WILAYAH KERAJAAN MALABAR (dok. Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Banyak
cerita tentang Bandung baheula. Dari legenda Sangkuriang, hingga cerita
tentang banyaknya kerajaan yang tersebar di wilayah Bandung Raya.
Terbukti banyak peninggalan dan isitus kerajaan ditemukan, di antaranya
Kerajaan Malabar di Bandung Selatan yang konon menguasai wilayah Bandung
sekarang.
Meskipun Richard dan Sheila Bennet (1980) mengatakan
bahwa sejarah masa lalu Bandung Raya bagaikan "keping ganjil dari
mainan puzzle sejarah yg tak utuh lagi". Itu tidak berarti Bandung
"sepi" dari temuan sejarah.
Di abad XIX, Van Kinsbergen, Junghuhn, ,
Brumund, Hoepermans, P. van Oort dan S. Muller, mencatat dan
mengumpulkan benda2 bersejarah dari wilayah Bandung. Sebagian dari
temuannya kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Pada
awal th 1950-an tiga orang budayawan Sunda, yakni Pak Sursa (Alm), M.A.
Salmun dan arsitek Suhamir, telah melacak sejarah purba sekitar kota
Bandung. Bekerja sama dgn sarjana Swiss, W. Rothpletz, mereka mengadakan
penelitian pada historical site (situs) di perbukitan Ciumbuleuit.
Selain sisa2 parit pertahanan, pada situs tsb ditemukan pula keramik
porselen Cina, peralatan upacara dari perunggu dan perhiasan
manik-manik. Konon menurut Pak Sursa, temuan benda tsb adalah
peninggalan dari kerajaan "Campaka Warna". Sayang, sepeninggal mereka
hasil penyelidikan tidak diketahui jatuh ke tangan siapa. Sampai sejauh
mana penelitian mereka, tak ada catatan yang dapat mengungkapkannya.
Masih seputar Bandung Raya. Di tepian sungai Citarum, kira-kira 2 km ke
arah utara kantor kecamatan Ciranjang (Kab. Cianjur), didapati bekas
kuta (tembok/benteng) dari sebuah kerajaan kecil. Menurut cerita rakyat
setempat, tembok benteng itu merupakan peninggalan kerajaan "Tanjung
Singuru", dengan rajanya Prabu Susuru. Sebelum menjadi raja, ia bernama
Raden Munding Mintra Kasiringan Wangi. Konon ia adalah salah seorang
putra Prabu Siliwangi.
Sumber lain mengungkapkan bahwa raja Tanjung
Singuru adalah Prabu Jaka Susuruh atau Prabu Hariang Banga yang namanya
sering disebut dalam kisah"Pantun Sunda".Raja ini terdesak oleh adiknya
sendiri yakni Ciung Wanara sehingga ia mundur dan bertahan di Cihea.
Cihea yang semula termasuk wilayah Kab. Bandung, sejak tahun 1902 masuk wilayah Cianjur.
Tahun 1912 sebutan nama Cihea diganti menjadi Ciranjang.
Data sejarah baru yang dianggap bisa mempertautkan tali sejarah Bandung
Raya nan fragmentaris dan terpotong-potong, kini mulai terungkap.
Penemuan naskah-naskah Cirebon beberapa tahun berselang, yang cukup
menakjubkan para sejarawan, paling tidak dapat membantu menyibak sejarah
Jawa Barat yang sementara ini masih dianggap remang-remang.
Naskah2
Cirebon itu merupakan hasil pertemuan para ahli sejarah dan hampir 90
daerah di Nusantara yang berlangsung tahun 1677 M di Keraton Kasepuhan
Cirebon. Dalam "seminar sejarah" yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta
itu berhasil dikumpulkan beberapa ratus judul karya sejarah, meliputi
kerajaan2 di Nusantara. Ada 47 jilid yang merupakan gabungan dari
sejarah berbagai daerah.
Dari jumlah tersebut yang telah berhasil dikumpulkan oleh Museum Negeri Jawa Barat belum mencapai setengahnya.
Dalam kaitannya dengan sejarah Bandung Raya, Pustaka Rajyaratya i Bhumi
Nusantara mengungkapkan, pada saat Sang Purnawarman wafat dalam tahun
434 masehi, tercatat ada 46 kerajaan yang menjadi bawahannya. Satu
diantaranya adalah Kerajaan Malabar yang lokasinya terletak di sekitar
Gunung Malabar, selatan Kota Bandung.
Kerajaan Malabar ini erat
hubungannya dengan kerajaan Indrapahasta di lereng gunung Ciremai
(Cirebon). Kerajaan Indrapahasta didirikan oleh Maharesi Santanu,
seorang pendeta Siwa berasal dari Lembah Gangga di India.
Setelah Santanu meninggal, putra sulungnya yang bernama Prabu
Jayasatyanagara menggantikannya sebagai Raja dan memerintah negara
selama 23 tahun (398-421). Ia menikah dengan Dewi Ratnamanik, putri Raja
Malabar yang bernama Prabu Wisnubhumi. Jadi kerajaan Malabar besanan
dengan kerajaan Indrapahasta.
Lereng gunung Malabar masih
menyimpan misteri sejarah masa lalu dataran tinggi Bandung. Di
sekeliling gunung itu banyak terdapat situs yang belum sempat diteliti
oleh para ahli. Seperti "parit pertahanan" yang terdapat di Perkebunan
Kina Argasari yang terletak di lereng malabar, belun dilacak oleh para
sejarawan.(HK/GM)
Ilustrasi gambar : Gunung Puntang/Malabar (google)
Meskipun Richard dan Sheila Bennet (1980) mengatakan bahwa sejarah masa lalu Bandung Raya bagaikan "keping ganjil dari mainan puzzle sejarah yg tak utuh lagi". Itu tidak berarti Bandung "sepi" dari temuan sejarah.
Di abad XIX, Van Kinsbergen, Junghuhn, , Brumund, Hoepermans, P. van Oort dan S. Muller, mencatat dan mengumpulkan benda2 bersejarah dari wilayah Bandung. Sebagian dari temuannya kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Pada awal th 1950-an tiga orang budayawan Sunda, yakni Pak Sursa (Alm), M.A. Salmun dan arsitek Suhamir, telah melacak sejarah purba sekitar kota Bandung. Bekerja sama dgn sarjana Swiss, W. Rothpletz, mereka mengadakan penelitian pada historical site (situs) di perbukitan Ciumbuleuit. Selain sisa2 parit pertahanan, pada situs tsb ditemukan pula keramik porselen Cina, peralatan upacara dari perunggu dan perhiasan manik-manik. Konon menurut Pak Sursa, temuan benda tsb adalah peninggalan dari kerajaan "Campaka Warna". Sayang, sepeninggal mereka hasil penyelidikan tidak diketahui jatuh ke tangan siapa. Sampai sejauh mana penelitian mereka, tak ada catatan yang dapat mengungkapkannya.
Masih seputar Bandung Raya. Di tepian sungai Citarum, kira-kira 2 km ke arah utara kantor kecamatan Ciranjang (Kab. Cianjur), didapati bekas kuta (tembok/benteng) dari sebuah kerajaan kecil. Menurut cerita rakyat setempat, tembok benteng itu merupakan peninggalan kerajaan "Tanjung Singuru", dengan rajanya Prabu Susuru. Sebelum menjadi raja, ia bernama Raden Munding Mintra Kasiringan Wangi. Konon ia adalah salah seorang putra Prabu Siliwangi.
Sumber lain mengungkapkan bahwa raja Tanjung Singuru adalah Prabu Jaka Susuruh atau Prabu Hariang Banga yang namanya sering disebut dalam kisah"Pantun Sunda".Raja ini terdesak oleh adiknya sendiri yakni Ciung Wanara sehingga ia mundur dan bertahan di Cihea.
Cihea yang semula termasuk wilayah Kab. Bandung, sejak tahun 1902 masuk wilayah Cianjur.
Tahun 1912 sebutan nama Cihea diganti menjadi Ciranjang.
Data sejarah baru yang dianggap bisa mempertautkan tali sejarah Bandung Raya nan fragmentaris dan terpotong-potong, kini mulai terungkap. Penemuan naskah-naskah Cirebon beberapa tahun berselang, yang cukup menakjubkan para sejarawan, paling tidak dapat membantu menyibak sejarah Jawa Barat yang sementara ini masih dianggap remang-remang.
Naskah2 Cirebon itu merupakan hasil pertemuan para ahli sejarah dan hampir 90 daerah di Nusantara yang berlangsung tahun 1677 M di Keraton Kasepuhan Cirebon. Dalam "seminar sejarah" yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta itu berhasil dikumpulkan beberapa ratus judul karya sejarah, meliputi kerajaan2 di Nusantara. Ada 47 jilid yang merupakan gabungan dari sejarah berbagai daerah.
Dari jumlah tersebut yang telah berhasil dikumpulkan oleh Museum Negeri Jawa Barat belum mencapai setengahnya.
Dalam kaitannya dengan sejarah Bandung Raya, Pustaka Rajyaratya i Bhumi Nusantara mengungkapkan, pada saat Sang Purnawarman wafat dalam tahun 434 masehi, tercatat ada 46 kerajaan yang menjadi bawahannya. Satu diantaranya adalah Kerajaan Malabar yang lokasinya terletak di sekitar Gunung Malabar, selatan Kota Bandung.
Kerajaan Malabar ini erat hubungannya dengan kerajaan Indrapahasta di lereng gunung Ciremai (Cirebon). Kerajaan Indrapahasta didirikan oleh Maharesi Santanu, seorang pendeta Siwa berasal dari Lembah Gangga di India.
Setelah Santanu meninggal, putra sulungnya yang bernama Prabu Jayasatyanagara menggantikannya sebagai Raja dan memerintah negara selama 23 tahun (398-421). Ia menikah dengan Dewi Ratnamanik, putri Raja Malabar yang bernama Prabu Wisnubhumi. Jadi kerajaan Malabar besanan dengan kerajaan Indrapahasta.
Lereng gunung Malabar masih menyimpan misteri sejarah masa lalu dataran tinggi Bandung. Di sekeliling gunung itu banyak terdapat situs yang belum sempat diteliti oleh para ahli. Seperti "parit pertahanan" yang terdapat di Perkebunan Kina Argasari yang terletak di lereng malabar, belun dilacak oleh para sejarawan.(HK/GM)
Ilustrasi gambar : Gunung Puntang/Malabar (google)
- Get link
- X
- Other Apps
ayam tarung
ReplyDelete