Pemerintahan Tasikmalaya 1925-1942

Transformasi Inlandsch Bestuur & Kelahiran Regentschapraad (RR)
 
Oleh : Muhajir Salam

Sebelum menjadi ibu kota Kabupaten Sukapura, Tasikmalaya adalah ibu kota yang berada dibawah pemerintahan kabupaten Sumedang. Tidak banyak informasi yang ditemukan terkait kondisi pemerintahan Tasikmalaya waktu berada dibawah Sumedang. Tasikmalaya adalah kota baru, jika dibanding Manonjaya, Ciamis, Singaparna, Sukapura Kolot atau Mangunreja, yang telah lama menjadi pusat pemerintahan.  Kondisi itu, senada dengan motto “Tasikmalaya Ngadaun Ngora” yang muncul ketika Kabupaten Sukapura berubah nama menjadi Tasikmalaya pada tahun 1913. Maka, untuk menggambarkan landscape dinamika pemerintahan di kota Tasikmalaya tidak bisa dilepaskan dengan momentum perpindahan ibu kota kabupaten Sukapura dari Manonjaya pada tahun 1901.

Sejarah pemerintahan kabupatian Sukapura berevolusi melewati fase sejarah yang sangat kompleks dan panjang. Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1641, sebagai “kerajaan lokal” koloni Mataram Islam[1]. Sejak awal, pemerintahan hanya berputar diantara keluarga kerajaan Sukapura. Budaya aristokrasi ningrat Sukapura ini bertahan tidak kurang dari tiga abad, sampai paruh abad ke 20. Raja Mataram dan Penjajah Eropa[2]. Pengaruh keluarga ningrat yang cukup kuat dan disegani oleh rakyat  telah dimanfaatkan Mataram dan kolonial untuk melanggengkan kepentingannya dari masa ke masa. VOC memanfaatkan pengaruh hasrat eksploitasi dan pengerukan keuntungan ekonomi melalui Preangerstealsel. Demikian pula pada masa pemerintahan Daendels dan Raffles, sistem aristokrasi ini tetap dipertahankan.


Pengaruh penguasa Sukapura perlahan dikikis oleh kolonial Belanda. Mulai tahun 1867, perangkat pemerintahan dari mulai bupati sampai dengan wadana mulai dijadikan pegawai Belanda yang digaji pemerintah.[3] Pada masa Raffles, tata pemerintahan kabupaten menemukan formatnya. Formasi pemerintahan kabupaten, dipimpin oleh seorang Bupati, dibantu oleh Patih sebagai perdana menteri bupati yang melaksanakan tugas harian bupati; Wadana sebagai kepala distrik; Mantri sebagai profesional yang melaksanakan pekerjaan spesifik seperti mantri irigasi, mantri pulisi, mantri pangajaran dll; Penghulu sebagai pelaksana tugas urusan keagamaan; Jaksa sebagai pelaksana urusan legal.[4] Pemerintahan ini dikenal dengan istilah pangreh praja atau indlansch bestuur.[5] Pengikisan pengaruh ningrat yang menjadi pangreh parja kabupatian berlangsung sampai dengan awal abad 20. Pada tahun 1904,pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Hormat Circulaire mencabut dukungan resminya terhadap penampilan “raja-raja lokal” yang sudah ketinggalan zaman, seperti payung-payung, banyaknya jumlah pelayan, tanda kebesaran, dll.[6]

Pada saat kota Tasikmalaya lahir (1901), pemerintahan masih bersifat feodal patrimonial. Kota Tasikmalaya berada di bawah pemerintahan kabupaten Sukapura yang dipimpin oleh seorang bupati[7] yang tunduk pada konstitusi dan legislasi kolonial rezim Hindia Belanda. Secara hirarkis, kabupaten adalah pemerintahan terendah yang diurus oleh bangsa pribumi[8] Sementara hirarki pemerintahan di atas kabupaten adalah Asisten Residen, Residen dan Gubernur Jendral. Dalam sistem administrasi provinsial ini, pemegang kuasa politik di atas kabupaten, baik residen maupun gubernur jendral, jabatannya diisi oleh orang-orang Eropa Belanda.[9] Ringkasnya, pangreh praja yang dipimpin oleh bupati hanyalah agen subordinat yang melaksanakan keputusan-keputusan politik yang diambil oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda maupun residen[10] sebagai kepanjangan tangan kolonial. Meski hanya subordinat pemerintah kolonial, dalam konteks Tasikmalaya, tidak berarti Bupati Sukapura atau Tasikmalaya hanya mendahulukan kepentingan pemerintah kolonial. Sumber-sumber sejarah menunjukan peran Bupati Sukapura dalam mendorong kemajuan dan kepentingan kesejahteraan rakyat.

Faktanya, tiga dekade pemerintahan Bupati R.A.A. Wiratanuningrat, 1908 s.d. 1937, adalah momentum paling penting dalam proses modernisasi Inlandsch Bestuur (pangreh praja) di kota Tasikmalaya. Periode ini adalah masa transisi perubahan pemerintahan dari bentuk tradisional menjadi modern. Bupati R.A.A. Wiratanuningrat berhasil mengawal proses transformasi pemerintahan  modern; dari model patrimonial menjadi birokrasi yang rasional; dari administrasi tradisional menjadi teknokratis birokrasi; dari pemerintahan yang berorientasi kepentingan kolonial menjadi pemerintahan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat; dan, dari pemerintahan aristokrat menjadi pemerintahan demokratis yang membuka ruang keterlibatan publik.

Bupati R.A.A. Wiratanuningrat berhasil mengawal proses transformasi inlandsch bestuur menjadi pemerintahan modern yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan berkomitmen melayani kepentingan publik. Beliau memiliki komitmen yang tinggi untuk kesejahteraan rakyat. Beliau banyak melakukan inisiasi untuk merealisasikan ide dan gagasan kemajuan dan kesejatreaan rakyat yang menjadi cita-citanya. Terlepas dari adanya kepentingan pemerintah kolonial, sejarah banyak mencatat inisiasi beliau yang telah membidani banyak perhimpunan yang bergerak dalam berbagai bidang, baik sosial, budaya, keagamamaan, ekonomi. Sebagai salah satu contoh, beliau mendirikan Panti Fakir Miskin yang dibiayai dari hasil pungutan zakat fitrah keluarga bupati dan para pengusaha di Tasikmalaya.

Bupati R.A.A. Wiratanuningrat memiliki perhatian khusus pada buruknya kesejahteraan rakyat di tenggara Tasikmalaya. Ia yang telah merubah Rawa Lakbok dan Rawa Bijoek menjadi lahan pertanian seluas 14.000 ha dengan peralatan tradisonal alakadarnya.[11] Peristiwa monumental ini dicatat rapih oleh R. Muhammad Sabri Wiraatmadja dalam sebuah naskah “Ngabukbak Lakbok”. R.A.A. Wiratanuningrat memimpin langsung proses perubahan Rawa Lakbok menjadi lahan pertanian, dibantu oleh pangreh praja dan masyarakat setempat. Dalam catatan M. Sabri Wiraatmadja, disebutkan perubahan rawa tersebut membutuhkan waktu 12 tahun, dimulai dari tahun 1925 sampai dengan Bupati meninggal tahun 1937. Sepeninggalnya, Bupati membagikan tanah tersebut kepada rakyat Tasikmalaya Timur dan orang-orang Jawa pendatang  untuk dimanfaatkan meningkatkan kesejahteraan hidupnya.[12]

Pada tahun 1925, R.A.A. Wiratanuningrat berhasil mengawal modernisasi Inlandsch Bestuur seiring dengan formulasi baru pengelolaan pemerintahan kabupaten. Dimana, melalui kebijakan regentschap-ordinantie[13], Tasikmalaya bertansformasi menjadi pemerintahan otonom yang membuka partisipasi politik dalam pengambilan keputusan pengelolaan daerah. Secara demokratis, pengurusan pemerintah kabupaten Tasikmalaya diserahkan kepada lembaga yang bernama Dewan Kabupaten (regentschapraad), disingkat menjadi R.R. Transformasi ini adalah momentum penting dalam sejarah demokratisasi pemerintahan kabupaten. Sejak saat ini, 29 orang perwakilan rakyat dari berbagai kelompok, termasuk golongan tiong hoa dan Eropa, bergabung untuk menetapkan berbagai keputusan dalam pengelolaan pemerintahan kabupaten, khususnya terkait dengan pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik.

Modernisasi pemerintahan kabupaten Tasikmalaya membawa dampak kemajuan pembangunan fisik di kota Tasikmalaya. Selama 30 tahun kepemimpinan R.A.A. Wiratanuningrat, kota Tasikmalaya mengalami kemajuan yang pesat. Bupati berhasil mendorong kelahiran sebuah kota modern yang memiliki sarana dan prasarana publik yang sangat lengkap dan memadai. Selama tiga dasawarsa tersebut, di kota Tasikmalaya telah dibangun pendopo dan alun-alun, gedung kantor pemerintahan, lapangan olah raga, sekola-sekolah rakyat, perombakan kaum, taman-taman kota, gedung bioskop, gedung teater, pasar-pasar, jalan-jalan yang lebar dipusat perkotaan dan pelosok pedesaan, lokasi wisata, jalur angkutan masal trem yang melintasi pusat kota dan menghubungkan singaparna, gedung perbankan dan koperasi rakyat, wilayah pertokoan, gedung rumah sakit, stasion kereta api, jalur-jalur bis angkutan umum, sarana penerangan listrik, jalur telepon dan telegram, fasilitas air minum (leideng), dan pusat-pusat pertokoan dll. Pada masa itu kota Tasikmalaya tumbuh pesat menjadi jantung peradaban modern di Priangan Timur.

Keberadaan R.R. Tasikmalaya telah membuka keran-keran keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembangunan wilayah. Tahun 1925 s.d. 1942 adalah periode penting dalam pembelajaran demokratisasi dan partisipasi publik dalam pembangunan di kota Tasikmalaya. Pada saat ini, R.R. secara selalu mempublikasikan baik perencanaan maupun hasil keputusan (besluit) yang menjadi kebijakan pemerintah kabupaten. Media masa memiliki posisi penting sebagai jembatan perantara komunisasi publik luas dengan pemerintah. Mereka selalu dilibatkan secara terbuka dalam berbagai agenda R.R. Pewartaan perencanaan dan kebijakan pembangunan telah merangsang gairah kesadaran dan sikap kritis publik dalam mengapresiasinya. Pada periode ini publik Tasikmalaya telah melek kebijakan dan melek budgeting (begrooting).

Begrooting taoen ’39. Kaajaanana kas nagara teh djadi oekoeran madjoe moendoerna perekonomian bangsa. Katekoran kas nagara tangtoe ra’jatna keneh bae anoe koedoe naggoeng kasoesahanan teh. Koesabab eta geus sawajibna laoen rahajat daek miloe oeloebioeng nalingakeun kana kaloear asoepna doeit nagara teh… Pamarentah geus nimbang-nimbang jen pikeun noetoep eta katekoran teh dina begrooting taoen ’39 baris ngirit-ngirit katekoran doeit… anu hartina ngoerangan tanagana pikeun kamadjoeanana perekonomian… (komo oepama dibaroeng koe belasting2 anjar! Red) (Tawekal, no.92 tahoen ka 3, senen 2 Mei ’38 – 2 moeloed 1357 pagina 1)  

Kutipan diatas, merepresentasikan kemajuan nalar kritis publik kota Tasikmalaya dalam mengapresiasi kebijakan pembangunan yang dijalankan pemerintah kolonial maupun pemerintah kabupaten (R.R.). Kemajuan ini adalah buah dari modernitas sekaligus reprenstasi kondisi sosial rakyat Tasikmalaya. R.R. secara transparan mempublikasikan agendanya kepada hal layak. Membuka ruang partisipasi dan kontrol publik dalam implementasinya. Buktinya “program R.R. Tasikmalaja” dibuplikasikan dalam salah satu media sebagaimana kutipan berikut,

“Programma koempoelan RR Tasikmalaja.
Dina powe Salasa ddo 17 Mei ’38 di pendopo Kaboepaten Tasikmalaja baris diboeka pasamoan RR dimimitian djam 9 isoek.Noe baris dibadamikeun njaeta:
1.     Nampa lid anjar, toean SP. Postma;
2.     Ngesahkeun noyulen pasamoan tanggal 22 februari 1938;
3.     Netepkeun perhitoengan panarimaan djeung kaloearan paoesahaan loemboeng2 djeung bank2 dessa didjero taoen 1937 (Reg: Blad 1938 No 5 Katja 68);
4.     Netepkeun rarantjang “Rooilijnveroritening kaboepaten Tasikmalaja” (Reg: Blad 1938 No 5 katja 70)
5.     Voerstel ngaleungitkeun pakakas pangadjaran sakola noe dipake di sakolaan vervolg. Reg: Blad 1938 No 5 katja 77)
6.     Ngabadamikeun deui oendang2 lima taoen kaboepaten Tasikmalaja 1938 Reg: Blad 1938 No 5 katja 80)
7.     Netepkeun rarantjang Oendang2 pembakaran roti di kaboepaten Tasikmalaja. Reg: Blad 1938 No 5 katja 88)
8.     Pamenta pikeun ngindjeum tanah Gouvernement di Mangoenredja Reg: Blad 1938 No 6 katja 96)
9.     Ngabadamikeun deui oendang2 ngarobah djeung nambah Wijkenverordening Kaboepaten Tasikmalaja ti tanggal 29 December 1937 (Reg: Blad 1938 katja 97)
10. Ngabadamikeun deui oendang2 padjeg toetoempakan Kaboepaten Tasikmalaja (Reg: Blad 1938 No 6 katja 101)”
(Tawekal, no.92 tahoen ka 3, senen 2 Mei ’38 – 2 moeloed 1357 pagina 2)

Demikianlah, R.R. Tasikmalaya menjalankan fungsi legislasi dalam menetapkan kebijakan strategis pembangunan sejak tahun 1925. Keberadaan R.R. Tasikmalaya adalah momentum sejarah legislasi modern. Bupati R.A.A. Wiratanoeningrat bersama anggota R.R. lainnya, menjadi agen yang mendorong cepatnya proses modernisasi pemerintahan dan pembangunan kota Tasikmalaya dalam segala bidang. Kota Tasikmalaya pada masa itu betul-betul menjadi kota modern yang paling establish dibanding dengan kota lain di wilayah Priangan setelah Bandung.


[1] Pada tahun 1641,  Sultan Agung melakukan reorganisasi kekuasaan Mataram di wilayah Priangan sebagai akibat dari pemberontakan Dipati Ukur. Mataram membagi Priangan menjadi 3 kabupaten yaitu Bandung, Sukapura dan Parakanmuncang. Reorganisasi ini sebagai balas jasa kepada Umbul Soekakerta, dengan Piagem tanggal 9 Muharam Tahun Jim Akhir. Sultan Agung mengangkat Ki Wirawangsa menjadi Bupati Sukapura. Lihat, Sobana, Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya, mencari alternatif tanggal. Diseminarkan pada Seminar Hari Jadi Tasikmalaya tanggal 16 Agustus 2004.
[2] Pada tahun 1677,  kekuasaan Mataram atas Priangan berakhir dengan adanya perjanjian antara Mataram dengan VOC.  Pada tanggal 19-20 Ontober 1677  Priangan Timur diserahkan Mataram kepada VOC. Lihat, Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, Yogyakarta: Diva Press, 2011, h.75
[3] Ricklefs h. 279-280
[4] Heather Sutherland, The Making of a Bureaucratic Elit. Canberra: SAA Publication Series, 1979. h.9 diambil seperlunya.
[5] ibid, hal 1
[6] Ricklefs, h. 281
[7] Dalam perjalanannya, tugas Administrasi pemerintahan Bupati Sukapura dibantu oleh District Head (Wadana) dan Under District Head (Camat). Sebagai contoh pada tahun 1930, masa bupati R.A.A. Wiratanuningrat, dibantu oleh, seorang Patih, bernama R. Rangga Wiriadinata; Pejabat Bupati Kelas I, R. Kosasih Soerakoesoemah; dan Pembatu sekretaris bupati, R. Hardjadiparta. Kabupaten Tasikmalaya terbagi menjadi 10 Distrik (kawadanaan), meliputi; Kawadanaan Tasikmalaya dipimpin oleh R. Adikoesoemah; Kawadanaan Tjiawi dipimpin oleh R. Kandoeroean Soemadipradja; Kawadanaan Manondjaja dipimpin oleh R. Martahadisoerja; Kawadanaan Singaparna dipimpin oleh R. Wiradipoetra; Kawadanaan Taradjoe dipimpin oleh R. Koesnidar; Kawadanaan Karangnoenggal dipimpin oleh R. Naipin; Kawadanaan Tjikatomas dipimpin oleh R. Soemadiningrat; Kawadanaan Bandjar dipimpin oleh R. Rangga Mohammad Soeria Nata Nagara; Kawadanaan Pangandaran dipimpin oleh R. Prawirasastra; dan Kawadanaan Tjijoelang dipimpin oleh R. Somawirja. Lihat, Lihat, Regreerings Almanak voor Nederlansch-Indie 1931, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij, 1931) h. 345. Lebih lanjut, Rickleft berpendapat para bupati diberi gaji oleh pemerintah kolonial yang mulai tahun 1867. Lihat, Ricklefs hal 280
[8] Clave Day, The Dutch in Java. New York: Oxford Univercity Press, 1966., hal 418
[9] Ibid
[10] Clive Day memaparkan tugas residen sebagaimana petikan berikut, “The resident represents the authority of Guvernor General in the province of his activities… He combines administrative, minor legislative, judicial, and fiscal functions, and has still in some cases pollitical or diplomatic responsibilities. He is under certain specific obligations: to protect the natives from all oppression, to maintain peace, to further agriculture and education, to guard religion, and extend the amount know of his residency…”. ibi, hal418-419
[11] D.G. Stibbe en Mr.Dr.F.J.W.H. Sandbergen. h.1652
[12] H.D. Bastaman, Bupati di Priangan. (Bandung: Pusat Studi Sunda, 2004), hal 68 -70 diambil seperlunya
[13] Staatblad van Netherlands Indie voor het Jaar 1925 No. 391

DAFTAR SUMBER
Arsip
Staatsblad van Nederlandsch-Indië voor het Jaar 1901 No. 327
Staatsblad van Nederlandsch-Indië voor het Jaar  1913. No. 356
Staatblad van Netherlands Indie voor het Jaar 1925 No. 391
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1926, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1927, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1928, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1929, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1930, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1931, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1932, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1935, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1940, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)
Regreerings Almanaak voor Nederlansch-Indie 1942, Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia. (Batavia: Landsdrukkerij)


Surat kabar dan majalah

Balaka, No. 11, 17 April 1939, tahunke 2
Tawekal, No.95, 5 Mei 1938-5 Mulud 1357 tahun ke 2
Balaka, No. 5, 10 Februari 1939 tahun 2
Balaka, No.6, 17 februari 1939 tahun 2
Balaka, No, 15. 22 Mei 1939. Tahun ke 2
Al-Imtisal, No. 18 1 Jumadil-akhir (7 Desember 1926), tahun ke 1.
Al-Muchtar, No.15. 27 Desember 1933, tahun ke 1.
Al-Mawaidz no.15, 21 November 1933, tahun ke 1
Tawekal No. 127, 15 Juni ’38-16 Rabiul Akhir 1357 tahun ke 3.
Tawekal No.144, 7 Juli 1938-9 Jumadil Awal 1357 tahun ke 3

Buku-Buku
Joh. F. Senelleman, Encyclopedie van Netherlandsch-Indie, met Medewerking van Verschilnde Ambtenaren, Geleerden en Officirien, Vierde Deel. Leiden: Martinus Nijhoff – E.J. Brill, 1905
D.G. Stibbe en Mr.Dr.F.J.W.H. Sandbergen. Encyclopaedie van Netherlandsch-Indie, Tweede Druk. (‘S-Gravenhage; Matinus Nijhoff, 1939).
Dr. F. De Haan, Preanger: De Preanger-Regentschappen onder het Netherlansch Bestuur tot 1811. Uitgegeven Door het Bataviasch Genootschap van Kunseten en Wetenschappen, 1912.
M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1200 fourth edition, edisi Indonesia oleh Tim Penerjemah Serambi. Jakarta: Serambi, 2010.
Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, Yogyakarta: Diva Press, 2011.
Heather Sutherland, The Making of a Bureaucratic Elit. Canberra: SAA Publication Series, 1979.
Clave Day, The Dutch in Java. New York: Oxford Univercity Press, 1966., The Dutch in Java. New York: Oxford Univercity Press, 1966.
H.D. Bastaman, Bupati di Priangan. (Bandung: Pusat Studi Sunda, 2004)Iip D. Yahya, Ajengan Cipasung: Biaografi KH. Moh. Ilyas Ruhiyat. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 206.
Tommy Christommy, Sign of The Wali: Narrative at the Sacred Sites in Pamijahan West Java. Canberra: ANU Press, 2008.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,Jilid 3 cet 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994)
Kareel Steenbrink, Dutch Collonialism and Islam in Indonesia: Conflict and Contact 1596-1950. Edisi Indonesia oleh Suryan A. Jamrah. Bandung: Mizan, 1995.
Agus Mulyana, dkk. Titik Balik Hostoriografi di Indonesia. (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008).
Emuch Hermansoemantri, Sajarah Sukapura: Sebuah Telaah Filologis (Desertasi). Jakarta: Universitas Indonesia, 1979.
Miftahul Falah, Sejarah Kota Tasikmalaya 1820-1942. Uga Tatar Sunda & Yayasan Masyarakat Sejarah Indonesia Cabang Jawa Barat, 2010
Sobana, Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya, mencari alternatif tanggal. Diseminarkan pada Seminar Hari Jadi Tasikmalaya tanggal 16 Agustus 2004.

Comments

Popular posts from this blog

NGARAN PAPARABOTAN JEUNG PAKAKAS

Masrahkeun Calon Panganten Pameget ( Conto Pidato )

Sisindiran, Paparikan, Rarakitan Jeung Wawangsalan katut contona