Pangeran Paribatra di Bandung (dok.Salakanagara)

Di sebelah utara Bandung ada satu tempat yang dinamai Bunderan Siam (biasa dibaca Siem). Lokasi ini persisnya berada di perpotongan antara Jl. Cipaganti dengan Jl. Lamping (sekarang ditempati oleh pom bensin). Bunderan Siam memang cukup unik, selain namanya yang mengingatkan kepada kerajaan Thailand yang memang bernama lama Siam, juga karena di situ dahulu terdapat sebuah taman yang sangat indah.

Di buku karya Haryoto Kunto “Semerbak Bunga di Bandung Raya” sebetulnya sudah ada keterangan tentang taman ini. Pada halaman 132 tertulis:

“Pada permulaan tahun 1920-an, pembangunan perumahan gedong sepanjang Jl. Cipaganti baru sampai ke simpang Jl. Pasteur. Namun Pangeran Paribatra, seorang warga kehormatan Kota Bandung, kerabat Raja Siam (Mungthai), telah memilih sebidang tanah di tengah-tengah sawah jauh di ujung utara Jl. Cipaganti. Dibantu oleh arsitek Van Lugten, Sang Pangeran yang menjalani “pembuangan” di Jawa, mendirikan sebuah villa indah sebagai tempat kediamannya.”
“Sayang sekali Kota Bandung yang molek ini, kelewat miskin bunga2an”, ungkap Paneragn Siam kepada pengurus perkumpulan Bandoeng Vooruit (Majalah Mooi Bandoeng, 1937).

“Pangeran Paribatra yang ahli tanaman anggrek kemudian membangun sebuah taman indah berbunga di halaman depan rumahnya. Beberapa tahun kemudian, taman bunga itu terpisah dari pekarangan villa Sang Pangeran, diterabas Jl. Cipaganti. Taman bunga yang bentuknya agak bundar di tepi Jl. Cipaganti dikenal oleh warga kota sebagai Bunderan Siem, mengingatkan orang akan negri asal Pangeran Paribatra. Sejak zaman kemerdekaan, Bunderan Siem itu telah dijadikan pompa bensin.”

Jadi jelas bahwa yang membangun villa dengan taman yang kemudian dikenal dengan nama Bunderan Siem itu bukanlah Rama VII melainkan Pangeran Paribatra. Lalu, siapakah Pangeran Paribatra dan kenapa dia ada di Bandung?
Paribatra Sukhumbhand atau dikenal juga sebagai Pangeran Nakhon Sawan dilahirkan pada 29 Juni 1888. Ayahnya adalah Raja Chulalongkorn, sedangkan ibunya adalah salah satu istri Chulalongkorn, yaitu Sukhumala Marasrii. Paribatra menjalani pendidikan militer di Jerman.

Paribatra dikenal sebagai seorang perwira tinggi militer yang sangat berpengaruh, jabatannya adalah Pemimpin Militer Kerajaan Thai sekaligus sebagai Mentri Pembangunan. Selain itu Paribatra juga mengepalai berbagai divisi militer lainnya termasuk menjadi penasihat pribadi bagi Raja Vajiravudh dan kemudian Raja Prajadiphok.

Pada masa pemerintahan Prajadiphok, terjadi peristiwa kesulitan keuangan di seluruh dunia yang dikenal dengan istilah malaise (great depression). Saat itu, akibat majunya pendidikan di Siam, muncul juga kecenderungan2 baru dan modern, di antaranya keinginan sebagian orang untuk mengubah sistem monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Pada tahun 1932 terjadi kudeta tanpa pertumpahan darah di Kerajaan Thai. Kudeta ini mengakhiri sistem monarki absolut yang telah berjalan sekitar 150 tahun.

Pada tahun 1934 Raja Prajadiphok menyerahkan tahta kerajaan kepada saudaranya, Ananda Mahidol yang saat itu sedang belajar di Switzerland. Prajadiphok kemudian tinggal di Surrey, dekat London, hingga akhir hayatnya.

Sementara itu, Paribatra sebagai pimpinan militer diasingkan ke Bandung, Indonesia, yang saat itu berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Paribatra berada di Bandung hingga akhir hayatnya pada 18 Januari 1944. Jenazah Paribatra kemudian diterbangkan ke Bangkok untuk dimakamkan di sana.

Paribatra memiliki delapan orang anak dari istrinya, Mom Chao atau Putri Prasongsom. Dari dua anak laki2, hanya satu saja yang hidup hingga dewasa. Sedangkan dari istrinya yang lain, Mom Somphan, ia mendapatkan seorang anak, Pangeran Sukhumabhinanda, yaitu ayah dari Mom Ratchawong Sukhumband, Gubernur Bangkok saat ini.

Bekas rumah tinggal Paribatra di Bandung masih dapat ditemui hingga sekarang, yaitu sebuah rumah dengan tulisan cukup mencolok di dinding muka bagian atas, “Dahapati”, di Jl. Cipaganti. Penggemar kuliner tentu dapat mengenali rumah ini karena cukup terkenal dengan kedai sop buntutnya. Sampai sekarang, rumah Dahapati masih ditinggali oleh kerabat2 keturunan Siam yang turut ke Bandung bersama Pangeran Paribatra pada tahun 1934. ( Sumber tina : mooibandoeng.wordpress.com)

Comments

Post a Comment

Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.

Popular posts from this blog

NGARAN PAPARABOTAN JEUNG PAKAKAS

Masrahkeun Calon Panganten Pameget ( Conto Pidato )

Sisindiran, Paparikan, Rarakitan Jeung Wawangsalan katut contona