PELOPOR KELAHIRAN BANDUNG (Dok.Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Dalam
buku Bandoeng Tempo Doeloe karya almarhum Haryoto Kunto, disebutkan
peranan tiga orang Eropa, cikal bakal manusia yang akan menjadi warga
Bandung. Setelah tiga orang tsb, mulailah mengalir bangsa Eropa terutama
Belanda yang mulai membuka hutan, diikuti oleh para pribumi.
Tersebutlah Johan van Hoorn dan Hendrik Zwaardecroon, dua orang Belanda
yang pertama mencoba menanam kopi di daerah Batavia dan Priangan,
kira-kira th. 1700. Iklim dan bibit yang kurang baik, membuat usaha
penanaman komoditi langka di pasaran Eropa itu tidak berhasil baik.
Upaya serupa lalu dilakukan Pieter Engelhard. Ia membuka perkebunan kopi
didaerah selatan lereng Gunung Tangkuban Parahu, beberapa puluh pal
dari kota Bandung. Lokasi perkebunan itu tepatnya di tanjakan Jl.
Setiabudhi sekarang (Ledeng-UPI). Penanaman kopi yang dimulai th. 1789
itu berhasil baik. Hasil yang paling memuaskan baru diperoleh th. 1807,
setelah Engelhard mengerahkan ratusan penduduk pribumi. Kopi Tangkuban
Parahu itu dikenal di Eropa sebagai Javakoffie dan langsung mendapat
pasaran tinggi. Javakoffie juga menggantikan kopi pait-buruk dan tidak
enak yang banyak dihidangkan le mauvais Cafe de Batavia (kopi buruk di
Batavia) di awal abad ke-18.
Bibit kopi Engelhar kemudia menyebar
luas ke perkebunan kopi lainnya di lereng Gunung Patuha, Mandalawangi,
Galunggung, dan Gunung Malabar. Sejak itu banyak penduduk pribumi
Priangan yang beralih kerja dari sawah ke perkebunan kopi.
Andries de Wilde
Dokter Andries de Wilde adalah seorang tuan tanah pertama di daerah
Priangan, Sebetulnya ia seorang ahli bedah (Chirurg) yang berdinas pada
pasukan artileri tentara Belanda. Kemudian ia diangkat menjadi pembantu
utama Herman Wilem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Ketika Inggris berk Hindia Belanda, Andries de Wilde sempat mengikat
persahabatan dengan Luitenant Gouverneur Thomas Stamford Raffles
(Gubernur Inggris untuk Indonesia). De Wilde bahkan diangkat sebagai
Assistant to the Resident at Bandong (Residen Bandung) pada 10 Agustus
1812. Tapi jabatan itu tidak lama dipegangnya karena berselisih pendapat
dengan Residen Macquoid, yang lalu memecatnya. Tapi Raffles
mengangkatnya kembali sebagai pengawas penanaman kopi ("Koffie Opziener)
yang berkedudukan di Tarogong - Garut.
Pada masa Daendels, de Wilde
telah memiliki tanah yang luas di jasinga-Bogor dan Cimelati-Sukabumi.
Ketika menjadi "Koffie Opziener" de Wilde mengajukan permohonan kepada
pemerintah Belanda agar diizinkan menukar tanahnya di Bogor dan Sukabumi
dengan sebidang tanah di Bandung Utara. Tanah pengganti itu meliuti
wilayah yang luas memanjang, dari Cimahi di Barat sampai Cibeusi di
timur. Sebelah utara dibatasi Gunung Tangkuban Parahu, sedangkan selatan
dibatasi jalan raya pos. Berarti, setengah dari luas Kab. Bandung
sekarang, dimiliki Andries de Wilde seorang. Selain bertanam kopi, de
Wilde juga beternak sapi, dengan puluhan budak belian sebagai pekerja
kebunnya.
Dokter Andries de Wilde menikah dengan mojang
Priangan dan mendirikan vila indah di "Kampung Banong". Kira-kira di
daerah Dago Atas. Di tanah bekas gudang kopi miliknya didirikan Gedong
Papak yang sekarang kita kenal sebagai kantor Pemerintah Kota Bandung
(Balai Kota).
Perjalanan hidup de Wilde ternyata tidak mulus. Masa
Gubernur Jenderal Van der Capellen kepemilikan tanahnya dibatalkan
Pemerintah Hindia Belanda. Dalam keadaan bangkrut ia pulang ke Negeri
Belanda untuk mengadu kepada raja Willem.
Franz Wilhelm Junghuhn
Franz Wilhelm Junghuhn adalah seorang penjelajah keturunan Jerman yang
dikenal sebagai tokoh yang mengembangkan tanaman kina. Orang pertama
yang membawa kina ke P. Jawa adalah Blume, th 1829. Selama jangka th.
1830-1837, usaha penanaman kina (Chincona-latin), telah dilakukan
Korthals, Reinwaldt, Fritze, dan Junghuhn, namun gagal.
Gubernur
Jenderal Pahud menginstruksikan Junghuhn agar mencari benih kina
varietas unggul ke Amerika Selatan, pekerjaan ini dilakukan Dr. Hasskarl
Desember 1854. Pengembangan tanaman kina dari bibit yang dibawa
Hasskarl mencapai hasil yang memuaskan. F.W. Junghuhn adalah orang yang
mengangkat nama Bandung dikenal sebagai penghasil bubuk kina utama di
dunia. Pada masa sebelum perang dunia ke-2, lebih dari 90% kebutuhan
kina dunia, dicukupi oleh perkebunan dan pabrik kina di wilayah sekitar
Bandung.
Dunia ilmiah mencatat Junghuhn sebagai ilmuwan, penyelidik
alam, petualang, pengembara, dan pecinta alam sejati. Ia adalah seorang
yang selalumenganjurkan agar manusia bergaul dengan alam, mencintainya
dan mencari kebahagiaan di dalamnya. Ia menulis tentang itu saat berusia
26 tahun, di atas kapal yang membawanya ke P. Jawa tahun 1835. Lewat
hasil penyelidikannya tentang flora dan fauna, geografi, geologi, iklim,
dan sosiografi penduduk P. Jawa, terutama daerah Priangan, para
pengusaha Belanda dapat menentukan lokasi yang tepat untuk daerah
perkebunan dengan jenis tanaman yang sesuai dengan lingkungannya. Hasil
penyelidikan Junghuhn dibukukan dalam 4 jilid berjudul Java, Gravenhage
1853.
Selain ketiga orang itu, ada beberapa nama lain yang
patut dikenal karena mereka pelopor usaha perkebunan teh. Para
theeplanters (pengusaha teh) ini suka disebut "de theenjonkers van
Preanger" (para Pangeran Kerajaan teh di Priangan). Keluarga ini banyak
menurunkan intelektual yang menguasai kebudayaan Indonesia. Beberapa
nama yang cukup dikenal, antara lain : Van der Huchts, de Kerkhovens, de
Holles, Van Motmans, de Bosscha's, Families Mundts, Denninghoff
Stelling, dan Van Heeckeren van Walien.
Karena mereka hidup di
pegunungan teh, mereka lebih akrab bergaul dengan bangsa pribumi, para
kuli perkebunan. Karel Frederik Holle, anak sulung keluarga Holle,
semula seorang Komis di Kantor Karesidenan Priangan di Cianjur. Ia
selalu menggunakan bahasa Sunda. Begitu fasihnya sampai temannya
mengatakan "Dia bicara bahasa Sunda seperti orang Sunda". Th. 1857,
K.F.Holle ditunjuk sebagai kuasa perkebunan teh di Cikajang - Garut, dan
disini mendalami kebudayaan dan sejarah kuno Sunda. Sebuah patung
peringatan didirikan orang di Alun-alun Garut, untuk mengabadikan
jasa-jasanya. Adik Karel Holle, Herman Hendrik Holle tak kurang
seriusnya dalam menelaah kenudayaan Sunda. Sehari-hari ia memakai sarung
dan baju kampret dan peci. Ia sering lesehan di pendopo Kab. Sumedang
sambil menggesek rebab. Kegilaannya pada gamelan, terkadang mebuatnya
lupa beristirahat dan memainkan instrumen mulai pk. 8 pagi sampai pk. 24
malam.
Keluarga Kerkhoven dan Bosscha dikenal warga Bandung sebagai
donatur berdirinya Technische Hoogeschool (ITB sekarang) di Bandung.
Laboratorium IPA di TH dan Bosscha Sterrenwacht (Peneropongan Bintang)
di Lembang, merupakan saksi abadi yang menunjukkan betapa besar
sumbangan mereka terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di Bandung.
Sedangkan keluarga Van Heeckeren memberikan andil bagi pengembangan ilmu
pengetahuan sejarah di Indonesia. Salah satu putra keluarga Heeckeren,
menjadi sarjana sejarah purbakala Indonesia bertaraf Internasional.
(EL/GM/Bandoeng Tempo Doeloe)
gambar tina google
Tersebutlah Johan van Hoorn dan Hendrik Zwaardecroon, dua orang Belanda yang pertama mencoba menanam kopi di daerah Batavia dan Priangan, kira-kira th. 1700. Iklim dan bibit yang kurang baik, membuat usaha penanaman komoditi langka di pasaran Eropa itu tidak berhasil baik.
Upaya serupa lalu dilakukan Pieter Engelhard. Ia membuka perkebunan kopi didaerah selatan lereng Gunung Tangkuban Parahu, beberapa puluh pal dari kota Bandung. Lokasi perkebunan itu tepatnya di tanjakan Jl. Setiabudhi sekarang (Ledeng-UPI). Penanaman kopi yang dimulai th. 1789 itu berhasil baik. Hasil yang paling memuaskan baru diperoleh th. 1807, setelah Engelhard mengerahkan ratusan penduduk pribumi. Kopi Tangkuban Parahu itu dikenal di Eropa sebagai Javakoffie dan langsung mendapat pasaran tinggi. Javakoffie juga menggantikan kopi pait-buruk dan tidak enak yang banyak dihidangkan le mauvais Cafe de Batavia (kopi buruk di Batavia) di awal abad ke-18.
Bibit kopi Engelhar kemudia menyebar luas ke perkebunan kopi lainnya di lereng Gunung Patuha, Mandalawangi, Galunggung, dan Gunung Malabar. Sejak itu banyak penduduk pribumi Priangan yang beralih kerja dari sawah ke perkebunan kopi.
Andries de Wilde
Dokter Andries de Wilde adalah seorang tuan tanah pertama di daerah Priangan, Sebetulnya ia seorang ahli bedah (Chirurg) yang berdinas pada pasukan artileri tentara Belanda. Kemudian ia diangkat menjadi pembantu utama Herman Wilem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Ketika Inggris berk Hindia Belanda, Andries de Wilde sempat mengikat persahabatan dengan Luitenant Gouverneur Thomas Stamford Raffles (Gubernur Inggris untuk Indonesia). De Wilde bahkan diangkat sebagai Assistant to the Resident at Bandong (Residen Bandung) pada 10 Agustus 1812. Tapi jabatan itu tidak lama dipegangnya karena berselisih pendapat dengan Residen Macquoid, yang lalu memecatnya. Tapi Raffles mengangkatnya kembali sebagai pengawas penanaman kopi ("Koffie Opziener) yang berkedudukan di Tarogong - Garut.
Pada masa Daendels, de Wilde telah memiliki tanah yang luas di jasinga-Bogor dan Cimelati-Sukabumi. Ketika menjadi "Koffie Opziener" de Wilde mengajukan permohonan kepada pemerintah Belanda agar diizinkan menukar tanahnya di Bogor dan Sukabumi dengan sebidang tanah di Bandung Utara. Tanah pengganti itu meliuti wilayah yang luas memanjang, dari Cimahi di Barat sampai Cibeusi di timur. Sebelah utara dibatasi Gunung Tangkuban Parahu, sedangkan selatan dibatasi jalan raya pos. Berarti, setengah dari luas Kab. Bandung sekarang, dimiliki Andries de Wilde seorang. Selain bertanam kopi, de Wilde juga beternak sapi, dengan puluhan budak belian sebagai pekerja kebunnya.
Dokter Andries de Wilde menikah dengan mojang Priangan dan mendirikan vila indah di "Kampung Banong". Kira-kira di daerah Dago Atas. Di tanah bekas gudang kopi miliknya didirikan Gedong Papak yang sekarang kita kenal sebagai kantor Pemerintah Kota Bandung (Balai Kota).
Perjalanan hidup de Wilde ternyata tidak mulus. Masa Gubernur Jenderal Van der Capellen kepemilikan tanahnya dibatalkan Pemerintah Hindia Belanda. Dalam keadaan bangkrut ia pulang ke Negeri Belanda untuk mengadu kepada raja Willem.
Franz Wilhelm Junghuhn
Franz Wilhelm Junghuhn adalah seorang penjelajah keturunan Jerman yang dikenal sebagai tokoh yang mengembangkan tanaman kina. Orang pertama yang membawa kina ke P. Jawa adalah Blume, th 1829. Selama jangka th. 1830-1837, usaha penanaman kina (Chincona-latin), telah dilakukan Korthals, Reinwaldt, Fritze, dan Junghuhn, namun gagal.
Gubernur Jenderal Pahud menginstruksikan Junghuhn agar mencari benih kina varietas unggul ke Amerika Selatan, pekerjaan ini dilakukan Dr. Hasskarl Desember 1854. Pengembangan tanaman kina dari bibit yang dibawa Hasskarl mencapai hasil yang memuaskan. F.W. Junghuhn adalah orang yang mengangkat nama Bandung dikenal sebagai penghasil bubuk kina utama di dunia. Pada masa sebelum perang dunia ke-2, lebih dari 90% kebutuhan kina dunia, dicukupi oleh perkebunan dan pabrik kina di wilayah sekitar Bandung.
Dunia ilmiah mencatat Junghuhn sebagai ilmuwan, penyelidik alam, petualang, pengembara, dan pecinta alam sejati. Ia adalah seorang yang selalumenganjurkan agar manusia bergaul dengan alam, mencintainya dan mencari kebahagiaan di dalamnya. Ia menulis tentang itu saat berusia 26 tahun, di atas kapal yang membawanya ke P. Jawa tahun 1835. Lewat hasil penyelidikannya tentang flora dan fauna, geografi, geologi, iklim, dan sosiografi penduduk P. Jawa, terutama daerah Priangan, para pengusaha Belanda dapat menentukan lokasi yang tepat untuk daerah perkebunan dengan jenis tanaman yang sesuai dengan lingkungannya. Hasil penyelidikan Junghuhn dibukukan dalam 4 jilid berjudul Java, Gravenhage 1853.
Selain ketiga orang itu, ada beberapa nama lain yang patut dikenal karena mereka pelopor usaha perkebunan teh. Para theeplanters (pengusaha teh) ini suka disebut "de theenjonkers van Preanger" (para Pangeran Kerajaan teh di Priangan). Keluarga ini banyak menurunkan intelektual yang menguasai kebudayaan Indonesia. Beberapa nama yang cukup dikenal, antara lain : Van der Huchts, de Kerkhovens, de Holles, Van Motmans, de Bosscha's, Families Mundts, Denninghoff Stelling, dan Van Heeckeren van Walien.
Karena mereka hidup di pegunungan teh, mereka lebih akrab bergaul dengan bangsa pribumi, para kuli perkebunan. Karel Frederik Holle, anak sulung keluarga Holle, semula seorang Komis di Kantor Karesidenan Priangan di Cianjur. Ia selalu menggunakan bahasa Sunda. Begitu fasihnya sampai temannya mengatakan "Dia bicara bahasa Sunda seperti orang Sunda". Th. 1857, K.F.Holle ditunjuk sebagai kuasa perkebunan teh di Cikajang - Garut, dan disini mendalami kebudayaan dan sejarah kuno Sunda. Sebuah patung peringatan didirikan orang di Alun-alun Garut, untuk mengabadikan jasa-jasanya. Adik Karel Holle, Herman Hendrik Holle tak kurang seriusnya dalam menelaah kenudayaan Sunda. Sehari-hari ia memakai sarung dan baju kampret dan peci. Ia sering lesehan di pendopo Kab. Sumedang sambil menggesek rebab. Kegilaannya pada gamelan, terkadang mebuatnya lupa beristirahat dan memainkan instrumen mulai pk. 8 pagi sampai pk. 24 malam.
Keluarga Kerkhoven dan Bosscha dikenal warga Bandung sebagai donatur berdirinya Technische Hoogeschool (ITB sekarang) di Bandung. Laboratorium IPA di TH dan Bosscha Sterrenwacht (Peneropongan Bintang) di Lembang, merupakan saksi abadi yang menunjukkan betapa besar sumbangan mereka terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di Bandung.
Sedangkan keluarga Van Heeckeren memberikan andil bagi pengembangan ilmu pengetahuan sejarah di Indonesia. Salah satu putra keluarga Heeckeren, menjadi sarjana sejarah purbakala Indonesia bertaraf Internasional. (EL/GM/Bandoeng Tempo Doeloe)
gambar tina google
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.