Amanat Galunggung Prabuguru Darmasiksa Leluhur Sunda
Oleh: Drs. H.R. Hidayat Suryalaga
PURWAWACANA
Amanat Galunggung atau disebut Naskah Ciburuy atau Kropok No.632 yang
merupakan amanat Prabu Guru Darmasiksa merupakan khasanah Budaya Sunda
sebagai kearifan Genus Lokal. Sebenarnya Budaya Lokal dapat ditelusuri
melalui tiga tataran:
- Budaya Lokal yang terdapat di segenap wilayah Nusantara; kajian mengenai hal ini telah banyak digarap para pakar, khususnya dalam kajian Sosiologi dan Antropologi Budaya.
- Budaya Lokal yang terdapat di Wilayah Jawa Barat/Tatar Sunda bersifat umum tersebar di setiap daerah sebagai penanda budaya etnisnya.
- Budaya Lokal yang khusus di satu daerah saja; bisa berdasarkan historis, geografis, filologis, filosofis dan sosiologis. Misalnya saja seperti pada kesempatan sekarang, yaitu seputar Budaya Lokal yang terdapat di wilayah Sukapura/Tasikmalaya, karena lokasi ditemukannya kropak No.632 ini dahulu termasuk wilayah Sukapura.
Beberapa hal yang ingin dicapai kali ini, yaitu untuk:
Menemu-kenali budaya lokal Sukapura/Tasikmalaya. Pada awalnya bisa
ditelusuri dengan menyimak budaya fisik yang bisa diindra, misalnya:
adat istiadat, bahasa, seni, sistem bermasyarakat, mata pencaharian,
iptek dan peralatan. Tentang keberadaan budaya fisik ini, mungkin di
Pemda Kabupaten Tasikmalaya telah banyak data yang terdokumentasikan
dengan lengkap.
Menemu-kenali citra identitasnya, hal ini akan berkaitan erat dengan
sistem nilai (value) dan pandangan hidup (visi) dari masyarakat
pendukung budayanya. Dalam hal ini masyarakat Sukapaura/Tasikmalaya.
Menurut hemat saya, dalam sistem nilai /visi hidup inilah ciri identitas
yang harus ditelusuri, dipilih dan dipilah sehingga tersistemasikan
dengan jelas.
Mencari upaya agar nilai-nilai yang menjadi citra atau identitas
masyarakat Sukapura/Tasikmalaya dapat ditransformasikan dalam kehidupan
sehari-hari bagi masyarakat. Sehingga dapat dijadikan kontribusi lokal
bagi kesejahteraan masyarakat yang berbudaya, yakni masyarakat yang
madani dan mardotillah baik lokal, nasional maupun internasional.
Sehingga dengan berbekal citra identitas yang otentik, kita bisa
membentuk visi hidup yang akan kita wujudkan pada masa kini dan masa
yang akan datang.
Dalam tulisan ini analisis terkonsentrasi pada aspek nilai-nilai
pandangan hidup (value, etika, moral) yang terdapat dalam referensi
kesejarahan (historiografi), seperti halnya yang dijumpai dalam
naskah-naskah kuno yang diterbitkan serta ada keterkaitannya dengan
wilayah Sukapura/Tasikmalaya.
Sedangkan pada bagian tertentu bisa kita telusuri “benang mas”
keotentikan dari nilai-nilai identitas kearifan para leluhur Sunda,
khususnya yang menyangkut Wilayah Sukapura/Tasikmalaya. Dalam tulisan
ini pendekatan analisis yang digunakan secara linguistik tekstual,
filologi dan semiotika (ilmu tentang tanda/lambang).
KERAJAAN SAUNGGALAH I (KUNINGAN)
Awal kisah di mulai dari Kerajaan Saunggalah I (Wilayah Kuningan
sekarang) yang sebenarnya telah eksis sejak awal abad 8M; seperti yang
terinformasikan dalam naskah lama Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa
dengan nama Saunggalah. Rajanya bernama Resiguru Demunawan kakak kandung
Purbasora (Raja di Galuh 716-732M). Ayahnyalah (Rahyang Sempakwaja
yaitu Penguasa Galunggung) yang mendudukkannya menjadi raja di
Saunggalah I.
Tokoh yang mempunyai gelar Resiguru dalam sejarah Sunda hanya
dipunyai oleh tiga tokoh, yaitu Resiguru Manikmaya (Raja di Kendan,
536-568M), Resiguru Demunawan (di Saunggalah I/Kuningan, awal abad 8M)
dan Resiguru Niskala Wastu Kancana (Raja di Kawali, 1371-1475M).
Resiguru adalah gelar yang sangat terhormat bagi seorang raja yang telah
membuat/menurunkan suatu “AJARAN” (visi hidup, teh way of live) bagi
acuan hidup keturunannya (mungkin yang disebut dalam naskah kuna dengan
istilah Sanghyang Linggawesi?).
Bila demikian halnya, maka tidak ayal lagi Resiguru Demunawan, tokoh
cikal bakal Kerajaan Saunggalah I pun mempunyai atau membuat suatu
“AJARAN”. Keyakinan ini dibuktikan oleh seorang keturunannya yang juga
menjadi Raja di Saunggalah I (Kuningan) dan kemudian pindah menjadi raja
di Saunggalah II (Mangunreja/Sukapura) yaitu PRABUGURU DARMASIKSA
(1175-1297 M) yang memerintah selama 122 tahun (!).
Prabuguru Darmasiksa pertama kali memerintah di Saunggalah I
(persisnya sekarang di desa Ciherang, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan
selama beberapa tahun) yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari
istrinya yang berasal dari Darma Agung, yang bernama Prabu Purana
(Premana?).
KERAJAAN SAUNGGALAH II (MANGUNREJA – SUKAPURA – TASIKMALAYA)
Kemudian Prabuguru Darmasiksa pindah ke Saunggalah II (sekarang
daerah Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya),
yang nantinya kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu
Ragasuci. Adapun Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Karajaan
Sunda (Pakuan) sampai akhir hayatnya.
Setelah ditelusuri, ternyata Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang
meletakkan dasar-dasar Pandangan Hidu/Visi ajaran hidup secara tertulis
berupa nasehat. Naskahnya disebut sebagai AMANAT DARI GALUNGGUNG,
disebut juga sebagai NASKAH CIBURUY (nama tempat di Garut Selatan tempat
ditemukan naskah Galunggung tsb) atau disebut pula KROPAK No.632,
ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar yang terdiri atas 12 halaman;
menggunakan aksara Sunda Kuna.
Dalam naskah Amanat Dari Galunggung diharapkan kita akan dapat
menyebutnya sebagai “AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA” yang hanya terdiri
dari 6 lembar daun nipah. Didalam amanat ini tersirat secara lengkap apa
visi hidup yang harus dijadikan pegangan masyarakat dan menjadi citra
jatidiri kita (khususnya Sukapura/Tasikmalaya), lebih makronya lagi bagi
orang Sunda yang kemudian mungkin merupakan kontribusi bagi kepentingan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang berwawasaan Nusantara.
Di bawah rangkuman amanat-amanat Prabuguru Darmasiksa dari setiap
halaman (yang diberi nomor sesuai dengan terjemahan Saleh Danasasmita
dkk, 1987).
Sistematika rangkuman tersebut terbagi dalam 4 point:
- Amanat yang bersifat pegangan hidup /cecekelan hirup.
- Amanat yang bersifat perilaku yang negatif (non etis) ditandai dengan kata penafian “ulah” (jangan).
- Amanat yang bersifat perilaku yang positif (etis) ditandai dengan kata imperatif “kudu” (harus).
- Kandungan nilai, sebagai interpretasi penulis.
AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA
HALAMAN 1
Pegangan Hidup:
Prabu Darmasiksa menyebutkan lebih dulu 9 nama-nama raja leluhurnya.
Darmasiksa memberi amanat ini adalah sebagai nasihat kepada: anak,
cucu, umpi (turunan ke-3), cicip (ke-4), muning (ke-5), anggasantana
(ke-6), kulasantana (ke-7), pretisantana (ke-8), wit wekas ( ke-9,
hilang jejak), sanak saudara, dan semuanya.
Kandungan Nilai:
Mengisyaratkan kepada kita bahwa harus menghormati/mengetahui siapa para leluhur kita. Ini kesadaran akan sejarah diri.
Mengisyaratkan pula kesadaran untuk menjaga kualitas (SDM) keturunannya dan seluruh insan-insan masyarakatnya.
HALAMAN 2
Pegangan Hidup:
Perlu mempunyai kewaspadaan akan kemungkinan dapat direbutnya
kemuliaan (kewibawaan dan kekuasaan) serta kejayaan bangsa sendiri oleh
orang asing.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan merasa diri yang paling benar, paling jujur, paling lurus.
Jangan menikah dengan saudara.
Jangan membunuh yang tidak berdosa.
Jangan merampas hak orang lain.
Jangan menyakiti orang yang tidak bersalah.
Jangan saling mencurigai.
Kandungan Nilai:
Sebagai suatu bangsa (Sunda) harus tetap waspada, tidak boleh lengah
jangan sampai kekuasaan dan kemuliaan kita/Sunda direbut/didominasi oleh
orang asing.
Kebenaran bukan untuk diperdebatkan tapi untuk diaktualisasikan.
Pernikahan dengan saudara dekat tidak sehat.
Segala sesuatu harus mengandung nilai moral.
HALAMAN 3
Pegangan Hidup:
Harus dijaga kemungkinan orang asing dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan).
Siapa saja yang dapat menduduki tanah yang disakralkan (Galunggung),
akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan
sampai turun temurun.
Bila terjadi perang, pertahankanlah kabuyutan yang disucikan itu.
Cegahlah kabuyutan (tanah yang disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing.
Lebih berharga kulit lasun (musang) yang berada di tempat sampah dari
pada raja putra yang tidak bisa mempertahankan kabuyutan/tanah airnya.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan memarahi orang yang tidak bersalah.
Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.
Kandungan Nilai:
Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan, bisa dikonotasikan sebagai
tanah air (lemah cai, ibu pertiwi). Untuk orang Sunda adalah Tatar
Sunda-lah tanah yang disucikannya (kabuyutannya). Untuk orang
Sukapura/Tasikmalaya ya wilayahnya itulah tanah yang disucikannya.
Siapa yang bisa menjaga tanah airnya akan hidup bahagia.
Pertahankanlah eksistensi tanah air kita itu. Jangan sampai dikuasai orang asing.
Alangkah hinanya seorang anak bangsa, jauh lebih hina dan menjijikan
dibandingkan dengan kulit musang (yang berbau busuk) yang tercampak di
tempat sampah (tempat hina dan berbau busuk), bila anak bangsa tsb tidak
mampu mempertahankan tanah airnya.
Hidup harus mempunyai etika.
HALAMAN 4
Pegangan Hidup:
Hindarilah sikap tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri.
Orang yang melanggar aturan, tidak tahu batas, tidak menyadari akan
nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang
“halus”.
Orang yang keras kepala, yaitu orang yang ingin menang sendiri, tidak
mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak mengindahkan ajaran moral
(patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi tegal.
Kandungan Nilai:
Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk mentaati “pantangan” diri
sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar hukum, bermoral; tahu
batas dan dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Orang yang moralnya rusak sulit diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang keras kepala.
HALAMAN 5
Pegangan Hidup:
Orang yang mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya,
berjaya. Orang yang tetap hati seibarat telah sampai di puncak gunung.
Bila kita tidak saling bertengkar dan tidak merasa diri paling lurus
dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia akan tenteram, ibarat
gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening airnya; seperti kita
kembali ke kampung halaman tempat berteduh.
Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan hidup kita semua.
Jangan kosong (tidak mengetahui) dan jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur.
Semua yang dinasihatkan bagi kita semua ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.
Kandungan Nilai:
Manusia harus rendah hati jangan angkuh.
Agama sebagai pegangan hidup harus ditegakkan.
Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.
HALAMAN 6
Pegangan Hidup:
Sang Raja Purana merasa bangga dengan ayahandanya (Rakeyan
Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang lengkap dan
sempurna.
Bila ajaran Darmasiksa ini tetap dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi:
- Raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya;
- Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan.
- Ahli strategi akan unggul perangnya.
- Pertanian akan subur.
- Panjang umur.
SANG RAMA (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas kemakmuran hidup.
SANG RESI (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab atas kesejahteraan.
SANG PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas kelancaran pemerintahan
Perilaku Yang Negatif:
Jangan berebut kedudukan.
Jangan berebut penghasilan.
Jangan berebut hadiah.
Perilaku Yang Positif:
Harus bersama- sama mengerjakan kemuliaan, melalui: perbuatan, ucapan dan itikad yang bijaksana.
Kandungan Nilai:
Seorang ayah/orang tua harus menjadi kebangagan puteranya/keturunannya.
Melaksanakan ajaran yang benar secara konsisten akan mewujudkan ketenteraman dan keadil-makmuran.
Bila tokoh yang tiga (Rama, Resi dan Prabu), biasa disebut dengan Tri
Tangtu di Bumi (Tiga penentu di Dunia), berfungsi dengan baik, maka
kehidupan pun akan sejahtera.
Hidup jangan serakah.
Kemuliaan itu akan tercapai bila dilandasi dengan tekad, ucap dan lampah yang baik dan benar.
HALAMAN 7
Pegangan Hidup:
Kita akan menjadi orang terhormat dan merasa senang bila mampu menegakkan agama/ajaran.
Kita akan menjadi orang terhormat/bangsawan bila dapat menghubungkan kasih sayang/silaturahmi dengan sesama manusia.
Itulah manusia yang mulia.
Dalam ajaran patikrama (etika), yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan.
Buruk amalnya ya buruk pula tapanya, sedang amalnya ya sedang pula tapanya; sempurna amalnya/kerjanya ya sempurna tapanya.
Kita menjadi kaya karena kita bekerja, berhasil tapanya.
Orang lainlah yang akan menilai pekerjaan/tapa kita.
Perilaku Yang Positif:
Perbuatan, ucapan dan tekad harus bijaksana.
Harus bersifat hakiki, bersungguh-sungguh, memikat hati, suka mengalah, murah senyum, berseri hati dan mantap bicara.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan berkata berteriak, berkata menyindir-nyindir, menjelekkan sesama orang dan jangan berbicara mengada-ada.
Kandungan Nilai:
Manusia yang mulia itu adalah yang taat melaksanakan agama/ajaran dan mempererat silaturahmi dengan sesama orang.
Dalam budaya Sunda, yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja/berkarya.
Etika dan tatakrama dalam bermasyarakat perlu digunakan.
HALAMAN 8
Pegangan Hidup:
Bila orang lain menyebut kerja kita jelek, yang harus disesali adalah diri kita sendiri.
Tidak benar, karena takut dicela orang, lalu kita tidak bekerja/bertapa.
Tidak benar pula bila kita berkeja hanya karena ingin dipuji orang.
Orang yang mulia itu adalah yang sempurna amalnya, dia akan kaya karena hasil tapanya itu.
Camkan ujaran para orang tua agar masuk surga di kahiyangan.
Kejujuran dan kebenaran itu ada pada diri sendiri.
Itulah yang disebut dengan kita menyengaja berbuat baik.
Perilaku Yang Positif:
Yang disebut berkemampuan itu adalah:
Harus cekatan, terampil, terampil, tulus hati, rajin dan tekun,
bertawakal, tangkas, bersemangat, superwira/berjiwa pahlawan, cermat,
teliti, penuh keutamaan dan berani tampil. Yang dikatakan semua ini
itulah yang disebut orang yang BERHASIL TAPANYA, BENAR-BENAR KAYA,
KESEMPURNAAN AMAL YANG MULIA.
Kandungan Nilai:
Manusia perlu introspeksi dan retrospeksi.
Jangan menyalahkan orang lain.
Berkerja harus iklas jangan karena ingin dipuji orang.
Orang yang mulia itu adalah orang yang bekerja/beramal/berkarya.
Kejujuran dan kebenaran ada di dalam diri pribadi, itu adalah hati nurani.
Manusia yang mulia itu adalah yang mempunyai kualitas SDM prima.
HALAMAN 9
Pegangan Hidup:
Perlu diketahui bahwa yang mengisi neraka itu adalah manusia yang
suka mengeluh karena malas beramal; banyak yang diinginkannya tetapi
tidak tersedia di rumahnya; akhirnya meminta-minta kepada orang lain.
Perilaku Yang Negatif:
Arwah yang masuk ke neraka itu dalam tiga gelombang, berupa manusia
yang pemalas, keras kepala, pandir/bodoh, pemenung, pemalu, mudah
tersinggung/babarian, lamban, kurang semangat, gemar tiduran, lengah,
tidak tertib, mudah lupa, tidak punya keberanian/pengecut, mudah kecewa,
keterlaluan/luar dari kebiasaan, selalu berdusta, bersungut-sungut,
menggerutu, mudah bosan, segan mengalah, ambisius, mudah terpengaruh,
mudah percaya padangan omongan orang lain, tidak teguh memegang amanat,
sulit hati, rumit mengesalkan, aib dan nista.
Kandungan Nilai:
Manusia perlu menyadari keadaan dirinya.
Jangan konsumtif tetapi harus produktif dan pro aktif, beretos kerja
tinggi serta mempunyai kepribadian dan berkarakater yang positif.
Karater yang negatif membawa kesengsaraan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
HALAMAN 10
Pegangan Hidup:
Orang pemalas tetapi banyak yang diinginkannya selalu akan meminta dikasihani orang lain. Itu sangat tercela.
Orang pemalas seperti air di daun talas, plin-plan namanya. Jadilah dia manusia pengiri melihat keutamaan orang lain.
Amal yang baik seperti ilmu padi makin lama makin merunduk karena penuh bernas.
Bila setiap orang berilmu padi maka kehidupan masyarakat pun akan seperti itu.
Janganlah meniru padi yang hampa, tengadah tapi tanpa isi.
Jangan pula meniru padi rebah muda, hasilnya nihil, karena tidak dapat dipetik hasilnya.
Kandungan Nilai:
Minta dikasihani orang itu adalah tercela.
Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia, sehingga kualitas dirinya prima, seperti padi yang bernas.
Orang yang pongah, tidak berilmu dan berkarakter rendah tak ubahnya seperti padi hampa.
HALAMAN 11
Pegangan Hidup:
Orang yang berwatak rendah, pasti tidak akan hidup lama.
Sayangilah orang tua, oleh karena itu hati-hatilah dalam memilih isteri, memilih hamba agar hati orang tua tidak tersakiti.
Bertanyalah kepada orang-orang tua tentang agama hukum para leluhur, agar hirup tidak tersesat.
Ada dahulu (masa lampau) maka ada sekarang (masa kini), tidak akan ada masa sekarang kalau tidak ada masa yang terdahulu.
Ada pokok (pohon) ada pula batangnya, tidak akan ada batang kalau tidak ada pokoknya.
Bila ada tunggulnya maka tentu akan ada batang (catang)-nya.
Ada jasa tentu ada anugerahnya. Tidak ada jasa tidak akan ada anugerahnya.
Perbuatan yang berlebihan akan menjadi sia-sia.
Kandungan Nilai:
Orang berwatak rendah akan dibenci orang mungkin dibunuh orang,
hidupnya tidak akan lama, namanya pun tidak dikenang orang dengan baik.
Hormatilah dan senangkanlah hati orang tua.
Banyak bertanya agar hidup tidak tersesat.
Kesadaran akan waktu dan sejarah.
Kesadaran akan adanya “reward” yang harus diimbangi dengan jasa/kerja.
HALAMAN 12
Pegangan Hidup:
Perbuatan yang berlebihan akan menjadi sia- sia, dan akhirnya sama saja dengan tidak beramal yang baik.
Orang yang terlalu banyak keinginannya, ingin kaya sekaya-kayanya,
tetapi tidak berkarya yang baik, maka keinginannya itu tidak akan
tercapai.
Ketidak-pastian dan kesemrawutan keadaan dunia ini disebabkan karena
salah perilaku dan salah tindak dari para orang terkemuka, penguasa,
para cerdik pandai, para orang kaya; semuanya salah bertindak, termasuk
para raja di seluruh dunia.
Bila tidak mempunyai rumah/kekayaan yang banyak ya jangan beristri banyak.
Bila tidak mampu berproses menjadi orang suci, ya jangan bertapa.
Kandungan Nilai:
Pekerjaan yang sia-sia sama saja dengan tidak berkarya.
Tanpa berkarya tak akan tercapai cita-cita.
Ketidak tenteraman di masyarakat karena para cerdik pandai, birokrat dan orang-orang kaya salah dalam berperilaku dan bertindak.
Pandailah mengukur kemampuan diri, agar tidak sia-sia.
HALAMAN 13
Pegangan Hidup:
Keinginan tidak akan tercapai tanpa berkarya, tidak punya
keterampilan, tidak rajin, rendah diri, merasa berbakat buruk. Itulah
yang disebut hidup percuma saja.
Tirulah wujudnya air di sungai, terus mengalir dalam alur yang
dilaluinya. Itulah yang tidak sia-sia. Pusatkan perhatian kepa cita-cita
yang diinginkan. Itulah yang disebut dengan kesempurnaan dan keindahan.
Teguh semangat tidak memperdulikan hal-hal yang akan mempengaruhi tujuan kita.
Perilaku Yang Positif:
Perhatian harus selalu tertuju/terfokus pada alur yang dituju.
Senang akan keelokan/keindahan.
Kuat pendirian tidak mudah terpengaruh.
Jangan mendengarkan ucapan-ucapan yang buruk.
Konsentrasikan perhatian pada cita-cita yang ingin dicapai.
Kandungan Nilai:
Harus mempunyai SDM yang berkualitas prima.
Konsenrtrasi dan fokus perhatian sangat penting dalam mencapai cita-cita.
Itulah intisari naskah AMANAT DARI GALUNGGUNG (KROPAK 632), yang disebut dengan AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA.
Kini terpulang kepada kita dalam menelusuri, memilih serta memilah
dan mensistemasikan nilai-nilai luhur yang diamanatkan oleh Rajaguru
Darmasiksa kepada kita Urang Sunda (Saunggalah I, II, Galuh, Sunda),
bukankah dengan tegas beliau mengamanatkan bahwa amanatnya ini ditujukan
bagi kita semuanya untuk terus berusaha mewujudkan masyarakat yang
berbudaya.
KINI KITA HIDUP DI ABAD 21
Nilai-nilai yang menjadi Citra Identitas suatu Budaya (lokal) akan
berkaitan erat dengan Otentisitas perilaku/visi hidup masyarakat
pendukung budaya lokal tersebut. Tetapi otentisitas jatidiri masyarakat
itu pun terdiri dari otentisitas jati diri pribadi-pribadi manusianya
secara individual. Ini berarti setiap individu yang berada di wilayah
Sukapura/Tasikmalaya (khususnya) harus mempunyai kualitas jatidiri yang
bercitra identitas otentik sesuai dengan pandangan hidup yang dianutnya
(masyarakat pendukung budayanya).
Bila azas ontentisitas ini akan dijadikan dasar acuan maka perlu
diusahakan pentransformasian nilai-nilai yang khas tadi kepada seluruh
masyarakat pendukungnya. Hal ini diperlukan untuk mensosialisasikan
sekaligus menjadi teladan, sehingga masyarakat Sunda tidak hanya menjadi
obyek tapi berperan sebagai subyek, adaptif tetapi proaktif, yang dapat
NGINDUNG KA WAKTU BARI NGABAPAAN JAMAN.
Nilai-nilai kearifan budaya lokal yang demikian bermakna, apabila
kita tidak menyiasati untuk secepatnya diaktualisasikan dalam kehidupan
sehari-hari, maka makna nilai-nilai luhur tadi hanya akan terbatas
menjadi Pengetahuan/Knowledge/Kanyaho saja. Dalam hal ini hanya untuk
memenuhi hasrat bernostalgia dan bermimpi saja, arogansi yang
feodalistik, yang tidak ada manfaatnya bagi karakter bangsa.
Apabila kita telaah selintas, Amanat Prabu Guru Darmasiksa ini
sepertinya hanya diperuntukkan bagi entitas Sukapura saja, tetapi
sebenarnya tidaklah demikian. Amanat ini berkaitan dengan wilayah Galuh
sebagai asal mula leluhur Prabuguru Darmasiksa, Wilayah Saunggalah I
(Kuningan), Wilayah Sukapura, Wilayah Suci (Garut) dan akhirnya seluruh
wilayah Kerajaan Sunda, karena beliau dinobatkan menjadi Penguasa
Kerajaan Sunda sampai akhir hayatnya. Maka pada akhirnya Amanat Prabu
Guru Darmasiksa ini diperuntukkan bagi seluruh entitas Ki Sunda. Bahkan
lebih dari itu, pada awalnya Wawasan Nusantara ini juga termasuk wilayah
Sunda Kecil dan Sunda Besar. Maka tak ayal lagi amanat ini pun
diperuntukkan bagi seluruh Wawasan Nusantara.
Referensi yang gunakan:
Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa – Parwa 1 Sargha 1-4. Agus Aris
Munandar dan Edi S. Ekadjati. Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1991.
Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Drs. Saleh
Danasasmita dkk. Pemerintah Propinsi Daerah Tk I. Jawa Barat, 1983-1984.
Sewaka Darma. Sanghiyang Siksa Kandang Karesian – Amanat Gakunggung. Ayatrohaedi dkk. Depdikbud, 1987.
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.