandala Kasungka,
mandala Parmana,
Mandala Karna,
Mandala Rasa,
Mandala Séba,
Mandala Suda,
Jati Mandala,
Mandala Samar,
Mandala Agung.
Mandala tempat siksaan bagi arwah manusia yang ketika hidupnya
bersimbah noda dan dosa, disebutnya Buana Karma atau JagatPancaka,yaitu
Neraka.
Kelompok Pemakai Kujang Meskipun perkakas kujang
identikdengan keberadaan Kerajaan Pajajaran pada masa silam, namun
berita Pantun Bogortidak menjelaskan bahwa alat itu dipakai oleh seluruh
warga masyarakat secaraumum. Perkakas ini hanya digunakan oleh kelompok
tertentu, yaitu para raja,prabu anom (putera mahkota), golongan
pangiwa, golongan panengen, golonganagama, para puteri serta kaum wanita
tertentu, para kokolot. Sedangkan rakyatbiasa hanya menggunakan
perkakas-perkakas lain seperti golok, congkrang,sunduk, dsb. Kalaupun di
antaranya ada yang menggunakan kujang, hanya sebataskujang pamangkas
dalam kaitan keperluan berladang.
Setiap menak (bangsawan),
para pangagung (pejabat negara)sampai para kokolot, dalam pemilikan
kujang, tidak sembarangan memilih bentuk.Namun, hal itu ditentukan oleh
status sosialnya masing-masing. Bentuk kujanguntukpara raja tidak boleh
sama dengan milik balapati. Demikian pula, kujang milikbalapati mesti
berbeda dengan kujang miliknya barisan pratulup, dan seterusnya.
Dalam kaitan pemakaian kujang tadi, akan tergambar dari tahapan fungsi
para pejabat yang tertera dalam struktur jabatan pemerintahanNegara
Pajajaran sebagai berikut:
1. Raja
2. a Lengser
b Brahmesta
3. Prabu Anom (PuteraMahkota)
4. Bupati Panangkes danBalapati
5. Geurang Seurat
6. Para Bupati Pakuandan Bupati Luar Pakuan
7. Para Patih termasukPatih Tangtu dan Mantri Paséban
8. Para Lulugu
9. Para Kanduru
10. Para Sambilan
11. Para Jaro termasuk Jaro Tangtu
12. Para Bareusan, Para Guru, Para Pangwereg
13. Para Kokolot
Jabatan Prabu Anom (3) sampai para Bareusan, para Guru,juga para
Pangwereg (12), tergabung di dalam golongan Pangiwa dan Panengen.Tetapi
dalam pemilikan dan pemakaian kujang, ditentukan oleh kesejajaran tugas
danfungsinya masing-masing, seperti:
Kujang Ciung mata-9: hanya dipakai khusus oleh Raja;
Kujang Ciung mata-7: dipakai oleh Mantri Dangka dan Prabu Anom;
Kujang Ciung mata-5: dipakai oleh Girang Seurat, Bupati Pamingkis,dan para Bupati Pakuan;
Kujang Jago: dipakai oleh Balapati, para Lulugu, dan Sambilan;
Kujang Kuntul: dipakai oleh para Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih
Tangtu Patih Jaba, dan Patih Palaju), juga digunakan oleh para Mantri
(Mantri Majeuti, Mantri Paséban, Mantri Layar, Mantri Karang, dan Mantri
Jero);
Kujang Bangkong: dipakai oleh Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Alas, Guru Cucuk;
Kujang Naga: dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Awara, Tangtu, Jaro Gambangan;
Kujang Badak: dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para
Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, parajurit,
Paratulup, Sarawarsa, para Kokolot.
Selain diperuntukkan bagi
para pejabat tadi, kujangdigunakan pula oleh kelompok agama, tetapi
kesemuanya hanya satu bentuk yaitu Kujang Ciung, yang perbedaan
tahapannya ditentukan oleh banyaknya mata. Kujang Ciung bagi peruntukan
Brahmesta (pendeta agung negara) yaitu yang bermata-9, sama dengan
peruntukan raja. Kujang Ciung bagi para Pandita bermata-7, para Geurang
Puun,Kujang Ciung bermata-5, para Puun Kujang Ciung bermata-3, para Guru
Tangtu Agama dan para Pangwereg Agama Kujang Ciung bermata-1.
Di samping masing-masing memiliki kujang tadi, golonganagama menyimpan
pula Kujang Pangarak, yaitu kujang yang bertangkai panjang yanggunanya
khusus untuk upacara-upacara sakral seperti Upacara Bakti
Arakana,Upacara Kuwera Bakti, dsb., malah kalau dalam keadaan darurat,
bisa sajadipakai untuk menusuk atau melempar musuh dari jarak jauh. Tapi
fungsi utamaseluruh kujang yang dimiliki oleh golongan agama, sebagai
pusaka pengayom kesentosaan seluruh isi negara.
Kelompok lain
yang juga mempunyai kewenangan memakaikujang yaitu para wanita Menak
(Bangsawan) Pakuan dan golongan kaum wanita yangmemiliki fungsi
tertentu, seperti para Puteri Raja, para Puteri Kabupatian,para Ambu
Sukla, Guru Sukla, para Ambu Geurang, para Guru Aés, dan para
SuklaMayang (Dayang Kaputrén). Kujang bagi kaum wanita ini, biasanya
hanya terdiridari Kujang Ciung dan Kujang Kuntul. Hal ini karena
bentuknya yang langsing,tidak terlalu galabag (berbadan lebar, dan
ukurannya biasanya lebih kecil dariukuran kujang kaum pria.
Untuk membedakan status pemiliknya, kujang untuk kaumwanita pun sama
dengan untuk kaum pria, yaitu ditentukan oleh banyaknya mata,pamor, dan
bahan yang dibuatnya. Kujang untuk para puteri kalangan menak
Pakuanbiasanya kujang bermata-5, Pamor Sulangkar, dan bahannya dari besi
kuningpilihan. Sedangkan (kujang) wanita fungsi lainnya kujang
bermata-3 ke bawahmalah sampai Kujang Buta, Pamor Tutul, bahannya besi
baja pilihan.
Kaum wanita Pajajaran yang bukan menak tadi, di
sampingmenggunakan kujang ada pula yang memakai perkakas khas wanita
lainnya, yaituyang disebut Kudi, alat ini kedua sisinya berbentuk sama,
seperti tidak adabagian perutdan punggung, juga kedua sisinya bergerigi
seperti pada kujang, ukurannyarata-rata sama dengan ukuran Kujang Bikang
(kujang pegangan kaum wanita),langsing, panjang kira-kira 1 jengkal
termasuk tangkainya, bahannya semua besi-baja,lebih halus, dan tidak ada
yang memamai mata.
Proses Pembuatan Kujang
Pada zamannya
Kerajaan Pajajaran Sunda masih jaya, setiap proses pembuatanbenda-benda
tajam dari logam termasuk pembuatan senjata kujang, adapatokan-patokan
tertentu yang harus dipatuhi, di antaranya:
1. Patokan Waktu
Mulainyamengerjakan penempaan kujang dan benda-benda tajam lainnya,
ditandai olehmunculnya Bintang Kerti, hal ini terpatri dalam ungkapan
“Unggah kidang turunkujang, nyuhun kerti turun beusi”, artinya ‘Bintang
Kidang mulai naik di ufukTimur waktu subuh, pertanda masanya kujang
digunakan untuk “nyacar” (mulaiberladang). Demikian pula jika Bintang
Kerti ada pada posisi sejajar di ataskepala menyamping agak ke Utara
waktu subuh, pertanda mulainya mengerjakanpenempaan benda-benda tajam
dari logam (besi-baja)’. Patokan waktu seperti ini,kini masih berlaku di
lingkungan masyarakat “Urang Kanékés” (Baduy).
2. Kesucian “Guru Teupa” (Pembuat Kujang)
SeorangGuru Teupa (Penempa Kujang), waktu mengerjakan pembuatan kujang
mesti dalamkeadaan suci, melalui yang disebut “olah tapa” (berpuasa).
Tanpa syaratdemikian, tak mungkin bisa menghasilkan kujang yang bermutu.
Terutama sekalidalam pembuatan Kujang Pusaka atau kujang bertuah. Di
samping Guru Teupa mestimemiliki daya estetika dan artistika tinggi, ia
mesti pula memiliki ilmukesaktian sebagai wahana keterampilan dalam
membentuk bilah kujang yangsempurna seraya mampu menentukan “Gaib Sakti”
sebagai tuahnya.
3. Bahan Pembuatan Kujang
Untukmembuat perkakas kujang dibutuhkan bahan terdiri dari logam dan bahan lainsebagai pelengkapnya, seperti:
- Besi,besi kuning, baja, perak, atau emas sebagai bahan membuat waruga (badan kujang)dan untuk selut (ring tangkai kujang).
-
Akarkayu, biasanya akar kayu Garu-Tanduk, untuk membuat ganja atau
landean (tangkaikujang). Akar kayu ini memiliki aroma tertentu.
- Papan,biasanya papan kayu Samida untuk pembuatan kowak atau kopak (sarung kujang).Kayu ini pun memiliki aroma khusus.
-
Emas,perak untuk pembuatan “mata” atau “pamor” kujang pusaka
ataukujang para menakPakuan dan para Pangagung tertentu. Selain itu,
khusus untuk “mata” banyak pulayang dibuat dari batu permata yang
indah-indah.
- “Peurah”(bisa binatang) biasanya “bisa Ular Tiru”,
“bisa Ular Tanah”, “Bisa UlarGibug”, “bisa Kelabang” atau “bisa
Kalajengking”. Selain itu digunakan pularacun tumbuh-tumbuhan seperti
“getah akar Leteng” “getah Caruluk” (buah Enau)atau “serbuk daun
Rarawea”, dsb. Gunanya untuk ramuan pelengkap pembuatan”Pamor”. Kujang
yang berpamor dari ramuan racun-racun tadi, bisa mematikanmusuh meski
hanya tergores.
- “Gaib Sakti”sebagai isi, sehingga kujang memiliki
tuah tertentu. Gaib ini terdiri dari yangbersifat baik dan yang
bersifat jahat, bisa terdiri dari gaib Harimau, gaibUlat, gaib Ular,
gaib Siluman, dsb. Biasanya gaib seperti ini diperuntukan bagiisi kujang
yang pamornya memakai ramuan racun sebagai penghancur lawan.Sedangkan
untuk Kujang Pusaka, gaib sakti yang dijadikan isi biasanya paraarwah
leluhur atau para “Guriyang” yang memiliki sifat baik, bijak, dan bajik.
4. Tempat (Khusus) Pembuatan Kujang
Tempat untukmembuat benda-benda tajam dari bahan logam besi-baja, baik
kudi, golok, sunduk,pisau, dsb. Dikenal dengan sebutan Gosali, Kawesen,
atau Panday. Tempat khususuntuk membuat (menempa) perkakas kujang
disebut Paneupaan.
Sepertidalam lakon Pantun Bogor kisah
“Kalangsunda Makalangan” terdapat ungkapan yangmenggamvarkan kemiripan
rupa tokoh Kumbang Bagus Setra dan Rakean Kalang Sundadengan kalimat
berbunyi: “Yuni Kudi sa-Gosali, rua Kujang sa-Paneupaan”,ungkapan
tersebut mengindi-kasikan bahwa istilah “Paneupaan” benar-benar
berupanama untuk tempat pembuatan perkakas kujang. Hal ini lebih
diperjelas lagidengan sebutan “Guru Teupa” bagi si pembuat kujang, yang
mungkin sederajatdengan “Empu” pembuat keris di lingkungan masyarakat
Jawa.
Cara Membawa Kujang
Membawa perkakas kujang tidak
hanya satu cara, namun tergantung kepada bentuk dan ukuran besar
kecilnya dan kadar kesakralannya.
- Disoren;yaitu dengan cara
digantungkan pada pinggang sebelah kiri dengan menggunakansabuk atau
tali pengikat yang diikatkan ke pinggang. Yang dibawa dengan caradisoren
ini, Kujang Galabag (berbadan lebar) seperti Kujang Naga dan
KujangBadak sebab kowaknya (sarungnya) cukup lebar.
- Ditogel;yaitu
dengan cara diselipkan pada sabuk di depan perut tanpa menggunakan
talipengikat. Kujang yang dibawa dengan cara ini yaitu Kujang Bangking
(kujangberbadan kecil) seperti Kujang Ciung, Kujang Kuntul, Kujang
Bangkong, KujangJago, Kudi yang ukuran kowaknya pun lebih kecil.
Demikian pula kujang yangtermasuk “Kujang Ageman” (bertuah) selalu
dibawa dengan cara ditogel.
- Dipundak;yaitu dengan cara dipikul
tangkainya yang panjang, seperti membawa tombak. Yangdibawa dengan cara
demikian hanya khusus Kujang Pangarak, karena memilikitangkai panjang.
-
Dijinjing;yaitu dengan cara ditenteng, dipegang tangkainya. Kujang
yang dibawa dengan cara ini hanya Kujang pamangkas, sebab kujang ini
tidak memakai sarung (kowak) alias telanjang.
Cara Menggunakan Kujang
Tersebar berita bahwa cara menggunakan kujang konon dengan cara dijepit
ekornya (paksi-nya)yang telanjang tanpa “ganja” (tangkai) menggunakan
ibu jari kaki. Sedangkancara lain, yaitu dengan dijepit menggunakan
telunjuk dan ibu jari kemudianditusuk-tusukan ke badan lawan. Alasan
mengapa cara menggunakannya demikian,sebab katanya kujang memang berupa
senjata “telanjang” tanpa tangkai dan tanpasarung (kowak).
Jika
para Guru Teupa penempa Kujang Pajajaran sengaja membuatnya demikian,
hal itumerupakan pekerjaan tanpa perhitungan. Sebab dilihat dari bentuk
ekor (paksi)kujang yang banyak ditemukan, bentuknya sama seperti ekor
senjata tajam lainnyayang lazim memakai gagang (tangkai) seperti golok,
arit, pisau, dsb. Dengancara menggunakannya seperti diutarakan tadi,
sedikitnya ia akan terluka jarijemari kakinya ataupun jari jemari
tangannya. Lain halnya jika bentuk ekornyatadi dibuat sedemikian rupa
sehingga mudah untuk dijepit dengan jari jemarinya.
Berita tadijika
dibandingkan dengan berita Pantun Bogor dan beberapa temuan
penulis,ternyata bertabrakan. Sebagaimana diutarakan pada bagian
terdahulu, bahwaKujang Pajajaran merupakan benda tajam yang lengkap
memakai ganja (tangkai) danmemakai kowak (sarung). Kalau timbulnya
pendapat seperti tadi, hal inimungkinberanjak dari temuan-temuan yang
tergali dari dalam tanah, mayoritaskujang telanjang tanpa ganja tanpa
kowak bahkan tanpa mata (berlubang-lubang).
Sebenarnya,keberadaan kujang yang ditemukan seperti itu akibat dari
terlalu lamanyatertimbun tanah, sehingga ganja atau kowaknya yang
terbuat dari kayu mengalamilapuk dan hancur. Sedangkan jarang ditemukan
kujang yang masih lengkap denganmatanya, inipun mungkin saja setiap
penemu kujang tadi mencungkilnya, sebabkebanyakan mata kujang terbuat
dari emas, batu permata yang indah-indah, dancukup mahal harganya.
Kujang yang masih lengkap dengan matanya, kini masih bisadilihat di
Museum Geusan Ulun Kabupaten Sumedang.
Pada bagian-bagian terdahulu diutarakan, bahwa kujang memiliki fungsi sebagai pusaka, pakarang, pangarak, pamangkas.
-
Sebagai pusaka; tuah/daya kesaktian kujang mengandung nilai sakral.
Melalui kekuatandaya gaib/kesaktian tersebut kujang digunakan sebagai
pelindung keselamatandiri, keluarga, bahkan masyarakat sekelilingnya,
demi terhindar dari marabahayayang mengancam
- Sebagai pakarang
(senjata); kujang denganukurannya yang relatif pendek, tidak termasuk
alat tebas, tapi tergolong alattikam, alat tusuk, alat toreh, dan
alatkerat.Wujud senjata ini (secarahipotesis), mungkin disesuaikan
dengan karakter manusia Sunda Pajajaran itusendiri yang bersifat
defensif tatkala menghadapi marabahaya, tidak bersifatofensif. Hal ini
terungkap dari kisah “Pakujajar Majajaran” yang memberitakanbahwa “Sunda
Pajajaran lain mudu pinter perang, tapi mudu pinter diperangan”(Sunda
Pajajaran bukan mesti pandai berperang, tapi mesti pandai di
kaladiperangi). Pernyataan ini terbukti pula, bahwa dalam seluruh cerita
pantun,tidak ada satu pun kisah yang memberitakan Kerajaan Pajajaran
menyerang ataumenaklukan kerajaan lain, kecuali malah digempur negara
lain. Mengingatkarakter Sunda Pajajaran yang defensif tadi, kujang
dengan fungsinya sebagaisenjata, bukan hanya untuk menyerang tetapi
hanya untuk “bela diri” di kalakeadaan susah sangat terdesak. Dalam cara
pembelaan diri tersebut, kujangdigunakan dengan sekali tusuk ke perut,
ketika ditarik mampu merobek-robekseisi perut. Atau dengan sekali toreh
dan sekali kerat saja musuh bisa langsungsekarat mendadak dan mati.
-
Sebagai pangarak (alat upacara); KujangPangarak dalam kegiatan
upacara menggunakannya dengan dipikul pada satu prosesitertentu, oleh
pelaku barisan terdepan. Dalam keadaan mendesak, kujang semacamini bisa
digunakan sebagai alat membela diri dengan cara ditusukkan
ataudilemparkan kepada musuh dari jarak agak jauh, sebab kujang ini
bertangkaipanjang semacam tombak.
- Sebagai pamangkas (alat
pertanian); kujang untuk kegiatan ini yaitu Kujang Pamangkas,
menggunakannya untuk menebangipepohonan dalam rangka membuka lahan
“huma” (ladang). Sampai dewasa ini kujangsemacam ini masih digunakan di
lingkungan masyarakat “Urang Kanékés” (Baduy)dan masyarakat “Pancer
Pangawinan”.
Dalam keadaan darurat, kujang ini pun bisasaja
digunakan sebagai senjata untuk bela diri jika satu saat si
pemakaimendapat serangan dari fihak musuh, dengan cara ditebaskan atau
dibacokkan,karena bentuk kujang semacam ini berukuran agak panjang dan
agak besar.
Purwaka
Berbicara tentang kujang, identik dengan berbicara Sunda Pajajaran masa silam.Sebab, alat ini berupa salah sastu aspek identitas eksistensi budaya Sunda kalaitu. Namun, dari telusuran kisah keberadaannya tadi, sampai sekarang belumditemukan sumber sejarah yang mampu memberitakan secara jelas dan rinci. Malahbisa dikatakan tidak danya sumber berita sejarah yang akurat.
Satu-satunya sumber berita yang dapat dijadikan pegangan(sementara) yaitu lakon-lakon pantun. Sebab dalam lakon-lakon pantun itulahkujang banyak disebut-sebut. Di antara kisah-kisah pantun yang terhitung masihlengkap memberitakan kujang, yaitu pantun (khas) Bogor sumber Gunung Kendengsebaran Aki Uyut Baju Rambeng. Pantun Bogor ini sampai akhir abad ke-19 hanyadikenal oleh warga masyarakat Bogor marginal (pinggiran), yaitu masyarakatpedesaan. Mulai dikenalnya oleh kalangan intelektual, setelahnya tahun 1906C.M. Pleyte (seorang Belanda yang besar perhatiannya kepada sejarah Pajajaran)melahirkan buku berjudul Moending Laja Di Koesoemah, berupa catatan pribadinya hasil mendengar langsung dari tuturan juru pantun di daerah Bogor sebelah Baratdan sekitarnya.
Ia lebih menaruh perhatian besar kepada Pantun Bogor,karena menurut penelitiannya Pantun Bogor termasuk yang paling utuh jikadibandingkan dengan pantun-pantun daerah Jawa Barat sebelah Timur, baik dalamcara memainkan pantunnya, bahasa Sundanya, juga termasuk sumber sejarah yangdikisahkannya. Sedangkan pantun-pantun daerah Jawa Barat sebelah Timur, kala itu katanya sudah banyak yang semrawut tidak utuh lagi.
Pemberitaan tentang kujang selalu terselip hampir dalamsetiap lakon dan setiap episode kisah serial Pantun Bogor, baik fungsi, jenis,dan bentuk, para figur pemakainya sampai kepada bagaimana cara menggunakannya.Malahungkapan-u
Sejak sirnanya Kerajaan Pajajaran sampai sekarang, kujangmasih banyak dimiliki oleh masyarakat Sunda, yang fungsinya hanya sebagai bendaobsolete tergolong benda sejarah sebagai wahana nostalgia dan kesetiaan kepada keberadaan leluhur Sunda pada masa jayanya Pajajaran, di samping yang tersimpandi museum-museum.
Di samping itu, sebutan kujang banyak pula yang masih abadi seperti pada:
- Nama kampung; Parungkujang, Cikujang, Gunungkujang, Parakankujang.
- Nama Tangtu Baduy; Tangtu Kadukujang (Cikartawana), Sanghyang Kujang (Undak ke-3 pamujaan Baduy di Gunung Pamuntuan).
- Nama Batalyon; Batalyon Kujang pada Kodam Siliwangi.
- Nama perusahaan; Pupuk Kujang, Semen Kujang, dsb.
- Nama tugu peringatan: Tugu Kujang di Kota Bogor.
Pengabadian kujang lainnya, banyak yang menggunakan gambarbentuk kujang pada lambang-lambang daerah, pada badge-badge organisasikemasyarakatan atau ada pula kujang-kujang tempaan baru (tiruan), sebagai bendaaksesori atau cenderamata.
Selain keberadaan kujang seperti itu, di kawasan JawaBarat dan Banten masih ada komunitas yang masih akrab dengan kujang dalampranata hidupnya sehari-hari, yaitu masyarakat Sunda Pancer Pangawinan(tersebar di wilayah Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten, KecamatanCigudeg Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi ProvinsiJawa Barat). Dan masyarakat Sunda Wiwitan Urang Kanékés (Baduy) di KabupatenLebak Provinsi Banten.
Dalam lingkungan budaya hidup mereka, tiap setahun sekalikujang selalu digunakan pada upacara Nyacar (menebangi pepohonan untuk lahanladang). Patokan pelaksanaannya yaitu terpatri dalam ungkapan Unggah KidangTurun Kujang, artinya jika bintang Kidang telah muncul di ufuk Timur di kalasubuh, pertanda musim Nyacar sudah tiba, kujang (Kujang Pamangkas) masanyadigunakan sebagai pembuka kegiatan Ngahuma (berladang).
Bentuk dan Jenis Kujang
Padazaman masih jayanya kerajaan Pajajaran, kujang terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya:
1. Kujang Ciung; yaitu kujang yang bentuknya dianggap menyerupai burung Ciung.
2. Kujang Jago; kujang yang bentuknya menyerupai ayam jago.
3. Kujang Kuntul;kujang yang menyerupai burung Kuntul.
4. Kujang Bangkong;kujang yang menyerupai bangkong (kodok).
5. Kujang Naga; kujangyang bentuknya menyerupai naga.
6. Kujang Badak; kujangberbadan lebar dianggap seperti badak.
7. Kudi; perkakassejenis kujang.
Berdasarkan jenisnya, kujang memiliki fungsi sebagai:
- Kujang Pusaka; yaitu kujang sebagai lambang keagungan seorang raja atau pejabat kerajaan lainnya dengan kadar kesakralannya sangat tingi seraya memiliki tuah dan daya gaib tinggi.
- Kujang Pakarang; yaitu kujang untuk digunakan sebagai alat berperang dikala diserang musuh.
- Kujang Pangarak; yaitu kujang bertangkai panjang seperti tombak sebagai alat upacara.
- Kujang Pamangkas; kujang sebagai alat pertanian (perladangan).
- Papatuk (Congo); bagian ujung kujang yang runcing, gunanya untuk menoreh atau mencungkil.
- Eluk (Siih); lekukan-lekukan atau gerigi pada bagian punggung kujang sebelah atas, gunanya untuk mencabik-cabik perut musuh.
- Waruga; nama bilahan (badan) kujang.
- Mata; lubang-lubang kecil yang terdapat pada bilahan kujang yang pada awalnya lubang-lubang itu tertutupi logam (biasanya emas atau perak) atau juga batu permata. Tetapi kebanyakan yang ditemukan hanya sisanya berupa lubang-lubang kecil. Gunanya sebagai lambang tahap status si pemakainya, paling banyak 9 mata dan paling sedikit 1 mata, malah ada pula kujang tak bermata, disebut Kujang Buta
- Pamor; garis-garis atau bintik-bintik pada badan kujang disebut Sulangkar atau Tutul, biasanya mengandung racun, gunanya selain untuk memperindah bilah kujangnya juga untuk mematikan musuh secara cepat.
- Tonggong; sisi yang tajam di bagian punggung kujang, bisa untuk mengerat juga mengiris.
- Beuteung; sisi yang tajam di bagian perut kujang, gunanya sama dengan bagian punggungnya.Tadah; lengkung kecil pada bagian bawah perut kujang, gunanya untuk menangkis dan melintir senjata musuh agar terpental dari genggaman.
- Paksi; bagian ekor kujang yang lancip untuk dimasukkan ke dalam gagang kujang.
- Combong; lubang pada gagang kujang, untuk mewadahi paksi (ekor kujang).
- Selut; ring pada ujung atas gagang kujang, gunanya untuk memperkokoh cengkeraman gagang kujang pada ekor (paksi).
- Ganja (landéan); nama khas gagang (tangkai) kujang.
- Kowak (Kopak); nama khas sarung kujang.
Di antara bagian-bagian kujang tadi, ada satu bagian yangmemiliki lambang ke-Mandalaan, yakni mata yang berjumlah 9 buah. Jumlah inidisesuaikan dengan banyaknya tahap Mandala Agama Sunda Pajajaran yang juga berjumlah 9 tahap, di antaranya (urutan dari bawah):
Mandala Kasungka,
mandala Parmana,
Mandala Karna,
Mandala Rasa,
Mandala Séba,
Mandala Suda,
Jati Mandala,
Mandala Samar,
Mandala Agung.
Mandala tempat siksaan bagi arwah manusia yang ketika hidupnya bersimbah noda dan dosa, disebutnya Buana Karma atau JagatPancaka,yaitu Neraka.
Kelompok Pemakai Kujang Meskipun perkakas kujang identikdengan keberadaan Kerajaan Pajajaran pada masa silam, namun berita Pantun Bogortidak menjelaskan bahwa alat itu dipakai oleh seluruh warga masyarakat secaraumum. Perkakas ini hanya digunakan oleh kelompok tertentu, yaitu para raja,prabu anom (putera mahkota), golongan pangiwa, golongan panengen, golonganagama, para puteri serta kaum wanita tertentu, para kokolot. Sedangkan rakyatbiasa hanya menggunakan perkakas-perkakas lain seperti golok, congkrang,sunduk, dsb. Kalaupun di antaranya ada yang menggunakan kujang, hanya sebataskujang pamangkas dalam kaitan keperluan berladang.
Setiap menak (bangsawan), para pangagung (pejabat negara)sampai para kokolot, dalam pemilikan kujang, tidak sembarangan memilih bentuk.Namun, hal itu ditentukan oleh status sosialnya masing-masing. Bentuk kujanguntukpara raja tidak boleh sama dengan milik balapati. Demikian pula, kujang milikbalapati mesti berbeda dengan kujang miliknya barisan pratulup, dan seterusnya.
Dalam kaitan pemakaian kujang tadi, akan tergambar dari tahapan fungsi para pejabat yang tertera dalam struktur jabatan pemerintahanNegara Pajajaran sebagai berikut:
1. Raja
2. a Lengser
b Brahmesta
3. Prabu Anom (PuteraMahkota)
4. Bupati Panangkes danBalapati
5. Geurang Seurat
6. Para Bupati Pakuandan Bupati Luar Pakuan
7. Para Patih termasukPatih Tangtu dan Mantri Paséban
8. Para Lulugu
9. Para Kanduru
10. Para Sambilan
11. Para Jaro termasuk Jaro Tangtu
12. Para Bareusan, Para Guru, Para Pangwereg
13. Para Kokolot
Jabatan Prabu Anom (3) sampai para Bareusan, para Guru,juga para Pangwereg (12), tergabung di dalam golongan Pangiwa dan Panengen.Tetapi dalam pemilikan dan pemakaian kujang, ditentukan oleh kesejajaran tugas danfungsinya masing-masing, seperti:
Kujang Ciung mata-9: hanya dipakai khusus oleh Raja;
Kujang Ciung mata-7: dipakai oleh Mantri Dangka dan Prabu Anom;
Kujang Ciung mata-5: dipakai oleh Girang Seurat, Bupati Pamingkis,dan para Bupati Pakuan;
Kujang Jago: dipakai oleh Balapati, para Lulugu, dan Sambilan;
Kujang Kuntul: dipakai oleh para Patih (Patih Puri, Patih Taman, Patih Tangtu Patih Jaba, dan Patih Palaju), juga digunakan oleh para Mantri (Mantri Majeuti, Mantri Paséban, Mantri Layar, Mantri Karang, dan Mantri Jero);
Kujang Bangkong: dipakai oleh Guru Sekar, Guru Tangtu, Guru Alas, Guru Cucuk;
Kujang Naga: dipakai oleh para Kanduru, para Jaro, Jaro Awara, Tangtu, Jaro Gambangan;
Kujang Badak: dipakai oleh para Pangwereg, para Pamatang, para Palongok, para Palayang, para Pangwelah, para Bareusan, parajurit, Paratulup, Sarawarsa, para Kokolot.
Selain diperuntukkan bagi para pejabat tadi, kujangdigunakan pula oleh kelompok agama, tetapi kesemuanya hanya satu bentuk yaitu Kujang Ciung, yang perbedaan tahapannya ditentukan oleh banyaknya mata. Kujang Ciung bagi peruntukan Brahmesta (pendeta agung negara) yaitu yang bermata-9, sama dengan peruntukan raja. Kujang Ciung bagi para Pandita bermata-7, para Geurang Puun,Kujang Ciung bermata-5, para Puun Kujang Ciung bermata-3, para Guru Tangtu Agama dan para Pangwereg Agama Kujang Ciung bermata-1.
Di samping masing-masing memiliki kujang tadi, golonganagama menyimpan pula Kujang Pangarak, yaitu kujang yang bertangkai panjang yanggunanya khusus untuk upacara-upacara sakral seperti Upacara Bakti Arakana,Upacara Kuwera Bakti, dsb., malah kalau dalam keadaan darurat, bisa sajadipakai untuk menusuk atau melempar musuh dari jarak jauh. Tapi fungsi utamaseluruh kujang yang dimiliki oleh golongan agama, sebagai pusaka pengayom kesentosaan seluruh isi negara.
Kelompok lain yang juga mempunyai kewenangan memakaikujang yaitu para wanita Menak (Bangsawan) Pakuan dan golongan kaum wanita yangmemiliki fungsi tertentu, seperti para Puteri Raja, para Puteri Kabupatian,para Ambu Sukla, Guru Sukla, para Ambu Geurang, para Guru Aés, dan para SuklaMayang (Dayang Kaputrén). Kujang bagi kaum wanita ini, biasanya hanya terdiridari Kujang Ciung dan Kujang Kuntul. Hal ini karena bentuknya yang langsing,tidak terlalu galabag (berbadan lebar, dan ukurannya biasanya lebih kecil dariukuran kujang kaum pria.
Untuk membedakan status pemiliknya, kujang untuk kaumwanita pun sama dengan untuk kaum pria, yaitu ditentukan oleh banyaknya mata,pamor, dan bahan yang dibuatnya. Kujang untuk para puteri kalangan menak Pakuanbiasanya kujang bermata-5, Pamor Sulangkar, dan bahannya dari besi kuningpilihan. Sedangkan (kujang) wanita fungsi lainnya kujang bermata-3 ke bawahmalah sampai Kujang Buta, Pamor Tutul, bahannya besi baja pilihan.
Kaum wanita Pajajaran yang bukan menak tadi, di sampingmenggunakan kujang ada pula yang memakai perkakas khas wanita lainnya, yaituyang disebut Kudi, alat ini kedua sisinya berbentuk sama, seperti tidak adabagian perutdan punggung, juga kedua sisinya bergerigi seperti pada kujang, ukurannyarata-rata sama dengan ukuran Kujang Bikang (kujang pegangan kaum wanita),langsing, panjang kira-kira 1 jengkal termasuk tangkainya, bahannya semua besi-baja,lebih halus, dan tidak ada yang memamai mata.
Proses Pembuatan Kujang
Pada zamannya Kerajaan Pajajaran Sunda masih jaya, setiap proses pembuatanbenda-benda tajam dari logam termasuk pembuatan senjata kujang, adapatokan-patokan tertentu yang harus dipatuhi, di antaranya:
1. Patokan Waktu
Mulainyamengerjakan penempaan kujang dan benda-benda tajam lainnya, ditandai olehmunculnya Bintang Kerti, hal ini terpatri dalam ungkapan “Unggah kidang turunkujang, nyuhun kerti turun beusi”, artinya ‘Bintang Kidang mulai naik di ufukTimur waktu subuh, pertanda masanya kujang digunakan untuk “nyacar” (mulaiberladang). Demikian pula jika Bintang Kerti ada pada posisi sejajar di ataskepala menyamping agak ke Utara waktu subuh, pertanda mulainya mengerjakanpenempaan benda-benda tajam dari logam (besi-baja)’. Patokan waktu seperti ini,kini masih berlaku di lingkungan masyarakat “Urang Kanékés” (Baduy).
2. Kesucian “Guru Teupa” (Pembuat Kujang)
SeorangGuru Teupa (Penempa Kujang), waktu mengerjakan pembuatan kujang mesti dalamkeadaan suci, melalui yang disebut “olah tapa” (berpuasa). Tanpa syaratdemikian, tak mungkin bisa menghasilkan kujang yang bermutu. Terutama sekalidalam pembuatan Kujang Pusaka atau kujang bertuah. Di samping Guru Teupa mestimemiliki daya estetika dan artistika tinggi, ia mesti pula memiliki ilmukesaktian sebagai wahana keterampilan dalam membentuk bilah kujang yangsempurna seraya mampu menentukan “Gaib Sakti” sebagai tuahnya.
3. Bahan Pembuatan Kujang
Untukmembuat perkakas kujang dibutuhkan bahan terdiri dari logam dan bahan lainsebagai pelengkapnya, seperti:
- Besi,besi kuning, baja, perak, atau emas sebagai bahan membuat waruga (badan kujang)dan untuk selut (ring tangkai kujang).
- Akarkayu, biasanya akar kayu Garu-Tanduk, untuk membuat ganja atau landean (tangkaikujang). Akar kayu ini memiliki aroma tertentu.
- Papan,biasanya papan kayu Samida untuk pembuatan kowak atau kopak (sarung kujang).Kayu ini pun memiliki aroma khusus.
- Emas,perak untuk pembuatan “mata” atau “pamor” kujang pusaka ataukujang para menakPakuan dan para Pangagung tertentu. Selain itu, khusus untuk “mata” banyak pulayang dibuat dari batu permata yang indah-indah.
- “Peurah”(bisa binatang) biasanya “bisa Ular Tiru”, “bisa Ular Tanah”, “Bisa UlarGibug”, “bisa Kelabang” atau “bisa Kalajengking”. Selain itu digunakan pularacun tumbuh-tumbuhan seperti “getah akar Leteng” “getah Caruluk” (buah Enau)atau “serbuk daun Rarawea”, dsb. Gunanya untuk ramuan pelengkap pembuatan”Pamor”. Kujang yang berpamor dari ramuan racun-racun tadi, bisa mematikanmusuh meski hanya tergores.
- “Gaib Sakti”sebagai isi, sehingga kujang memiliki tuah tertentu. Gaib ini terdiri dari yangbersifat baik dan yang bersifat jahat, bisa terdiri dari gaib Harimau, gaibUlat, gaib Ular, gaib Siluman, dsb. Biasanya gaib seperti ini diperuntukan bagiisi kujang yang pamornya memakai ramuan racun sebagai penghancur lawan.Sedangkan untuk Kujang Pusaka, gaib sakti yang dijadikan isi biasanya paraarwah leluhur atau para “Guriyang” yang memiliki sifat baik, bijak, dan bajik.
4. Tempat (Khusus) Pembuatan Kujang
Tempat untukmembuat benda-benda tajam dari bahan logam besi-baja, baik kudi, golok, sunduk,pisau, dsb. Dikenal dengan sebutan Gosali, Kawesen, atau Panday. Tempat khususuntuk membuat (menempa) perkakas kujang disebut Paneupaan.
Sepertidalam lakon Pantun Bogor kisah “Kalangsunda Makalangan” terdapat ungkapan yangmenggamvarkan kemiripan rupa tokoh Kumbang Bagus Setra dan Rakean Kalang Sundadengan kalimat berbunyi: “Yuni Kudi sa-Gosali, rua Kujang sa-Paneupaan”,ungkapan tersebut mengindi-kasikan bahwa istilah “Paneupaan” benar-benar berupanama untuk tempat pembuatan perkakas kujang. Hal ini lebih diperjelas lagidengan sebutan “Guru Teupa” bagi si pembuat kujang, yang mungkin sederajatdengan “Empu” pembuat keris di lingkungan masyarakat Jawa.
Cara Membawa Kujang
Membawa perkakas kujang tidak hanya satu cara, namun tergantung kepada bentuk dan ukuran besar kecilnya dan kadar kesakralannya.
- Disoren;yaitu dengan cara digantungkan pada pinggang sebelah kiri dengan menggunakansabuk atau tali pengikat yang diikatkan ke pinggang. Yang dibawa dengan caradisoren ini, Kujang Galabag (berbadan lebar) seperti Kujang Naga dan KujangBadak sebab kowaknya (sarungnya) cukup lebar.
- Ditogel;yaitu dengan cara diselipkan pada sabuk di depan perut tanpa menggunakan talipengikat. Kujang yang dibawa dengan cara ini yaitu Kujang Bangking (kujangberbadan kecil) seperti Kujang Ciung, Kujang Kuntul, Kujang Bangkong, KujangJago, Kudi yang ukuran kowaknya pun lebih kecil. Demikian pula kujang yangtermasuk “Kujang Ageman” (bertuah) selalu dibawa dengan cara ditogel.
- Dipundak;yaitu dengan cara dipikul tangkainya yang panjang, seperti membawa tombak. Yangdibawa dengan cara demikian hanya khusus Kujang Pangarak, karena memilikitangkai panjang.
- Dijinjing;yaitu dengan cara ditenteng, dipegang tangkainya. Kujang yang dibawa dengan cara ini hanya Kujang pamangkas, sebab kujang ini tidak memakai sarung (kowak) alias telanjang.
Tersebar berita bahwa cara menggunakan kujang konon dengan cara dijepit ekornya (paksi-nya)yang telanjang tanpa “ganja” (tangkai) menggunakan ibu jari kaki. Sedangkancara lain, yaitu dengan dijepit menggunakan telunjuk dan ibu jari kemudianditusuk-tusukan ke badan lawan. Alasan mengapa cara menggunakannya demikian,sebab katanya kujang memang berupa senjata “telanjang” tanpa tangkai dan tanpasarung (kowak).
Jika para Guru Teupa penempa Kujang Pajajaran sengaja membuatnya demikian, hal itumerupakan pekerjaan tanpa perhitungan. Sebab dilihat dari bentuk ekor (paksi)kujang yang banyak ditemukan, bentuknya sama seperti ekor senjata tajam lainnyayang lazim memakai gagang (tangkai) seperti golok, arit, pisau, dsb. Dengancara menggunakannya seperti diutarakan tadi, sedikitnya ia akan terluka jarijemari kakinya ataupun jari jemari tangannya. Lain halnya jika bentuk ekornyatadi dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk dijepit dengan jari jemarinya.
Berita tadijika dibandingkan dengan berita Pantun Bogor dan beberapa temuan penulis,ternyata bertabrakan. Sebagaimana diutarakan pada bagian terdahulu, bahwaKujang Pajajaran merupakan benda tajam yang lengkap memakai ganja (tangkai) danmemakai kowak (sarung). Kalau timbulnya pendapat seperti tadi, hal inimungkinberanjak dari temuan-temuan yang tergali dari dalam tanah, mayoritaskujang telanjang tanpa ganja tanpa kowak bahkan tanpa mata (berlubang-lubang).
Sebenarnya,keberadaan kujang yang ditemukan seperti itu akibat dari terlalu lamanyatertimbun tanah, sehingga ganja atau kowaknya yang terbuat dari kayu mengalamilapuk dan hancur. Sedangkan jarang ditemukan kujang yang masih lengkap denganmatanya, inipun mungkin saja setiap penemu kujang tadi mencungkilnya, sebabkebanyakan mata kujang terbuat dari emas, batu permata yang indah-indah, dancukup mahal harganya. Kujang yang masih lengkap dengan matanya, kini masih bisadilihat di Museum Geusan Ulun Kabupaten Sumedang.
Pada bagian-bagian terdahulu diutarakan, bahwa kujang memiliki fungsi sebagai pusaka, pakarang, pangarak, pamangkas.
- Sebagai pusaka; tuah/daya kesaktian kujang mengandung nilai sakral. Melalui kekuatandaya gaib/kesaktian tersebut kujang digunakan sebagai pelindung keselamatandiri, keluarga, bahkan masyarakat sekelilingnya, demi terhindar dari marabahayayang mengancam
- Sebagai pakarang (senjata); kujang denganukurannya yang relatif pendek, tidak termasuk alat tebas, tapi tergolong alattikam, alat tusuk, alat toreh, dan alatkerat.Wujud senjata ini (secarahipotesis), mungkin disesuaikan dengan karakter manusia Sunda Pajajaran itusendiri yang bersifat defensif tatkala menghadapi marabahaya, tidak bersifatofensif. Hal ini terungkap dari kisah “Pakujajar Majajaran” yang memberitakanbahwa “Sunda Pajajaran lain mudu pinter perang, tapi mudu pinter diperangan”(Sunda Pajajaran bukan mesti pandai berperang, tapi mesti pandai di kaladiperangi). Pernyataan ini terbukti pula, bahwa dalam seluruh cerita pantun,tidak ada satu pun kisah yang memberitakan Kerajaan Pajajaran menyerang ataumenaklukan kerajaan lain, kecuali malah digempur negara lain. Mengingatkarakter Sunda Pajajaran yang defensif tadi, kujang dengan fungsinya sebagaisenjata, bukan hanya untuk menyerang tetapi hanya untuk “bela diri” di kalakeadaan susah sangat terdesak. Dalam cara pembelaan diri tersebut, kujangdigunakan dengan sekali tusuk ke perut, ketika ditarik mampu merobek-robekseisi perut. Atau dengan sekali toreh dan sekali kerat saja musuh bisa langsungsekarat mendadak dan mati.
- Sebagai pangarak (alat upacara); KujangPangarak dalam kegiatan upacara menggunakannya dengan dipikul pada satu prosesitertentu, oleh pelaku barisan terdepan. Dalam keadaan mendesak, kujang semacamini bisa digunakan sebagai alat membela diri dengan cara ditusukkan ataudilemparkan kepada musuh dari jarak agak jauh, sebab kujang ini bertangkaipanjang semacam tombak.
- Sebagai pamangkas (alat pertanian); kujang untuk kegiatan ini yaitu Kujang Pamangkas, menggunakannya untuk menebangipepohonan dalam rangka membuka lahan “huma” (ladang). Sampai dewasa ini kujangsemacam ini masih digunakan di lingkungan masyarakat “Urang Kanékés” (Baduy)dan masyarakat “Pancer Pangawinan”.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.