SEJARAH KABUPATEN CIANJUR (Dok.Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Oleh : Yudhi S Suradimadja
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena
berdasarkan sumber - sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung
Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram.
Tersebutlah sekitar tanggal 2 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A.
Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan
daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan
kuku-kunya di tanah nusantara.
Upaya Wiratanu untuk mempertahankan
daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu
yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat
I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau
bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela
meninggalkan keraton tanggal 2 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti
bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang
yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim.
Babakan atau kampung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada.
Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari
Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk
Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk
agama Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di
wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman
hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa
dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman
palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman
buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek
wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa
Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama
Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya
hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat
Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden
Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer). Padaleman Cianjur
dengan pusat pemerintahan di Cikundul.
Aria Wangsa Goparana mempunyai putra-putri 8 orang yaitu :
• Jayasasana (Dalem Aria Wiratanudatar, Cikundul, Cianjur)
• Wiradiwangsa
• Candramenggala
• Santaan Kumbang
• Yudanagara
• Nawing Candradirana
• Santaan Yudanagara
• Nyi Murti
Putra pertama Dalem Aria Wangsa Goparana, Rd Jayasasana (Rd Aria Wira Tanu adalah pendiri kota Cianjur
Rd Wira Tanu I mempunyai putra-putri :
• Rd Aria Wiramanggala (Wiratanu II), dalem Tarekolot di Pamoyanan
• Rd Aria Martayuda di Sarampad
• Rd Aria Tirta di Karawang
• Rd Aria Natadimenggala (Aria Kidul) di Pasir hayam
• Rd Wiradimenggala (Aria Cikondang) di Cibeber
• Rd Aria Suradiwangsa di Panembong
• Nyi Mas Kaluntar di Dukuh Caringin
• Nyi Mas Karangan di Bayabang
• Nyi Mas Bogem.
• Nyi Mas Kara.
• Nyi Mas Jenggot.
Sepeningal Dalem Pertama Aria Wira Tanu atau pada masa pemerintahan Rd
Aria Wiramanggala dengan gelar Aria Wira Tanu II, Cianjur menjadi sebuah
Kabupaten. Hal ini ditandai dengan adanya pengakuan VOC terhadap
keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai Regent (Bupati) Cianjur pada tahun
1691.
Aria Wira Tanu II menjadi Bupati Cianjur sampai tahun
1707. Aria Wiratanu II juga dapat dikatakan sebagai Bupati Cianjur
pertama yang mendapat pengakuan VOC.
Aria Wira Tanu II diganti
putra sulungnya yaitu Raden Astramenggala, sesudah menjadi Bupati pada
tahun1707 dengan gelar Wira Tanu III.
Pada awal berdirinya Ibukota
Kabupaten Cianjur berada di Pamoyanan dan berlangsung relatif singkat.
Pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu III yang menjabat sebagai Bupati
Cianjur dari tahun 1707-1726, Ibukota Kabupaten Cianjur pindah ke
kampung Cianjur.
Melalui tangan Aria Wira Tanu III inilah,
Kampung Cianjur mengalami penataan sampai berhasil dikembangkan menjadi
sebuah nagri yang layak menyandang sebutan Ibukota Kabupaten.
Atas perannya ini Aria Wira Tanu III dikenal sebagai pendiri Kabupaten
Cianjur. Keberhasilan lainnya adalah menjadikan Cianjur sebagai sentra
produsen kopi di Wilayah Priangan. Atas keberhasilannya ini juga, VOC
memberi hadiah dalam bentuk
Wilayah Politik kepada Bupati Cianjur
ini. Hal ini terjadi untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal Van Swoll, yang memerintah antara tahun 1713 sampai
1718. Daerah yang diberikan Van Swoll kepada Bupati Cianjur adalah
Distrik Jampang yang terletak dibagian Timur Cianjur Selatan.
Jabatan Bupati pengganti Wira Tanu III diteruskan putra sulungnya Raden
Sabirudin dengan gelar Wira Tanu Datar IV pada tahun 1727.
Saat
itu Distrik Jampang diperkirakan telah dihuni oleh 300 Kepala Keluarga
(huisgezinen). Pada masa Aria Wira Tanu Datar IV memerintah antara tahun
1727–1761, Cianjur mengalami perluasan kembali dengan masuknya Wilayah
Cibalagung serta Cikalong kedalam Wilayah Cianjur. Setelah kedatangan
Daendels, Cianjur setidaknya mengalami tiga kali penataan wilayah.
Selain berupa penataan wilayah, pengaruh kehadiran Daendels di Cianjur
juga dirasakan dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti halnya
jalan raya. Pada tahun 1808, dibangun sebuah Jalan Raya Pos (Grote
Postweg) yang menghubungkan ujung Barat dan ujung Timur Pulau Jawa.
Dengan masuknya Cianjur sebagai wilayah yang dilalui Jalan Raya Pos ini,
maka untuk Jawa bagian Barat, pembangunan jalan ini antara lain melalui
Batavia-Buitenzorg-Puncak-Cian jur-Bandung-Sumedang.
Disamping jalan dibangun pula jembatan, salah satu diantaranya adalah
jembatan yang melintasi Sungai Cisokan.
Beralihnya kekuasaan dari
pemerintah Kolonial Belanda kepada Inggris pada Tahun 1811, dalam waktu
relatif singkat kembali membawa pengaruh terhadap keberadaan Wilayah
Cianjur.
Munculnya Cianjur sebagai sebuah Wilayah Politik
memiliki keterkaitan erat dengan terjadinya perpindahan kesatuan
masyarakat atau cacah keturunan Aria Wangsa Goparana dari daerah
Sagaraherang ke wilayah-wilayah di sepanjang aliran sungai yang ada di
Cianjur seperti Cibalagung, Cirata dan Sungai Cijagang atau Cikundul.
Sebagaimana penduduk Priangan lainnya, penduduk Cianjur memiliki latar
belakang Etnis Sunda. Pada umumnya masyarakat Sunda memiliki mata
pencaharian utama bertani. Ada tiga tanaman yang berpengaruh terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cianjur, yaitu kapas, tarum dan
kopi.Sejak dasawarsa pertama abad ke-19, Cianjur sudah tidak hanya
didiami penduduk pribumi semata tetapi juga sudah didiami penduduk
golongan lain. Khususnya golongan Eropa dan Cina yang secara tidak
langsung memperlihatkan posisi penting di Cianjur secara ekonomis.
Disamping Padaleman Cikundul, saat itu di Cianjur dikenal beberapa
padaleman lain, seperti Padaleman Cipamingkis, Cimapag, Cikalong,
Cibalagung dan Cihea. Yaitu pada saat Cianjur dipimpin oleh Raden Aria
Wira Tanu Datar IV yang terkenal sebagai Bupati yang taat dalam
menjalankan agama. Bupati ini juga memiliki perhatian besar terhadap
perkembangan seni budaya, khususnya seni bela diri Pencak Silat.
Wira Tanu Datar IV meninggal pada tahun 1761, jabatan Bupati diteruskan
putra sulungnya bernama Raden Muhyidin. dengan gelar Adipati Wira Tanu
Datar V.
Wira Tanu Datar V berputra 17 orang diantaranya :
1. Raden Noh / Wira Tanu Datar VI,
2. Nyi Raden Tanjung Nagara.
Nyi Raden Tanjung berputra 4 orang yaitu :
- Adipati Prawiradiredja I, Bupati Cianjur pengganti Wira Tanu Datar VI,
- Nyi Raden Haji Suhaemi,
- Nyi Raden Mamah,
- Nyi Raden Geboy.
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa :
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006))
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Gambar : Pendopo Kab.Cianjur
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber - sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram.
Tersebutlah sekitar tanggal 2 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kuku-kunya di tanah nusantara.
Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 2 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim.
Babakan atau kampung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada.
Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer). Padaleman Cianjur dengan pusat pemerintahan di Cikundul.
Aria Wangsa Goparana mempunyai putra-putri 8 orang yaitu :
• Jayasasana (Dalem Aria Wiratanudatar, Cikundul, Cianjur)
• Wiradiwangsa
• Candramenggala
• Santaan Kumbang
• Yudanagara
• Nawing Candradirana
• Santaan Yudanagara
• Nyi Murti
Putra pertama Dalem Aria Wangsa Goparana, Rd Jayasasana (Rd Aria Wira Tanu adalah pendiri kota Cianjur
Rd Wira Tanu I mempunyai putra-putri :
• Rd Aria Wiramanggala (Wiratanu II), dalem Tarekolot di Pamoyanan
• Rd Aria Martayuda di Sarampad
• Rd Aria Tirta di Karawang
• Rd Aria Natadimenggala (Aria Kidul) di Pasir hayam
• Rd Wiradimenggala (Aria Cikondang) di Cibeber
• Rd Aria Suradiwangsa di Panembong
• Nyi Mas Kaluntar di Dukuh Caringin
• Nyi Mas Karangan di Bayabang
• Nyi Mas Bogem.
• Nyi Mas Kara.
• Nyi Mas Jenggot.
Sepeningal Dalem Pertama Aria Wira Tanu atau pada masa pemerintahan Rd Aria Wiramanggala dengan gelar Aria Wira Tanu II, Cianjur menjadi sebuah Kabupaten. Hal ini ditandai dengan adanya pengakuan VOC terhadap keberadaan Aria Wira Tanu II sebagai Regent (Bupati) Cianjur pada tahun 1691.
Aria Wira Tanu II menjadi Bupati Cianjur sampai tahun 1707. Aria Wiratanu II juga dapat dikatakan sebagai Bupati Cianjur pertama yang mendapat pengakuan VOC.
Aria Wira Tanu II diganti putra sulungnya yaitu Raden Astramenggala, sesudah menjadi Bupati pada tahun1707 dengan gelar Wira Tanu III.
Pada awal berdirinya Ibukota Kabupaten Cianjur berada di Pamoyanan dan berlangsung relatif singkat. Pada masa pemerintahan Aria Wira Tanu III yang menjabat sebagai Bupati Cianjur dari tahun 1707-1726, Ibukota Kabupaten Cianjur pindah ke kampung Cianjur.
Melalui tangan Aria Wira Tanu III inilah, Kampung Cianjur mengalami penataan sampai berhasil dikembangkan menjadi sebuah nagri yang layak menyandang sebutan Ibukota Kabupaten.
Atas perannya ini Aria Wira Tanu III dikenal sebagai pendiri Kabupaten Cianjur. Keberhasilan lainnya adalah menjadikan Cianjur sebagai sentra produsen kopi di Wilayah Priangan. Atas keberhasilannya ini juga, VOC memberi hadiah dalam bentuk
Wilayah Politik kepada Bupati Cianjur ini. Hal ini terjadi untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Swoll, yang memerintah antara tahun 1713 sampai 1718. Daerah yang diberikan Van Swoll kepada Bupati Cianjur adalah Distrik Jampang yang terletak dibagian Timur Cianjur Selatan.
Jabatan Bupati pengganti Wira Tanu III diteruskan putra sulungnya Raden Sabirudin dengan gelar Wira Tanu Datar IV pada tahun 1727.
Saat itu Distrik Jampang diperkirakan telah dihuni oleh 300 Kepala Keluarga (huisgezinen). Pada masa Aria Wira Tanu Datar IV memerintah antara tahun 1727–1761, Cianjur mengalami perluasan kembali dengan masuknya Wilayah Cibalagung serta Cikalong kedalam Wilayah Cianjur. Setelah kedatangan Daendels, Cianjur setidaknya mengalami tiga kali penataan wilayah.
Selain berupa penataan wilayah, pengaruh kehadiran Daendels di Cianjur juga dirasakan dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti halnya jalan raya. Pada tahun 1808, dibangun sebuah Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang menghubungkan ujung Barat dan ujung Timur Pulau Jawa. Dengan masuknya Cianjur sebagai wilayah yang dilalui Jalan Raya Pos ini, maka untuk Jawa bagian Barat, pembangunan jalan ini antara lain melalui Batavia-Buitenzorg-Puncak-Cian
Beralihnya kekuasaan dari pemerintah Kolonial Belanda kepada Inggris pada Tahun 1811, dalam waktu relatif singkat kembali membawa pengaruh terhadap keberadaan Wilayah Cianjur.
Munculnya Cianjur sebagai sebuah Wilayah Politik memiliki keterkaitan erat dengan terjadinya perpindahan kesatuan masyarakat atau cacah keturunan Aria Wangsa Goparana dari daerah Sagaraherang ke wilayah-wilayah di sepanjang aliran sungai yang ada di Cianjur seperti Cibalagung, Cirata dan Sungai Cijagang atau Cikundul.
Sebagaimana penduduk Priangan lainnya, penduduk Cianjur memiliki latar belakang Etnis Sunda. Pada umumnya masyarakat Sunda memiliki mata pencaharian utama bertani. Ada tiga tanaman yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Cianjur, yaitu kapas, tarum dan kopi.Sejak dasawarsa pertama abad ke-19, Cianjur sudah tidak hanya didiami penduduk pribumi semata tetapi juga sudah didiami penduduk golongan lain. Khususnya golongan Eropa dan Cina yang secara tidak langsung memperlihatkan posisi penting di Cianjur secara ekonomis.
Disamping Padaleman Cikundul, saat itu di Cianjur dikenal beberapa padaleman lain, seperti Padaleman Cipamingkis, Cimapag, Cikalong, Cibalagung dan Cihea. Yaitu pada saat Cianjur dipimpin oleh Raden Aria Wira Tanu Datar IV yang terkenal sebagai Bupati yang taat dalam menjalankan agama. Bupati ini juga memiliki perhatian besar terhadap perkembangan seni budaya, khususnya seni bela diri Pencak Silat.
Wira Tanu Datar IV meninggal pada tahun 1761, jabatan Bupati diteruskan putra sulungnya bernama Raden Muhyidin. dengan gelar Adipati Wira Tanu Datar V.
Wira Tanu Datar V berputra 17 orang diantaranya :
1. Raden Noh / Wira Tanu Datar VI,
2. Nyi Raden Tanjung Nagara.
Nyi Raden Tanjung berputra 4 orang yaitu :
- Adipati Prawiradiredja I, Bupati Cianjur pengganti Wira Tanu Datar VI,
- Nyi Raden Haji Suhaemi,
- Nyi Raden Mamah,
- Nyi Raden Geboy.
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa :
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006))
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Gambar : Pendopo Kab.Cianjur
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.