TEMBONG AGUNG, Cikal Bakal Kerajaan Sumedanglarang (Dok.Salakanagara)

AWALNYA, yang pertama mendirikan kerajaan di daerah Sumedang yaitu Dewa Guru Haji Putih, sekitar 1479 Masehi. Ia merupakan saudara dari Prabu Sri Baduga Maharaja, Prabu Siliwangi I, keturunan raja-raja Galuh. Dengan nama Kerajaan Tembong Agung yang berpusat pemerintahan di Leuwihideung, Darmaraja, Prabu Dewa Guru Haji Putih memiliki putra bernama Prabu Tajimalela yang kemudian meneruskan ayahnya bertahta di Kerajaan Tembong Agung, tahun 1479-1492. Kerajaan Tembong Agung ini lah, sebagai cikal bakal berdirinya kerajaan Sumedanglarang.

Ditinjau dari segi asal usul kata (etimologi), Sumedanglarang berarti 'Tanah luas bagus yang jarang bandingannya', rangkaian dari Su = bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya. Sedangkan nama kerajaan Sumedanglarang, berawal dari nama Sumedang yang berarti 'aku lahir untuk memberi penerangan'. Insun Medal = aku lahir, Insun Medangan = aku memberi penerangan yang saat itu diucapkan Prabu Tajimalela saat terjadi keajaiban alam, ketika langit menjadi terang benderang oleh cahaya melengkung menyerupai selendang (malela).

Konon, menurut legenda, Prabu Tajimalela yang bergelar Batara Tuntang Buana atau Resi Cakrabuana, saat itu memiliki tiga orang putra, masing-masing Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun. Berdasarkan naskah "Layang Darmaraja", untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada salah seorang putranya, Prabu Tajimalela mengadakan sebuah ujian untuk Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung, tapi kedua putranya itu ternyata tidak berkehendak menjadi raja.
Meski Prabu Gajah Agung menyarankan Prabu Lembu Agung yang menjadi raja, Prabu Lembu Agung malah menyerahkan agar adiknya yang menjadi raja. Akhirnya, Prabu Tajimalela memerintahkan kedua putranya itu menuju Gunung Sangkan Jaya dan menyuruh keduanya menunggui "sebilah pedang" dan sebuah "kelapa muda". Saat menjalankan amanat itu, Prabu Gajah Agung yang tak kuasa menahan dahaga, mengupas kelapa muda itu dan langsung meminumnya. Tindakan itu, sempat diketahui oleh ayahnya, Prabu Tajimalela sehingga memutuskan Prabu Gajah Agung yang menjadi raja di Sumedanglarang, dengan syarat harus mencari ibukota sendiri.
Atas titah ayahnya, Prabu Gajah Agung (Atmadibrata), selanjutnya memindahkan lokasi ibukota dari Leuwihideung, Darmaraja ke Ciguling, Pasanggrahan, Sumedang Selatan. Karena itu, ia disebut juga Prabu Pagulingan. Ia dikenal memiliki keris yang sangat ampuh dengan nama Ki Dukun. Pusaka Keris ini, sampai sekarang masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun. Namun, Prabu Gajah Agung yang memerintah antara 1492-1502, akhirnya wafat dan dimakamkan di Cicanting Darmaraja. Dua putranya, terdiri Ratu Isteri Rajamantri yang dipersunting Prabu Siliwangi Ratu Dewata (cucu Prabu Siliwangi I) dan Sunan Guling (Mertalaya) yang meneruskan menjadi raja Sumedanglarang (1502-1515).

Sementara itu, Prabu Lembu Agung meneruskan menjadi raja di Tembong Agung. Namun, tidak berlangsung lama. Ia disebut Prabu Peteng Aji dan seperti halnya Putra ketiga Prabu Tajimalela, Sunan Geusan Ulun memilih menjadi seorang petapa/resi. Ia kemudian menurunkan keturunan yang tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes. Sunan Guling, kemudian digantikan putranya, Sunan Tuakan (Tirta Kusuma) dan setelah wafat digantikan putrinya bernama Nyi Mas Ratu Dituakan yang menikah dengan Sunan Corenda, cucu Prabu Siliwangi Ratu Dewata. (Hary Mashury/"PR")***

Comments

Popular posts from this blog

NGARAN PAPARABOTAN JEUNG PAKAKAS

Masrahkeun Calon Panganten Pameget ( Conto Pidato )

Sisindiran, Paparikan, Rarakitan Jeung Wawangsalan katut contona