Soekapoera Masa Mataram Islam
Oleh: Muhajir Salam
Pada tahun 1613, di Pusat kerajaan Mataram, Mas Rangsang naik tahta
menjadi raja Mataram dengan gelar Kanjeng Sultan Agung Senapati. Dibawah
kepemimpinan Sultan Agung, terjadi perubahan sosial politik yang sangat
cepat ditandai dengan berjatuhannya kota-kota di Jawa Timur, termasuk
diantaranya adalah Madura. Kejatuhan Surabaya pada tahun 1925 ,
merupakan puncak dari kejayaan penaklukan Mataram atas Jawa. Sehingga
seluruh wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur dikuasinya. Pengaruh itu
dengan cepat merangsak ke wilayah barat pulau Jawa. Menindaklanjuti
penaklukan Galuh, yang ditaklukan sebelumnya oleh leluhurnya Panembahan
Senopati, Sultan Agung berambisi untuk menguasai daerah tatar Sunda.
Pengaruh Mataram di tatar sunda sangatlah kuat. Hal tersebut,
menyebabkan Sumedanglarang dalam posisi terjepit, maka pada Tahun 1620,
Aria Suriadiwangsa I selaku penguasa Sumedanglarang menyatakan
penyerahan dirinya kepada Mataram. Semenjak itu, kerajaan
Seumedanglarang tidak lagi berdiri sebagai kerajaan yang merdeka, tapi
sebuah vazal Mataram dengan kedudukan sebagai Kabupaten. Nama wilayah
ini diganti namanya menjadi Priangan. Aria Sruriadiwangsa I yang diberi
gelar Pangeran Dipati Kusumadinata I atau Rangga Gempol I menjadi Wedana
Bupati (1620-1625). Semenjak itu, wilayah Soekakerta pun menjadi koloni
Mataram Islam, yang dipimpin oleh Oemboel yaitu Ki Wirawangsa.
Sebagai koloni Mataram, raja-raja tatar Priangan, sering dipinta
terlibat dalam kegiatan peperangan dan ekspansi yang dilakukan Mataram.
Rangga Gempol I sebagai Wedana Bupati Priangan pun meninggal dalam aksi
ekspansi yang dilakukan Mataram ke Madura. Penggantinya adalah Dipati
Ukur, penguasa Tatar Ukur, sebagai Wedana Bupati kedua. Pada tahun 1628 ,
Sultan Agung berniat menaklukan Banten, karena wilayah Mataram sudah
meliputi seluruh Pulau Jawa kecuali Banten. Memerintahkan Dipati Ukur
untuk menyerang Batavia. Pasukan Dipati Ukur dipukul mundur, dan
berbalik melakukan pemberontakan kepada Mataram.
Pihak Mataram baru berhasil menumpas pemberontakan Dipati Ukur awal
tahun 1632, itu pun berkat bantuan beberapa orang kepala daerah di
Priangan. Kepala daerah yang dianggap paling besar jasanya dalam
menumpas pemberontakan tersebut adalah Ki Wirawangsa (Umbul Sukakerta),
Ki Astamanggala (Umbul Cihaurbeuti), dan Ki Somahita (Umbul
Sindangkasih). Namun pada tahun 1930, Dipati Ukur berhasil ditangkap dan
dihukum mati di Mataram. Jabatan wedana bupati diserahkan kepada Rangga
Gede atau Rangga Gempol II. Dalam cerita lain, Sultan Agung membawa
Bupati Sunda beserta rakyatnya yang berjumlah 1.250 orang ke Kerto.
Karena merasa dikecewakan, ia menghukum dan membantai mereka dengan
kejam.
Dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Mataram di pulau Jawa,
Sultan Agung sangat memerlukan legitimasi dari para ulama Jawa. Pada
saat itu, para ulama Jawa yang berpengaruh terus menerus melancarkan
kritik terhadapnya. Maka pada tahun 1633 , Saat sidang agung kerajaan,
Sultan Agung mengakui sistem penanggalan baru yang menggunakan
perhitungan beradasarkan peredaran bulan (Qamariyah). Sejak itu
memberlakukan kalender Islam. Tidak hanya itu, pada tahun 1639 , Sultan
Agung Mengirim utusan ke Mekah memohon gelar untuk dirinya, beliau
memperoleh gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani.Hal tersebut
ditujukan untuk mengambil simpati dari para ulama Jawa dan rakyat dan
mengokohkan Mataram sebagai Kerajaan Islam.
Pada tahun 1641 , Sultan Agung melakukan reorganisasi kekuasaan
Mataram di wilayah Priangan sebagai akibat dari Pemberontakan Dipati
Ukur. Mataram membagi Priangan menjadi 3 kabupaten yaitu Bandung,
Sukapura dan Parakanmuncang. Reorganisasi ini sebagai balas jasa kepada
Umbul Soekakerta, dengan Piagem tanggal 9 Muharam Tahun Jim Akhir, yang
berbunyi, “Penget srat piagem ingsoen soeltan kagadoeh dening ki ngabehi
Wirawangsa kang satiya maring ingsoen, soen djenengaken mantri agoeng
boepati Sukapoera, wedana kalih welas desane wong tigang atoes, ikoe
kang kawerat dening ki wadana sarta soen pradikaken satoeroe (na) ne lan
soen titipaken ngoelon ing Banten ngalor ing Tjirebon, adja na kang
ngaribiroe sakarepe sabab wis anglakoni gawe tigas djanggane Dipati
Oekoer Bandoeng, sarta sinaksenan pitoeng pandjenengan, titi srat
piagem, kang anoerat dina senen tanggal ping sanga sasi moekaram taoen
djim akir, kang anoerat abdining ratoe poen nitisastra.”
Artinya: “Dengan piagam ini Sultan (Mataram) mengangkat Ngabehi
Wirawangsa yang setia kepada sultan menjadi mantri agung bupati
Sukapura, membawahi 12 kepala desa dengan penduduk 300 jiwa. Daerah itu
menjadi daerah perdikan sampai dengan keturunannya yang dititipkan ke
Banten dan Cirebon. Jangan ada yang mengganggu, karena ia telah membunuh
Dipati Ukur Bandung dengan saksi tujuh orang. Ini surat piagam ditulis
tanggal 9 Muharam tahun Jim Akhir oleh abdi ratu Nitisastra.”
Sultan Agung mengangkat Ki Wirawangsa menjadi Bupati Sukapura. Untuk
menghindari kemungkinan terjadi lagi pemberontakan kepala daerah di
Priangan, Sultan Agung kemudian membagi daerah Priangan, di luar Galuh
dan Sumedang, menjadi tiga kabupaten, sekaligus membalas jasa Umbul
Cihaurbeuti dan Umbul Sindangkasih. Berdasarkan Piagem tanggal 9 Muharam
Tahun Alip (Lampiran 2), Ki Wirawangsa dikukuhkan menjadi Bupati
Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, Ki Astamanggala diangkat
menjadi Bupati Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, dan Ki
Somahita diangkat menjadi Bupati Parakanmuncang dengan gelar Tumenggung
Tanubaya.
Sejak itulah Soekakerta berubah menjadi Soekapoera. Perubahan nama
ini sebagai menandai babak baru kehidupan rahayat Soekakerta sebagai
koloni Mataram. Rahayat Soekakerta tidak lagi merdeka yang memiliki
kebebasan. Pada masa ini, terjadi banyak perubahan struktur sosial
masyarakat Soekapoera. Namun realitas ini, tidak menjadi hambatan dalam
proses Islamisasi yang terus berkembang. Tokoh Syeikh Abdul Muhyi atau
Hadji Karang adalah sosok yang mewarnai kultur dan corak keislaman
masyarakat Priangan, baik kalangan menak maupun jelata tatar Soekapoera.
Meskipun Mataram hanya berkuasa hanya 50 tahun atas Soekapoera, namun
pengaruh budaya Mataram berpengaruh kuat dalam kehidupan kalangan menak
Soekapoera. Dalam konteks pemerintahan misalnya, kita akan temukan
kesamaan desain tata kota yang syarat akan pengaruh Mataram. Sebagai
contoh adalah desain tata Kota Harjawinangun sebagai pusat pemerintahan
Soekapoera di Manonjaya. Demikian pula, pemakaian gelar dan atribut
simbol kekuasaan lain yang melekat pada diri kaum menak. Kesemuanya,
menandakan pengaruh kuat dari Kerajaan Islam Mataram.
DAFTAR PUSTAKA
F. De Haan, Preanger, De Preanger-Regentschappen onder het Netherlandsch Berstuur tot 1881. Batavia: Uitgegeven Door Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1910.
Clave Day, The Ducth in Java. New York: Oxford Univercity Press, 1972
Iip D. Yahya, Ajengan Cipasung, Biografi KH. Moh. Ilyas Ruhiyat. Yogyakarta; Pustaka Pesantren, 2006.
Nina Herlina Lubis, Sejarah Tatar Sunda, Jilid I Cetakan I, Bandung: Satya Historika, 2003.
Susanto Zuhdi dan Vecensius Yohanes Jolasa, Titik Balik Historiografi Indonesia, Jakarta: Weda Tama Widya, 2003.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Grafindo, 2000.
Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, Yogyakarta: Diva Press, 2011.
A. Sobana Hardjasaputra, Bupati-Bupati Priangan, Tesis UGM tahun 1985,
M.C. Riclefs, A history of Modern Indonesia since c. 1200, edisi Indonesia oleh Tim penerjemah Serambi, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi, 2010.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta: Prenada, 2004.
Ekadjati, Edi S. dan Undang A. Darsa. Oman Fathurrahman (penyunt.) Jawa Barat Koleksi Lima Lembaga. Jakarta: YOI-EFEO, 1999.
Fariza, Atiek. “Tarekat Syattariah di Keraton Kanoman Cirebon”, Jakarta: Skripsi UI, 1989
Fathurrahman, Oman. Tarekat Syattariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks Jakarta: Prenada, 2008
Sobana, Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya, mencari alternatif tanggal. Diseminarkan pada Seminar Hari Jadi Tasikmalaya tanggal 16 Agustus 2004.
Penulis adalah dosen Sejarah Peradaban Islam di STAI Tasikmalaya; dan peneliti Soekapoera Institute.
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.