Sejak Kapan Sunda Diberitakan?
PRASASTI dianggap sumber berita otentik para sejarawan. Itulah
masalahnya. Sumber rujukan prasasti di Jawa Barat boleh dibilang
terbatas. Lumrah bila ada ruang kosong tanpa jejak, sehingga sempat
muncul keraguan tentang sejarah kerajaan yang pernah berkuasa di Jawa
Barat. Pertanyaan serius pernah dilontarkan Nugroho Notosusanto dan
timnya saat menyusun Sejarah Nasional Indonesia yang pertamakali
diterbitkan tahun 1975. Kekosongan berita otentik dalam bentuk prasasti,
menjadi salah satu persoalan.
Kerajaan yang selama ini dianggap berdiri sendiri, boleh jadi,
sebetulnya merupakan perjalanan estapet satu kerajaan bernama
Tarumanagara setelah runtuh menjelang akhir abad VII Masehi. Nama-nama
yang sekarang dianggap sebagai nama kerajaan, diduga hanya nama ibukota
atau pusat kerajaan Tarumanagara yang berpindah-pindah. Artinya diduga,
Kerajaan Sunda, sampai keruntuhannya pada tahun 1579, telah mengalami
perpindahan ibu kota, mulai dari Galuh dan berakhir di Pakwan Pajajaran.
Paling tidak, pandangan itu salah satunya bertolak dari prasasti yang
ditemukan dalam jumlah terbatas di Jawa Barat. Informasi tentang nama
kerajaan yang ditemukan dalam prasasti pun tidak rinci.
Ada juga sumber asing yang menyebut nama Sunda, seperti dari Berita
Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513). Menyebut-nyebut regno de
cumda (kerajaan Sunda) telah melakukan hubungan dagang dengan Portugis.
Diperkuat Antonio Pigafetta (1522) yang memberitakan Sunda sebagai
daerah penghasil lada. Dua sumber asing ini, secara gamblang menyebut
nama kerajaan Sunda di Jawa Barat.
Sedangkan sumber lokal yang dianggap sumber pertama menyinggung nama
Sunda sebagai sebuah kerajaan, tertulis tertulis dalam Prasasti Kebon
Kopi II tahun 458 Saka (536 Masehi). Prasasti itu ditulis dalam aksara
Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Dalam
prasasti itu ada kalimat … ba(r) pulihkan haji sunda… yang artinya:
“mengembalikan raja Sunda”. Bisa ditafsirkan, sebelumnya telah ada raja
Sunda. Batu peringatan itu mencatat ucapan ucapan Rakryan Juru
Pangambat, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja
Sunda.
Sayang, prasasti ini sudah hilang. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat
mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu,
menyatakan seorang “raja Sunda” naik tahta dan menanggalkan peristiwa
ini tahun 932 Masehi.
Rujukan lainnya kerajaan Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang
terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini
ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi.
Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Sekarang
keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan
kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti (menurut Pleyte):
Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M), bulan
Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari
pertama, wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja
Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya
Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramattunggadewa,
membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini. Dibuat oleh Sri
Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan
untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap ikan,
di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan
Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar.
Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang
melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara
mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan,
dan dada dibelah dua.
Selain dalam bentuk batu tulis, nama Sunda juga disebut-sebut dalam
naskah kuno Carita Parahyangan (akhir abad XVI) dan Siksakanda(ng)
Karesian berangka tahun 1440 Saka (1518 M).
Bukti-bukti itulah yang dianggap memperkuat daerah Jawa Barat dikenal
dengan nama Sunda. Sedangkan nama-nama lain yang selama ini dianggap
nama kerajaan, adalah nama pusat kerajaan atau ibukota. Seperti yang
disitir buku Sejarah Nasional Indonesia, nama Galuh dan Pajajaran (dalam
prasasti ditulis Pakwan Pajajaran), ditafsirkan sebagai nama suatu
tempat yang dianggap menjadi ibukota kerajaan Sunda yang
berpindah-pindah sampai beberapa kali. (dari berbagai sumber)
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.