Islam itu Sunda, Sunda itu Islam
“Islam teh Sunda, Sunda teh Islam” seperti itulah kira-kira pendapat yang dilontarkan oleh almarhum H. Edang Saifudin Anshari, MA.
Ya, Agama Islam di tatar Sunda telah mendarah daging dalam
sendi-sendi kehidupan orang Sunda. Islam menjadi gincu bagi kebudayaan
yang tumbuh di tengah masyarakat Sunda. Rasa-rasanya ada yang hilang
dari jati diri orang sunda bila tidak menganut Islam.
“Dulu waktu masih tinggal di desa ada tetangga saya yang tiap Minggu
pergi ke Gereja, lihatnya itu agak gimana gitu,”cerita Wawan
Setiawan. Laki-laki yang lebih dikenal dengan panggilan Hawe Setiawan
ini adalah seorang penulis, kritikus, dan pemerhati budaya.
Proses asimilasi dan akulturasi Islam dengan budaya Sunda telah
berlangsung sejak lama, tepatnya pada abad ke-15 dan 16. Pada waktu itu
Islam pertama kali diperkenalkan di tatar Sunda ini oleh Syarif
Hidayatullah (1470 M). Naskah kuno yang dalam bahasa Sunda tentang Islam
adalah naskah Siksakandang Karsian yang ditulis pada abad ke-16.
Islam masuk ke tatar Sunda tanpa hambatan yang berarti. “Ada dasar
teologis, keyakinan primordial dalam masyarakat Sunda. Misalnya
kepercayaan pada Sang Hyang Tunggal, itu selaras dengan monoteisme dalam
Islam,” Hawe menjelaskan.
Selain itu karakter Islam yang tidak jauh berbeda dengan karakter
budaya Sunda yang ada pada waktu itu membuatnya tidak sulit untuk
diterima oleh masyarakat Sunda. Kesederhanaan yang melekat dalam agama
Islam juga tertanam kuat dalam budaya Sunda.
Ajaran tentang akidah, ibadah terutama akhlak dari agama Islam sangat
sesuai dengan jiwa urang Sunda yang dinamis. Kebudayaan asal yang
menjadi “bungkus” agama Islam adalah kebudayaan timur yang tidak asing
bagi urang Sunda. Oleh karena itu, ketika urang Sunda membentuk jati
dirinya berbarengan dengan proses Islamisasi, maka agama Islam merupakan
bagian dari kebudayaan Sunda yang terwujud secara tidak sadar menjadi
identitas kesundaan mereka.
Orang Sunda lebih menyukai substansi agama yang diwujudkan dalam
kehidupan. Dalam menyikapi berbagai aliran keagamaan yang berkembang di
lingkungannya, orang Sunda lebih fleksibel selama aliran itu tidak
menyimpang terlalu jauh dari tradisi kesundaan. Disadari atau tidak
budaya Sunda bisa menjadi semacam penangkal fanatisme berlebih. Ini bisa
dipahami dari watak orang Sunda yang menganut nilai-nilai cageur, bageur, bener, singer, dan pinter.
Kelima watak orang Sunda itu bisa kita dipahami seperti ini. Cageur,
yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat
berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan
bertindak, sehat berprasangka atau menjauhkan sifat suudzon-isme. Bageur,
yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan
kaidah moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik
hati, penolong dan ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya
dibaca atau diucapkan saja.
Bener, yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan dalam
mengerjakan tugas pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama, benar
dalam memimpin, berdagang, tidak memalsu atau mengurangi timbangan, dan
tidak merusak alam. Singer, yaitu penuh mawas diri bukan
was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang lain sebelum
pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang, tidak
cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya.
Pinter, yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu
agama sampai ke dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau
berbeda keyakinan, pandai menyesuaikan diri dengan sesama, pandai
mengemukakan dan membereskan masalah pelik dengan bijaksana, dan tidak
merasa pintar sendiri sambil menyudutkan orang lain.
Dari hasil sensus penduduk tahun 2000, agama Islam di Jawa Barat
sedikitnya dipeluk oleh 37.606.317 orang. Angka ini merupakan 98% dari
jumlah penduduk Jawa Barat. Tercatat pula terdapat kurang lebih 172.523
buah masjid, 4.772 buah pesantren, 150.927 orang kiai, 35.495 orang
ulama, dan 36.201 orang mubalig yang tersebar merata di seluruh pelosok
Jawa Barat. Dengan keadaan tersebut, dapat dikatakan bahwa rakyat Jawa
Barat (Sunda) hampir seluruhnya beragama Islam. Dengan kata lain, agama
orang Jawa Barat (Sunda) adalah agama Islam.
Untuk menjaga keselarasan budaya Sunda dengan agama Islam, perlu
dilakukan usaha-usaha yang terus menerus dikembangkan. Hal yang dapat
dilakukan adalah dengan memperkuat jaringan aktivitas keislaman. Selain
itu, bentuk-bentuk kegiatan Islam yang menyatu dengan budaya harus
dikembangkan. Alangkah lebih baik jika basis keagamaan yang ada di
pesantren-pesantren tradisional diperkuat.
Apabila variabel kebudayaan diperhitungkan oleh komunitas-komunitas
Islam, bukan tidak mungkin Islam akan terus berkembang. Bahkan dapat
menjadi menjadi primadona.[ed: Tr]
Sumber : http://salmanitb.com/
Sumber : http://salmanitb.com/
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.