Situ Cisanti: Di Sini Citarum Berawal
Situ Cisanti, yang terletak di kaki Gunung Wayang,sekitar 60 kilometer
sebelah selatan Kota Bandung dapat ditempuh oleh kendaraan sekitar 2-3
jam.
Jika Anda termasuk salah satu yang mulai kehilangan harapan akan
pulihnya Sungai Citarum, sungai terbesar dengan panjang 269 kilometer
yang membelah 12 kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat ini, maka
datanglah berkunjung ke Situ Cisanti. Ibarat mata air yang terus
mengalir, harapan akan pulihnya Sungai Citarum berangsur-angsur pulih
kembali di sini.Tentu saja, hal ini juga berlaku bagi Anda yang ingin
berwisata melepas kepenatan di akhir pekan.
Situ Cisanti termasuk ke dalam area Perum Perhutani di kampung Pejaten
Desa Tarumajaya, kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung. Di kawasan
terdapat tujuh mata air yaitu Pangsiraman, Cikoleberes, Cikawedukan,
Cikahuripan, Cisadane, Cihaniwung dan Cisanti. Tujuh mata air ini
mengalir ke Situ Cisanti sebelum mengalir ke Sungai Citarum dan
berakhir di Laut Utara Jawa, yaitu di Muara Gembong Bekasi.
Berjalan mengitari Situ Cisanti seluas sekitar 10 hektar di kaki Gunung
Wayang (1800 meter) menghirup udara sejuk dan menikmati kehijauan di
sekeliling adalah kegiatan yang menyenangkan untuk dilakukan di kawasan
ini. Selain itu, duduk-duduk di pinggir situ, atau kalau Anda berani
dan tahan dingin, maka Anda dapat bergabung dengan para pencari lumut,
ikan, remis atau kijing yang hidup di situ Cisanti, menceburkan diri ke
air situ yang dingin.
Mata Air Pangsiraman
Dari tujuh mata air yang ada di Situ Cisanti, yang paling sering
dikunjungi pengunjung adalah mata air Pangsiraman. Mata air Pangsiraman
ini dikelilingi oleh pagar besi dan terdapat bangunan bagi mereka yang
ingin melakukan “ziarah” di kawasan ini.
Di kawasan mata air Pangsiraman, air kebiruan, sangat jernih dan sangat
sejuk ini, sulit rasanya menahan godaan untuk tidak segera terjun ke
air. Meskipun hal ini kurang disarankan. Di mata air dimana Anda
menyaksikan air keluar dari perut bumi di dasar mata air, membentuk
pusaran-pusaran pasir, ada semacam tata krama untuk melakukan mandi,
jadi tidak bisa asal hantam kromo langsung terjun.
Terdapat dua bagian yaitu bagian untuk laki-laki dan perempuan.
Biasanya hal ini berlaku di malam-malam yang dianggap baik untuk
melakukan ziarah, seperti pada Kamis malam. Ada pula juru kunci yang
siap menolong untuk “memandikan” Anda seperti layaknya melakukan
siraman dimana seluruh tubuh akan dibasahi oleh air guyuran dari mata
air. Menurut salah satu juru kunci Pangsiraman, tujuan orang berziarah
bermacam-macam, tetapi yang lazim ditemui adalah mereka yang ingin
mencari ketenangan, jodoh, kekayaaan atau jabatan.
Jika tidak ingin “mandi ziarah”, Anda masih boleh kok untuk sekedar
mencuci muka, membasuh badan atau bahkan berendam di mata air ini.
Petilasan
Sekitar 300 meter di belakang mata air Pangsiraman, terdapat pula
sebuah makam. Menurut juru kunci, makam ini bukanlah makam
sesungguhnya, melainkan menjadi semacam situs untuk petilasan.
Menurut kabar, kawasan ini pernah didatangi oleh Dipatiukur, yang
merupakan wedana para bupati Priangan abad ke-17. Dipatiukur memimpin
pasukan untuk menyerang Belanda di Batavia pada tahun 1628. Disebutkan
bahwa kekalahan Dipatiukur dikarenakan adanya pengkhianatan oleh
pemimpin masyarakat Sunda lain, sehingga Dipatiukur dan pengikutnya
kemudian dihancurkan.
Catatan lain juga menyebutkan bahwa Bujangga Manik, putra Raja
Padjajaran, pada abad ke-5 mengunjungi daerah ini, pada perjalanannya
mengunjungi tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali, berjalan kaki
seorang diri. (Ci Tarum Mengalir Sampai ke Hati, T.Bachtiar)
Karena keindahannya, tidak heran jika kawasan ini masih terus dikunjungi oleh banyak pengunjung hingga ber-abad-abad kemudian.
Gunung Wayang dan Pengalengan
Bagi para peminat olahraga alam bebas, mendaki Gunung Wayang, yang
tingginya sekitar 1800 meter di atas permukaan laut itu menjadi salah
satu agenda kegiatan. Meskipun puncak gunung sudah tampak dekat dilihat
dari arah Situ Cisanti, menurut Iwang, dari kelompok pencinta alam
Wanapasa, mendaki hingga ke puncak Gunung Wayang membutuhkan waktu
sekitar 4-6 jam.
“Harus membawa persiapan cadangan air yang banyak, karena di atas tidak
ada sumber air. Selain itu jangan lupa membawa perlengkapan makanan
dan perlengkapan lain seperti jas hujan, menggunakan sepatu trekking
yang baik, peraturan standar dalam melakukan kegiatan alam bebas” kata
Iwang.
Membuka tenda dan berkemah dapat dilakukan di seputar Situ Cisanti,
Anda memerlukan ijin di pos Kehutanan di pintu masuk ke kawasan Situ
Cisanti ini. Bagi Anda yang ingin bermalam di kawasan ini, ada semacam
rumah panggung di dekat pos Kehutanan yang disewa dengan harga sekitar
Rp 300-400 ribu per malam. Alternatif lain adalah bermalam di rumah
penduduk. Jangan lupa meminta ijin kepala desa setempat.
Menjelajah kawasan ini juga mengasyikkan, meskipun jalan raya berlubang
di sana-sini dan membuat kendaraan dan waktu tempuh menjadi lebih
lambat. Ada ruas jalan yang sudah dibeton, tapi “kemewahan” ini hanya
sebentar, selanjutnya silahkan menikmati goncangan berkendara.
Keluar dari kawasan Situ Cisanti, Anda bisa menjelajah dan sampai ke
Pengalengan, suatu kawasan wisata yang terkenal akan industri susu,
perkebunan teh dan wisata danau Situ Cileunca serta arung jeram Sungai
Panglayangan. Namun, karena jalan yang berlubang dan di berbagai bagian
nyaris menjadi jalan tanah sepenuhnya, maka sebaiknya Anda menggunakan
mobil 4 wheel drive. Menggunakan sepeda motor juga bisa dilakukan, tapi
harus ekstra hati-hati karena jalan yang rusak dan licin. Waktu tempuh
bervariasi antara dua-empat jam karena faktor jalan rusak ini.
Pergulatan Masalah dan Inisiatif
Mengunjungi
Cisanti, mata dimanjakan oleh keindahan alam yang menghampar di
sepanjang perjalanan. Meskipun demikian, jika kita mengamati lebih
lanjut, maka bukit dan lereng-lereng gunung yang seyogyanya ditutupi
oleh hamparan hutan tergantikan oleh perladangan yang dilakukan di
lereng-lereng bukit dan gunung.
Kenikmatan
menikmati alam terinsterupsi dan berganti pertanyaan. Apakah aman bagi
masyarakat dan lingkungan jika akar-akar kuat pohon yang dulunya
mencengkram tanah dan menahannya agar tidak terjadi longsor, kini
berganti dengan akar-akar tanaman sayuran yang kita tahu jika panen,
tanaman ini akan dicabut dan akarnya terlepas dari tanah. Lalu, siapa
yang akan mampu menahan tanah agar tidak terjun menuruni lereng-lereng,
yang kemudian akan masuk ke dalam sungai yang mengalir di bawah
kaki-kaki bukit ini?
Setelah
puas menikmati sejuknya mata air Pangsiraman, lagi-lagi nafas terhenyak
ketika mendapati sekitar 700 meter dari mata air jernih itu,
kandang-kandang sapi dibangun di pinggir aliran sungai. Sebenarnya tidak
masalah, karena sapi baik susu, daging dan kotorannya jika diolah dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, tetapi yang membuat
miris adalah ketika kotoran sapi dari kandang-kandang ini dieglontorkan
langsung ke aliran sungai berair jernih. Sekejap saluran air bening
berubah menjadi hijau tua.
Menurut
data Kompas, April 2011, disebutkan ada sekitar 1,500 peternak di
Kecamatan Kertasari ini dan sekitar 5,500 sapi. Dalam hitungan kasar,
jika satu sapi mengeluarkan kotoran 15 kilogram per harinya, maka
setidaknya akan ada 82,5 ton limbah sapi yang dibuang dan ikut mewarnai
sungai.
Berbicara
mengenai lingkungan memang tidak akan ada habisnya. Kadang kita
mendengar masalah, tapi kadang kita akan mendengar inisiatif dan upaya
perbaikan. Yang terakhir itu akan dapat menyejukkan batin sejenak.
Di
desa-desa seputaran Cisanti ini, ada beberapa warga yang berinisiatif
diawali dengan upaya sendiri. Misalnya usaha untuk menghutankan kembali
petak 73 milik perhutani yang sempat dirambah dan dijadikan lahan
pertanian. Upaya ini dilakukan oleh Agus Derajat dengan rekan-rekannya.
Atau Dede Jauhari, yang nekat membuat sekitar 1,800 embung-embung atau
kolam penampung air di kawasan Kertasari. Menurut Dede, sekitar 400 embung-embung kini berubah kembali menjadi lahan yang dipakai warga berladang. Atau Saiful dan Parman, warga desa Cibeureum dan Cikembang yang memanfaatkan kotoran sapi menjadi pupuk organik. Kesulitan
mereka masih sama, bagaimana cara membuat hubungan antara upaya dan
inisiatif konservasi yang juga bernilai ekonomis dan dapat meningkatkan
penghasilan warga, sehingga upaya dan inisiatif konservasi ini tidak
steril dari keterlibatan warga, namun menjadi bagian kehidupan yang
dapat terus dikembangkan.
Bagaimana Menuju Ke Situ Cisanti?
Jalur
yang saya tempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi adalah dari jalan
belakang RS. Al Islam yang terletak di Jl Soekarno-Hatta Bandung. Dari
Jl Inspeksi Cidurian ambil arah menuju Sapan, dan terus ke arah Ciparay
menuju Pacet.
Rute lain adalah Bandung-Ciwastra-Ciparay-Pacet-Cibeureum dan Kertasari
Saya
perhatikan ada angkot di Sapan, Ciparay dan Pacet. Lalu dari Pacet ke
Kertasari atau desa Tarumajaya ada pangkalan-pangkalan ojek. Tetapi
belum ada kesempatan untuk menanyakan harga trayek angkot dari Bandung ke
Cisanti.
dari : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/07/15/situ-cisanti-di-sini-citarum-berawal-378905.html
dari : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/07/15/situ-cisanti-di-sini-citarum-berawal-378905.html
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.