WAWACAN SULANJANA
- Get link
- X
- Other Apps
Wawacan
Sulanjana adalah naskah kuno berbahasa Sunda yang mengandung mitologi
Sunda. Judul naskah ini bermakna "Kisah Sulanjana". Kata wawacan berarti
yang berarti "bacaan". Sedangkan nama Sulanjana sendiri adalah nama
pahlawan utamanya, pelindung tanaman padi dari serangan Sapi Gumarang,
dan babi hutan Kalabuat dan Budug Basu yang melambangkan hama yang
menyerang tanaman padi. Wawacan Sulanjana mengandung kearifan lokal
mengenai tradisi memuliakan tanaman padi dalam tradisi masyarakat Sunda.
Mitologi dalam Wawacan Sulanjana menceritakan mitologi dewa-dewi Sunda,
khususnya mengisahkan mengenai dewi padi Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
Naskah ini juga menceritakan kekayaan dan kemakmuran Kerajaan Sunda
Pajajaran dengan tokoh raja legendarisnya Prabu Siliwangi. Naskah ini
menggambarkan sifat kehidupan pertanian masyarakat Sunda. Asal mula
Wawacan Sulanjana mungkin dapat ditelusuri dari tradisi lisan Pantun
Sunda yang dikisahkan pendongeng desa secara turun-temurun. Naskah
Wawacan Sulanjana yang kini ada diduga disusun pada kurun waktu
kemudian, mungkin sekitar abad ke-17 dan ke-19 ketika masyarakat Sunda
mulai dipengaruhi dan masuk ajaran Islam. Naskah ini mengandung beberapa
mitologi Islam, misalnya dewa-dewi Sunda dianggap keturunan nabi Adam
dalam tradisi agama samawi, juga Idajil dikaitkan dengan setan atau
iblis dalam tradisi Islam. Terdapat juga pengaruh Jawa, misalnya
dikaitkan dengan mitologi Batara Ismaya (Semar), serta menyinggung kisah
Dewi Nawang Wulan. Pada 1907 Pleyte menerjemahkan kumpulan kisah
"Wawacan Sulanjana".
Ringkasan
Penciptaan jagad
Kisah
dimulai dengan mitologi penciptaan jagad raya oleh dewa tertinggi Sang
Hyang Kersa, dengan kaitan yang aneh yang agak dipaksakan antara dewa
ini dengan tokoh nabi Adam yang disebutkan sebagai leluhur dewa-dewi
Sunda. Bagian ini sangat mungkin ditambahkan kemudian, terhadap mitologi
asli Sunda, untuk memasukkan gagasan, mitologi dan iman Islam ke dalam
sistem kepercayaan Sunda. Dewa tertinggi dalam kepercayaan Sunda
Wiwitan, Sang Hyang Kersa ("Yang Berkehendak") disebutkan menciptakan
dunia serta dewa-dewi lainnya, seperti Batari Sunan Ambu, dan Batara
Guru (disamakan dengan dewa Siwa dalam agama Hindu). Banyak dewa-dewi
lainnya merupakan adaptasi dari dewa-dewi Hindu, seperti Indra dan
Wisnu. Batara Guru berkuasa di kahyangan atau swargaloka sebagai raja
para dewa. Sang Hyang Kersa juga menciptakan tujuh Batara (makhluk
setengah dewa) yang diturunkan di Sasaka Pusaka Buana (Tempat Suci di
atas Bumi), mereka berkuasa di berbagai tempat di tanah Sunda dan
menurunkan manusia, khususnya orang Sunda.
Mitos Dewi Padi
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru yang menjadi penguasa tertinggi
kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk
bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di
kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas,
dan akan dipotong tangan dan kakinya.
Mendengar titah Batara Guru,
Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali
tidak memiliki tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun,
tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta
sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara Narada, saudara
Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali,
Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu
sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi
betapa buruk nasibnya.
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh
ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang
berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang
memiliki cangkang yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran
mustika itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan
agar beliau memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat
ikut bekerja membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir telur
mustika dalam mulutnya, Anta pun berangkat menuju istana Batara Guru.
Di tengah perjalanan Anta bertemu dengan seekor burung elang (ada
beberapa versi yang menyebutkan burung gagak) yang kemudian menyapa Anta
dan menanyakan kemana ia hendak pergi. Karena mulutnya penuh berisi
telur Anta hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung. Sang
elang mengira Anta sombong sehingga ia amat tersinggung dan marah.
Burung itu pun menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan.
Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di
balik semak-semak menunggu elang pergi. Tetapi sang elang tetap menunggu
hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur
kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan
menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang
selamat, utuh dan tidak pecah. Dua telur yang pecah itu jatuh ke bumi
dan menjelma menjadi dua babi hutan Kalabuat dan Budug Basu.[2] Kamudian
Kalabuat dan Budug Basu dipelihara Sapi Gumarang. Sapi ini merupakan
penjelmaan ajaib akibat seekor sapi betina secara tidak sengaja meminum
air kemih iblis Idajil sehingga hamil dan melahirkan Sapi Gumarang.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan
telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru dengan
senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah
mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan
Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas.
Setelah sekian lama
Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara
ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang
sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera
diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya
Nyi Pohaci
Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu
berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar
biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus tutur kata,
luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang memandangnya,
dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
Akibat
kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan,
Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam
Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat
gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka
skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun
berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci
Sanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus
menjaga keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata
sepakat bahwa tak ada jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci.
Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan dan
segera membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera mati
keracunan, para dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa
besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa
turun ke bumi dan dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan
segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi,
karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya
muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia.
• Dari kepalanya muncul pohon kelapa.
• Dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur.
• Dari rambutnya tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum
• Dari payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis.
• Dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai
pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren atau
enau bersadap nira manis.
• Dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman bambu.
• Dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya
dari pusaranya muncullah tanaman padi, bahan pangan yang paling berguna
bagi manusia.
Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari
mata kanannya, sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya.
Singkatnya, semua tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi
Sri Pohaci. Sejak saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja,
memuliakan, dan mencintai sang dewi baik hati, yang dengan
pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam,
kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada sistem kepercayaan
Kerajaan Sunda kuno. (Wikipedia)
Referensi
1. ^ Kalsum
(1-3-2010). "Kearifan Lokal dalam Wawacan Sulanjana: Tradisi Menghormati
Padi pada Masyarakat Sunda di Jawa Barat, Indonesia". Sosio Humanika.
Diakses pada 6 April 2012.
2. ^ Edi Suhardi Ekajati, Undang A.
Darsa, Oman Fathurahman. "Jawa Barat, koleksi lima lembaga". Yayasan
Obor Indonesia, Ecole française d'Extrême-Orient. Diakses pada 29 Maret
2012.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.