MILITER PAJAJARAN (Dok.Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Kintunan : Tirta Guntara
Hatur nuhun kang fauzi, kamari abdi milarian ksatria pajajaran di
google teh kalahkah kaluar TNI. teras nembe kamari abdi mendakan
taktikna di wacana nusantara. sapertos kieu cenah:
Bagaimana
strategi orang Sunda dulu berperang, belum banyak dibahas. Naskah
Sanghyang Siksakandang Karesian hanya menyebutkan nama-nama strategi
perang yang diterapkan, paling tidak sampai abad ke-16.
Dalam
Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan, "Bila ingin tahu tentang
perilaku perang, seperti makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa,
singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara,
asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur, luwakmaturut, kidangsumeka,
babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati, prebusakti,
pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang." (Danasasmita,
dkk., 1987).
Tulisan ini mencoba mendeskripsikan strategi
perang dimaksud. Mudah-mudahan bisa jadi bahan kajian yang lebih
mendalam untuk berbagai pemanfaatan.
1. Makarabihwa; cara
mengalahkan musuh dengan tidak berperang. Mengalahkan musuh dari dalam
musuh itu sendiri, dengan menggunakan kekuatan pengaruh. Praktik merusak
kekuatan musuh dari dalam agar merasa kalah sebelum berperang.
2. Katrabihwa; posisi prajurit saat menyerang musuh, ada yang
ditempatkan di atas, biasanya dengan menggunakan senjata panah, dan
prajurit yang di bawah, biasanya menggunakan tombak dan berkuda.
3. Lisangbihwa; sebelum perang dimulai, Panglima Perang/Hulu Jurit
mengumpulkan pasukan tempurnya agar seluruh prajurit berteguh hati
menjadi pasukan yang berani dan bersemangat berperang untuk mengalahkan
musuh walau pun kekuatan lebih kecil.
4. Singhabihwa;
mengalahkan pertahanan musuh dengan cara menyusup. Para penyusup
merupakan tim kecil yang jumlahnya hanya lima orang, terdiri atas ahli
perang, ahli strategi, dan ahli memengaruhi musuh. Musuh terpengaruh
oleh strategi yang kita lancarkan sehingga pada tahap ini musuh hancur
oleh pikirannya sendiri. Waktunya sangat lama.
5. Garudabihwa;
memusatkan kekuatan pasukan pada posisi yang tersebar di beberapa titik
penting yang telah ditentukan untuk pertempuran. Kekuatan di setiap
titik jumlahnya 20 orang. Dengan simbol-simbol khusus, prajurit yang
tersebar itu akan menyerang secara berbarengan dan sekaligus, kemudian
menyebar kembali untuk mempersiapkan penyerangan berikutnya.
6.
Cakrabihwa; menyusupkan beberapa orang prajurit ke benteng pertahanan
musuh dengan cara rahasia dengan tujuan utama untuk menyusupkan
persenjataan yang kelak akan digunakan oleh pasukan saat bertempur.
Mereka harus prajurit yang sangat terlatih dan mengetahui medan serta
mengetahui cara-cara penyusupan.
7. Sucimuka; upaya pembersihan
musuh setelah perang usai sebab biasanya masih ada musuh yang berdiam
di persembunyian. Para prajurit harus mengetahui daerah-daerah yang
pantas digunakan sebagai tempat berlindung dan menjadi persembunyian
musuh yang sudah tercerai-berai. Prajurit harus mengetahui jalan-jalan
yang dijadikan tempat untuk meloloskan diri. Pembersihan ini sangat
penting agar musuh tidak menghimpun kekuatannya kembali.
8.
Brajapanjara; mendidik beberapa orang musuh agar bekerja untuk pihak
kita. Setelah dianggap tidak membahayakan, mereka dilepas kembali ke
daerahnya untuk dijadikan mata-mata. Orang itulah yang akan mengirimkan
informasi mengenai kekuatan musuh, seperti jenis dan jumlah senjata yang
mereka miliki, dan strategi perang apa yang akan digunakan. Harus
sangat hati-hati saat mendidiknya.
9. Asumaliput; setiap
prajurit harus mengetahui tempat berlindung atau bersembunyi serta tidak
akan diketahui musuh, seperti di dalam gua, tetapi harus pandai melihat
situasi.
10. Meraksimpir; cara berperang ketika prajurit
berada di daerah yang lebih rendah, sedangkan musuh berada di daerah
yang lebih tinggi. Bila posisinya demikian, pasukan dipersenjatai dengan
tombak dan berkuda.
11. Gagaksangkur; cara berperang ketika
prajurit berada di daerah yang lebih tinggi, sedangkan musuh berada di
bawah. Cara mengalahkan musuh dari atas, seperti cara meloncat atau
menghadang.
12. Luwakmaturut; gerakan untuk memburu musuh yang
kabur dari lapangan pertempuran. Prajurit harus tahu cara pengejaran
yang paling cepat di berbagai medan yang berbeda. Pengejaran musuh harus
sampai di tempat persembunyiannya, apakah di air, atau yang lari ke
dalam hutan.
13. Kudangsumeka; cara menggunakan pedang yang
lebih kecil. Bila menyusup ke daerah musuh, prajurit harus mengetahui
cara-cara menyembunyikan pedang/senjata itu agar tidak diketahui musuh.
14. Babahbuhaya; cara menghimpun kekuatan prajurit pada saat pasukan
tertekan dan terjepit musuh, seperti cara/upaya memulihkan mental,
semangat, dan kekuatan prajurit. Dilatihkan ke mana harus berlari,
jangan sampai berlari ke daerah kekuatan musuh. Cara bagaimana bila saat
berlari ada musuh di depan, atau musuh yang terus mengejar, serta cara
bagaimana memilih tempat perlindungan. Bila terlihat aman, prajurit
merundingkan upaya penyelamatan dan merencanakan penyerangan balik.
15. Ngalinggamanik; prajurit yang sudah terlatih dipersenjatai dengan
senjata rahasia, atau senjata keramat kerajaan, seperti tombak. Prajurit
dilatih untuk mengendalikan senjata keramat itu, bila tidak, bisa-bisa
prajurit itu yang terpental atau pingsan.
16. Lemahmrewasa;
cara berperang di hutan belantara atau di tempat-tempat yang rimbun,
terutama ketika pasukan dalam keadaan terdesak dengan senjata pasukan
yang sudah tidak mampu melayani kekuatan persenjataan musuh. Semua
potensi yang bisa digunakan sebagai senjata dimanfaatkan, seperti batu
atau batang pohon.
17. Adipati; teknik untuk melatih prajurit
yang akan dijadikan prajurit dengan kemampuan khusus. Pasukan komando
yang memunyai kemampuan perseorangan yang tangguh dan dapat diandalkan.
18. Prebusakti; setiap prajurit dibekali latihan keahlian khusus
seperti tenaga dalam agar senjata lebih berisi, lebih matih, punya
kekuatan mengalahkan musuh secara luar biasa.
19. Pakeprajurit;
sering kali raja menitahkan untuk tidak berperang. Prajurit terpilih,
yaitu prajurit yang sudah terlatih untuk berunding, mengadakan
perundingan-perindingan sehingga musuh dapat dikalahkan tanpa berperang.
Namun, Panglima Perang/Sang Hulu Jurit, sesungguhnya menghendaki
kemenangan dengan cara berperang.
20. Tapaksawetrik; cara-cara
berperang di air: bagaimana cara mengelabui musuh agar tidak mengetahui
pergerakan prajurit, serta cara-cara menggunakan senjata di air, seperti
di sungai. Prajurit harus terlatih untuk mendekati musuh melalui jalan
air.
Senjata
Persenjataan yang digunakan dalam perang pada
zaman itu pada umumnya sudah berupa senjata dari logam, apakah itu
tombak atau pun pedang. Peninggalan senjata yang ditemukan di beberapa
tempat di Jawa Barat, masih dapat dilihat di Museum Nasional di Jakarta
(Lihat Krom, "Laporan Kepurbakalaan Jawa Barat 1914"). Sementara itu,
kendaraan yang digunakan saat bertempur pada umumnya adalah kuda.
Tulisan ini merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui deskripsi dari
setiap istilah strategi perang yang terdapat dalam Sanghyang
Siksakandang Karesian.
Hatur nuhun kang fauzi, kamari abdi milarian ksatria pajajaran di google teh kalahkah kaluar TNI. teras nembe kamari abdi mendakan taktikna di wacana nusantara. sapertos kieu cenah:
Bagaimana strategi orang Sunda dulu berperang, belum banyak dibahas. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian hanya menyebutkan nama-nama strategi perang yang diterapkan, paling tidak sampai abad ke-16.
Dalam Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan, "Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara, asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur, luwakmaturut, kidangsumeka, babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati, prebusakti, pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang." (Danasasmita, dkk., 1987).
Tulisan ini mencoba mendeskripsikan strategi perang dimaksud. Mudah-mudahan bisa jadi bahan kajian yang lebih mendalam untuk berbagai pemanfaatan.
1. Makarabihwa; cara mengalahkan musuh dengan tidak berperang. Mengalahkan musuh dari dalam musuh itu sendiri, dengan menggunakan kekuatan pengaruh. Praktik merusak kekuatan musuh dari dalam agar merasa kalah sebelum berperang.
2. Katrabihwa; posisi prajurit saat menyerang musuh, ada yang ditempatkan di atas, biasanya dengan menggunakan senjata panah, dan prajurit yang di bawah, biasanya menggunakan tombak dan berkuda.
3. Lisangbihwa; sebelum perang dimulai, Panglima Perang/Hulu Jurit mengumpulkan pasukan tempurnya agar seluruh prajurit berteguh hati menjadi pasukan yang berani dan bersemangat berperang untuk mengalahkan musuh walau pun kekuatan lebih kecil.
4. Singhabihwa; mengalahkan pertahanan musuh dengan cara menyusup. Para penyusup merupakan tim kecil yang jumlahnya hanya lima orang, terdiri atas ahli perang, ahli strategi, dan ahli memengaruhi musuh. Musuh terpengaruh oleh strategi yang kita lancarkan sehingga pada tahap ini musuh hancur oleh pikirannya sendiri. Waktunya sangat lama.
5. Garudabihwa; memusatkan kekuatan pasukan pada posisi yang tersebar di beberapa titik penting yang telah ditentukan untuk pertempuran. Kekuatan di setiap titik jumlahnya 20 orang. Dengan simbol-simbol khusus, prajurit yang tersebar itu akan menyerang secara berbarengan dan sekaligus, kemudian menyebar kembali untuk mempersiapkan penyerangan berikutnya.
6. Cakrabihwa; menyusupkan beberapa orang prajurit ke benteng pertahanan musuh dengan cara rahasia dengan tujuan utama untuk menyusupkan persenjataan yang kelak akan digunakan oleh pasukan saat bertempur. Mereka harus prajurit yang sangat terlatih dan mengetahui medan serta mengetahui cara-cara penyusupan.
7. Sucimuka; upaya pembersihan musuh setelah perang usai sebab biasanya masih ada musuh yang berdiam di persembunyian. Para prajurit harus mengetahui daerah-daerah yang pantas digunakan sebagai tempat berlindung dan menjadi persembunyian musuh yang sudah tercerai-berai. Prajurit harus mengetahui jalan-jalan yang dijadikan tempat untuk meloloskan diri. Pembersihan ini sangat penting agar musuh tidak menghimpun kekuatannya kembali.
8. Brajapanjara; mendidik beberapa orang musuh agar bekerja untuk pihak kita. Setelah dianggap tidak membahayakan, mereka dilepas kembali ke daerahnya untuk dijadikan mata-mata. Orang itulah yang akan mengirimkan informasi mengenai kekuatan musuh, seperti jenis dan jumlah senjata yang mereka miliki, dan strategi perang apa yang akan digunakan. Harus sangat hati-hati saat mendidiknya.
9. Asumaliput; setiap prajurit harus mengetahui tempat berlindung atau bersembunyi serta tidak akan diketahui musuh, seperti di dalam gua, tetapi harus pandai melihat situasi.
10. Meraksimpir; cara berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih rendah, sedangkan musuh berada di daerah yang lebih tinggi. Bila posisinya demikian, pasukan dipersenjatai dengan tombak dan berkuda.
11. Gagaksangkur; cara berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih tinggi, sedangkan musuh berada di bawah. Cara mengalahkan musuh dari atas, seperti cara meloncat atau menghadang.
12. Luwakmaturut; gerakan untuk memburu musuh yang kabur dari lapangan pertempuran. Prajurit harus tahu cara pengejaran yang paling cepat di berbagai medan yang berbeda. Pengejaran musuh harus sampai di tempat persembunyiannya, apakah di air, atau yang lari ke dalam hutan.
13. Kudangsumeka; cara menggunakan pedang yang lebih kecil. Bila menyusup ke daerah musuh, prajurit harus mengetahui cara-cara menyembunyikan pedang/senjata itu agar tidak diketahui musuh.
14. Babahbuhaya; cara menghimpun kekuatan prajurit pada saat pasukan tertekan dan terjepit musuh, seperti cara/upaya memulihkan mental, semangat, dan kekuatan prajurit. Dilatihkan ke mana harus berlari, jangan sampai berlari ke daerah kekuatan musuh. Cara bagaimana bila saat berlari ada musuh di depan, atau musuh yang terus mengejar, serta cara bagaimana memilih tempat perlindungan. Bila terlihat aman, prajurit merundingkan upaya penyelamatan dan merencanakan penyerangan balik.
15. Ngalinggamanik; prajurit yang sudah terlatih dipersenjatai dengan senjata rahasia, atau senjata keramat kerajaan, seperti tombak. Prajurit dilatih untuk mengendalikan senjata keramat itu, bila tidak, bisa-bisa prajurit itu yang terpental atau pingsan.
16. Lemahmrewasa; cara berperang di hutan belantara atau di tempat-tempat yang rimbun, terutama ketika pasukan dalam keadaan terdesak dengan senjata pasukan yang sudah tidak mampu melayani kekuatan persenjataan musuh. Semua potensi yang bisa digunakan sebagai senjata dimanfaatkan, seperti batu atau batang pohon.
17. Adipati; teknik untuk melatih prajurit yang akan dijadikan prajurit dengan kemampuan khusus. Pasukan komando yang memunyai kemampuan perseorangan yang tangguh dan dapat diandalkan.
18. Prebusakti; setiap prajurit dibekali latihan keahlian khusus seperti tenaga dalam agar senjata lebih berisi, lebih matih, punya kekuatan mengalahkan musuh secara luar biasa.
19. Pakeprajurit; sering kali raja menitahkan untuk tidak berperang. Prajurit terpilih, yaitu prajurit yang sudah terlatih untuk berunding, mengadakan perundingan-perindingan sehingga musuh dapat dikalahkan tanpa berperang. Namun, Panglima Perang/Sang Hulu Jurit, sesungguhnya menghendaki kemenangan dengan cara berperang.
20. Tapaksawetrik; cara-cara berperang di air: bagaimana cara mengelabui musuh agar tidak mengetahui pergerakan prajurit, serta cara-cara menggunakan senjata di air, seperti di sungai. Prajurit harus terlatih untuk mendekati musuh melalui jalan air.
Senjata
Persenjataan yang digunakan dalam perang pada zaman itu pada umumnya sudah berupa senjata dari logam, apakah itu tombak atau pun pedang. Peninggalan senjata yang ditemukan di beberapa tempat di Jawa Barat, masih dapat dilihat di Museum Nasional di Jakarta (Lihat Krom, "Laporan Kepurbakalaan Jawa Barat 1914"). Sementara itu, kendaraan yang digunakan saat bertempur pada umumnya adalah kuda.
Tulisan ini merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui deskripsi dari setiap istilah strategi perang yang terdapat dalam Sanghyang Siksakandang Karesian.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.