Silsilah Mahabarata
Menurut Kamus Basa Sunda oleh M.A. Satjadibrata, arti
silsilah itu ialah rangkaian keturunan seseorang yang ada kaitannya
dengan orang lain yang menjadi istrinya dan sanak keluarganya. Silsilah
tersebut adalah merupakan suatu susunan keluarga dari atas ke bawah dan
ke samping, dengan menyebutkan nama keluarganya.
Arti silsilah itu bersifat universal, yang artinya orang-orang di
seluruh dunia mempunyai silsilah keturunannya dan pula, di seluruh benua
akan dimaklumi, bahwa semua orang pasti akan mengagungkan leluhurnya.
Kita sering membaca silsilah keturunan para raja yang termasuk sejarah
atau silsilah para penguasa yang memerintah suatau daerah, baik yang
ditulis pada prasasti maupun benda lain yang artinya bukan hanya untuk
dikenal saja, tetapi untuk digaungkan oleh segenap masyarakatnya, dan
dikenang akan jasa-jasanya.
Jelas bagi kita, bahwa yang dimaksud dengan silsilah itu, ialah suatu
daftar susunan nama orang-orang yang merupakan susunan keturunan dari
suatu warga atau dinasti (wangsa), misalnya Dinasti Sriwijaya, Dinasti Syailendra, dan dinasti-dinasti lainya yang pernah berkuasa.
Demikian pula dalam pewayangan, ada salah satu nama keluarga besar
yang menggunakan nama leluhurnya, contoh Kurawa. Kurawa artinya
keturunan raja Kuru yang dahulu pernah memerintah negara Astina dan
menjadi leluhur prabu Suyudana beserta adik-adiknya. Demikian pula
dengan keluarga Pandawa atau sering disebut Barata Pandawa. Nama barata
adalah juga merupakan nama leluhurnya, yang pernah berkuasa di Astina,
sehingga diabadikan oleh para Pandawa degan Sebutan keluarga Barata
Pandawa.
Apa sebabnya Pandawa dan Kurawa memakai dua nama leluhurnya yang
berbeda, padahal mereka itu dari satu nenek moyang ? mereka hanya
menggunakan nama leluhurnya yang dipandang pada saat itu memerintah,
sebagai orang yang patut dan wajar untuk diabadikan namanya menurut
meraka masing-masing.
Maksud Adanya Silsilah
Maksud penyusunan silsilah ini adalah sebagai ucapan syukur kepada
para leluhurnya yang telah memberi bimbingan serta mengayomi dan yang
lebih utama lagi, adalah bahwa seseorang lahir ke dunia, adalah karena
adanya leluhurnya itu.
Penyusunan silsilah keturunan ini
mempunyai arti yang penting bagi suatu keluarga, seperti untuk
mengetahui keturunan siapa orang itu, untuk mengetahui siapa dan
bagaimana leluhurnya itu, dan yang utama sekali, ialah bagaimana
pandangan masyarakat terhadap leluhurnya itu, untuk dijadikan kenangan
secara turun-temurun, agar keturunannya tidak kehilangan jejak
leluhurnya, agar dapat dijadikan kebanggaan seluruh keturunannya dan
dapat pula dijadikan contoh bila leluhurnya salah seorang pahlawan.
Dari segi lainpun silsilah ini mempunyai maksud yang penting pula dan
dapat dibenarkan oleh agama dan negara manapun juga. Ada beberapa sudut
pandang tentang adanya silsilah, yaitu dari sudut perorangan, dari
sudut lingkungan masyarakat, dan dari sudut kepercayaan.
Ditinjau dari segi perorangan, pangagunggan leluhurnya itu
dimaksudkan agar perilaku yang pernah dijalankan para leluhurnya menjadi
contoh bagi keturunnan yang ditinggalkan dan diceritakan kembali kepada
keturunan berikutnya tentang betapa besar jasanya dan keagunganya
leluhur mereka tersebut. Dalam hal ini tentu hanya kebaikan-kebaikan
saja yang diceritakan kembali, Demikian pula kadang-kadang ada yang
menceritakan kagagahan dan kesaktiannya.
Maksud silsilah seseorang dalam lingkungan masyarakat ini, adalah
untuk dikenal dan dikenang oleh masyarakat agar dijadikan seorang
pahlawan dalam sejarah hidup bangsa tersebut. Sedangkan maksud utama
penggunaan silsilah ini adalah sebagai tanda terima kasih kepada para
leluhurnya atas suatu usaha pemulyaan, sebagai kenangan akan kebaikannya
dan usahanya dalam mengayomi dan menjaga keselamatan keturunannya atau
usaha pelestarian keturunannya. Sesuai dengan kepercayaan penduduk, di
Bali misalnya, lain lagi dengan di Jawa atau daerah lain yang menganut
ajaran Islam, demikian pula dengan masyarakat yang memeluk agama lain.
Walaupun berbeda kepercayaan, tetapi di setiap suku bangsa memegang
teguh terhadap adat-istiadatnya. atau kebiasaan dalam cara mengagungkan
leluhurnya.
Ditinjau dari segi kepercayaan, telah menjadi kewajiban seseorang
atau sekeluarga untuk mengenang dan mengagungkan leluhurnya dengan cara
dan peraturan kepercayaannya masing-masing yang dianutnya. Bagi penganut
ajaran Islam, para leluhurnya tersebut tidak boleh disembah dan dipuja,
kecuali dikenang dan diagungkan, karena hanya Tuhan sajalah yang
disembah dan dipuja. Maksud mengagungkan leluhurnya tersebut, agar
kebaikan-kebaikan yang pernah dilaksanakan para leluhurnya menjadi
bagian bagi keturunannya dan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Adapun tujuan penyusunan silsilah adalah sebagai usaha pumuliaan
artinya untuk memuliakan leluhurnya, usaha pelestarian kebijakan
leluhurnya artinya agar leluhurnya itu tetap dikenang dan segala
perilaku yang baik dijadikan contoh keturunannya. Kedua usaha tersebut
disebut Dwi Dharma Bakti.
Penampilan Silsilah
Secara umum, penampilan silsilah tersebut hanya dipergunakan oleh
orang-orang penting saja yang pada umumnya ditulis dalam buku-buku
sejarah. Sedangkan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda antara tahun
1610 sampai tahun 1942, hanya para raja dan para bupati saja yang
silsilahnya ditullis dan disusun dalam kitab-kitab sejarah.
Pada zaman Pra sejarah atau kepercayaan Animisme Dinamisme di
Indonesia, di mana masyarakat mendewakan semua benda hidup dari roh
nenek moyangnya. Jelas bagi kita bahwa bangsa Indonesia sejak dahulu
telah terbiasa mengagungkan leluhurnya yang diwujudkan dengan jalan
upacara penyembahan leluhurnya, baik di rumah maupun di tempat yang
khusus yang disediakan secara beramai-ramai.
Ketika kebudayaan Hindu berkembang di Indonesia pada umumnya, di Jawa
pada khususnya, penyembahan terhadap roh itu tidaklah hilang hanya
sifat dan bentuknya yang berubah. Selain mengagungkan leluhurnya dengan
jalan menceritakan kembali kebaikannya, juga disatukan dengan
penyembahan dan pemujaan terhadap para dewa yang menjadi mitos India,
seperti Dewa Siwa, Dewa Wisnu, Dewa Brahma dan ada pula yang menyembah
Batari Durga.
Dengan jalan demikian, maka kesusasteraanpun ada dua macam, yaitu
Kitab Ramayana dan Kitab Mahabharata, disamping itu terdapat pula
cerita-cerita legenda rakyat, seperti Prabu Mikukuhan, Sri Sadana, dan
lain-lainya.
Lakon-lakon tersebut di atas, dipergelarkan di muka
umum, sehingga tidak terbatas pada lingkungan keluarga saja, namun
umumpun dapat mendengarkan kabaikan-kabaikan apa yang diperbuat oleh
leluhurnya itu. Hal tersebut jelas bahwa pangagungan kepada leluhur
bangsa Indonesia itu sangat menguntungkan bagi kemekaran kebudayaan
Hindu, karena dalam upacara tersebut dapat pula disisipkan kisah para
dewa, yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk cerita Ramayana
dan Mahabharata. Akhirnya kedua cerita yaitu cerita dari India dan
legenda rakyat disatukan, dengan jalan cerita pokok dalam pergelaran
tersebut, ialah kisah-kisah dari India dan adat kebiasaan hidup dan
kehidupan serta kebiasaan lingkungan diambil dari kisah-kisah legenda
rakyat.
Adapun cerita Mahabharata tersebut mengisahkan kepahlawanan Pandawa
yang dianggap sebagai leluhur bangsa India, karena leluhur Pandawa
menurut gaya India ialah raja Barata yang pernah memimpin di India.
Karena silsilah Mahabharata gaya India tersebut tidak sesuai dengan adat
kebiasaan dan lingkungan hidup bangsa Jawa, maka silsilah Mahabharata
tersebut dirubah, seperti yang kita lihat pada Kitab Pustaka Raja Purwa,
karya R, Ng. Ronggowarsito.
Disamping itu perlu pula diketahui bahwa Mahabharata adalah hasil sastra India yang berpusatkan kepada Dewa Siwa dan Kitab.
Silsilah Bharata.
Meneliti silsilah wayang dalam cerita Mahabharata tersebut, kita akan
mendapat kesulitan kiranya, karena pada cerita itu terdapat dua jalur
silsilah yang dihasilkan oleh dua kepercayaan, yaitu silsilah
Mahabharata gaya India dan silsilah Mahabharata versi Pustaka Raja
Purwa.
Sebagaimana telah kita ketahui, cerita Mahabharata adalah hasil karya
sastra India yang berpusatkan kepada Dewa Siwa, maka silsilahnyapun
tentu silsilah yang berdasarkan cerita Hindu di India, dan bukan
keturunan dari para Dewa, namun para Pandawa merupakan keturunan dari
raja Nahusta, seorang raja di India.
Lain halnya dengan silsilah para Pandawa menurut gaya Indonesia,
bahwa para Pandawa adalah keturunan dari para dewa. Dari dewa turun
temurun sampai kepada raja-raja yang memerintah di tanah Jawa.
Cerita Mahabharata versi Indonesia tersebut telah disesuaikan dengan
tradisi bangsa Indonesia, di mana yang menjadi pusat perhatian dan pusat
perkembangan silsilah yaitu Batara Guru, maksudnya agar masyarakat pada
waktu itu percaya bahwa para raja Jawa adalah keturunan para dewa.
Menurut Mahabharat versi India, susunan silsilah itu disusun sebagai
berikut, raja pertama yang memerintah India ialah Prabu Nahusta sebagai
pendiri negara Hastina yang menurunkan raja-raja yaitu Prabu Nahusta,
Prabu Yayati, Prabu Kuru, Prabu Dusanta, Prabu Barata, Prabu Hasti,
Prabu Puru, Prabu Pratipa, Prabu Santanu hingga sampai Pandawa dan
Kurawa.
Prabu Yadawa menurunkan raja-raja yang memerintah Mathura, seperti:
Basudewa, Baladewa, Kresna dan lain-lainya. Prabu Puru yang menurunkan
raja-raja yang memerintah negara Hastina, seperti Sentanu, Abiyasa,
Pandu, Duryudana, Parikesit.
Prabu Kuru berputra Prabu Dusanta yang menikah dengan Dewi Sakuntala
dan berputra Prabu Barata yang namanya dipakai gelar/julukan para
Pandawa, sedangkan nama Prabu Kuru dipakai gelar para Kurawa.
Prabu Barata dikaruniai seorang putra yang bernama Prabu Hesti yang
namanya diabadikan menjadi nama negara Hastina. Hesti artinya gajah,
negara Hastina artinya negara gajah.
Pemakaian nama leluhurnya sebagai gelar suatu golongan keluarga,
dimaksudkan untuk mengagungkan dan menyemarakan salah seorang
leluhurnya, karena jasanya, dan karena amalnya terhedap negara. Penggunaan gelar leluhurnya yang berlainan dengan keluarga dekatnya
yang menggunakan nama leluhurnya dalam satu rumpun atau satu keluarga,
menandakan bahwa leluhurnya itu, kesemuanya adalah seorang raja yang
patut dibanggakan dan namanya diabadikan.
Silsilah Bharata Versi Pustaka Raja Purwa
Dalam perkembangan dan penyebaran di Indonesia, kedua cerita epos
mitos tersebut bercampur dengan legenda-legenda rakyat, dan disampingnya
masuk pula pengaruh kebudayaan Jawa asli sebagai peninggalan zaman Pra
Sejarah dimana masyarakatnya berkepercayaan Animisme-Dinamisme.
Tokoh-tokoh yang pernah dipuja pada zaman Pra Sejarah, seperti Hyang
Tunggal, Hyang Wenang, dimasukkan ke dalam silsilah Mahabharata dan
dijadikan leluhur para Pandawa yang menurunkan raja-raja Jawa, sehingga
merupakan silsilah campuran antara kepercayaan Hindu dan kepercayaan
zaman Pra Sejarah. Maksud uraian ini adalah untuk menyatakan kepada
masyarakat, bahwa para Pandawa adalah keturunan para Sang Hyang,
demikian pula para raja yang memerintah pulau Jawa adalah keturunan para
Pandawa.
Silsilah Mahabharata versi Pustaka Raja Purwa ini, dimulai dari
Batara Guru yang menikah dengan Dewi Uma, berputra empat orang di
antaranya Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Batara Brahma menikah dengan Dewi
Raraswati berputrakan sebelas orang, di antaranya Batara Brahmanaraja
yang menikah dengan Dewi Widati dan berputra Batara Parikenan. Sedangkan
Batara Wisnu berputrakan Prabu Basurata yang menikah dengan putri
Batara Brahma bernama Dewi Brahmaniyuta, dan berputrakan Dewi
Brahmaneki.
Begawan Parikenan kemudian menikah dengan Dewi Brahmaniyuta
berputrakan Dewi Kaniraras, Raden Kano, Raden paridarma. Karena Dewi
Kaniraras putri sulung, maka calon raja di Purwacarita adalah Begawan
Manumayasa yang menikah dengan Dewi Kaniraras. Raden Kano dan Raden
Paridarma menjadi raja di negara lain. Dewi Kaniraras menkah dengan
Begawan Manumayasa berputra Begawan Sekutrem dan menikah dengan Dewi
Nilawati, dari pernikahan itu berputra Begawan Sakri yang menikah dengan
Dewi Sati dan berputra Parasara.
Diceritakan, bahwa Begawan Parasara hendak menyeberangi Bengawan
Jamuna, ia diseberangkan oleh seorang wanita yang badanya bau amis dan
anyir karena menderita penyakitat bau anyir, dia adalah Dewi Rara Amis
(Durgandini) putra Prabu Basuketi raja negara Wiratha. Dewi Rara Amis
diobati Raden Parasara yang kemudian diperistri dan berputra Abiyasa,
mereka bersama-sama membangun negara Gajahoya.
Perbedaan yang jelas dari kedua silsilah itu adalah silsilah
Mahabharata versi India disebutkan leluhur Pandawa adalah Prabu Nahusta,
leluhur Pandawa versi Pusta Raja Purwa adalah Sang Hyang.
Sumber : “Pedalangan untuk SMK oleh Supriyono dkk”
Nhn !
ReplyDeleteSami-sami kang yayat.
Delete