PANDAWA
Pandawa adalah sebuah kata dari bahasa Sanskerta (Dewanagari: पाण्डव; Pāṇḍava), yang secara harfiah berarti anak Pandu (Dewanagari: पाण्डु;
IAST: Pāṇḍu), yaitu salah satu Raja Hastinapura dalam wiracarita
Mahabharata. Dengan demikian, maka Pandawa merupakan putra mahkota
kerajaan tersebut. Dalam wiracarita Mahabharata, para Pandawa adalah
protagonis sedangkan antagonis adalah para Korawa, yaitu putera
Dretarastra, saudara ayah mereka (Pandu). Menurut susastra Hindu
(Mahabharata), setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan (penitisan)
dari Dewa tertentu, dan setiap anggota Pandawa memiliki nama lain
tertentu. Misalkan nama "Werkodara" arti harfiahnya adalah "perut
serigala". Kelima Pandawa menikah dengan Dropadi yang diperebutkan dalam
sebuah sayembara di Kerajaan Panchala, dan memiliki (masing-masing)
seorang putera darinya.
Para Pandawa merupakan tokoh penting dalam
bagian penting dalam wiracarita Mahabharata, yaitu pertempuran besar di
daratan Kurukshetra antara para Pandawa dengan para Korawa serta
sekutu-sekutu mereka. Kisah tersebut menjadi kisah penting dalam
wiracarita Mahabharata, selain kisah Pandawa dan Korawa main dadu. Para Pandawa terdiri dari lima orang pangeran, tiga di antaranya (Yudistira, Bima, dan Arjuna) merupakan putra kandung Kunti, sedangkan yang lainnya (Nakula dan Sadewa) merupakan putra kandung Madri, namun ayah mereka sama, yaitu Pandu.
Yudistira merupakan saudara para Pandawa
yang paling tua. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari
Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak
pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi dan
suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah.
Memiliki julukan Dhramasuta (putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak
memiliki musuh), dan Bhārata (keturunan Maharaja Bharata). Ia menjadi
seorang Maharaja dunia setelah perang akbar di Kurukshetra berakhir dan
mengadakan upacara Aswamedha demi menyatukan kerajaan-kerajaan India
Kuno agar berada di bawah pengaruhnya. Setelah pensiun, ia melakukan
perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama dengan saudara-saudaranya
yang lain sebagai tujuan akhir kehidupan mereka. Setelah menempuh
perjalanan panjang, ia mendapatkan surga.
Bima merupakan putra kedua Kunti dengan
Pandu. Nama bhimā dalam bahasa Sansekerta memiliki arti "mengerikan". Ia
merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan
Bayusutha. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan
berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian,
ia memiliki hati yang baik. Pandai memainkan senjata gada. Senjata
gadanya bernama Rujakpala dan pandai memasak. Bima juga gemar makan
sehingga dijuluki Werkodara. Kemahirannya dalam berperang sangat
dibutuhkan oleh para Pandawa agar mereka mampu memperoleh kemenangan
dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Ia memiliki seorang putera dari
ras rakshasa bernama Gatotkaca, turut serta membantu ayahnya berperang,
namun gugur. Akhirnya Bima memenangkan peperangan dan menyerahkan tahta
kepada kakaknya, Yudistira. Menjelang akhir hidupnya, ia melakukan
perjalanan suci bersama para Pandawa ke gunung Himalaya. Di sana ia
meninggal dan mendapatkan surga. Dalam pewayangan Jawa, dua putranya
yang lain selain Gatotkaca ialah Antareja dan Antasena.
Arjuna merupakan putra bungsu Kunti dengan
Pandu. Namanya (dalam bahasa Sansekerta) memiliki arti "yang bersinar",
"yang bercahaya". Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, Sang Dewa
perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap
sebagai ksatria terbaik oleh Drona. Kemahirannnya dalam ilmu peperangan
menjadikannya sebagai tumpuan para Pandawa agar mampu memperoleh
kemenangan saat pertempuran akbar di Kurukshetra. Arjuna memiliki banyak
nama panggilan, seperti misalnya Dhananjaya (perebut kekayaan – karena
ia berhasil mengumpulkan upeti saat upacara Rajasuya yang
diselenggarakan Yudistira); Kirti (yang bermahkota indah – karena ia
diberi mahkota indah oleh Dewa Indra saat berada di surga); Partha
(putera Kunti – karena ia merupakan putra Perta alias Kunti). Dalam
pertempuran di Kurukshetra, ia berhasil memperoleh kemenangan dan
Yudistira diangkat menjadi raja. Setelah Yudistira mangkat, ia melakukan
perjalanan suci ke gunung Himalaya bersama para Pandawa dan melepaskan
segala kehidupan duniawai. Di sana ia meninggal dalam perjalanan dan
mencapai surga.
Nakula merupakan salah satu putera kembar
pasangan Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama
Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Sadewa, yang
lebih kecil darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah
kedua orangtuanya meninggal, ia bersama adiknya diasuh oleh Kunti, istri
Pandu yang lain. Nakula pandai memainkan senjata pedang. Dropadi
berkata bahwa Nakula merupakan pria yang paling tampan di dunia dan
merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh. Ia giat bekerja dan
senang melayani kakak-kakaknya. Dalam masa pengasingan di hutan, Nakula
dan tiga Pandawa yang lainnya sempat meninggal karena minum racun, namun
ia hidup kembali atas permohonan Yudistira. Dalam penyamaran di
Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai
pengasuh kuda. Menjelang akhir hidupnya, ia mengikuti pejalanan suci ke
gunung Himalaya bersama kakak-kakaknya. Di sana ia meninggal dalam
perjalanan dan arwahnya mencapai surga.
Sadewa merupakan salah satu putera kembar
pasangan Madri dan Pandu. Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama
Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Nakula, yang
lebih besar darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah
kedua orangtuanya meninggal, ia bersama kakaknya diasuh oleh Kunti,
istri Pandu yang lain. Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan
bijaksana. Sadewa juga merupakan seseorang yang ahli dalam ilmu
astronomi. Yudistira pernah berkata bahwa Sadewa merupakan pria yang
bijaksana, setara dengan Brihaspati, guru para Dewa. Ia giat bekerja dan
senang melayani kakak-kakaknya. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya
yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai pengembala sapi.
Menjelang akhir hidupnya, ia mengikuti pejalanan suci ke gunung Himalaya
bersama kakak-kakaknya. Di sana ia meninggal dalam perjalanan dan
arwahnya mencapai surga.
Masa kanak-kanak
Pandawa lima yang terdiri atas Yudistira,
Arjuna, Bima, Nakula dan Sadewa, memiliki saudara yang bernama Duryodana
dan 99 adiknya yang merupakan anak dari Dretarastra yang tak lain
adalah paman mereka, sekaligus Raja Hastinapura. Sewaktu kecil mereka
suka bermain bersama, tetapi Bima suka mengganggu sepupunya. Lambat laun
Duryodana merasa jengkel karena menjadi korban dan gangguan dari ejekan
Bima. Suatu hari Duryodana berpikir ia bersama adiknya mustahil untuk
dapat meneruskan tahta dinasti Kuru apabila sepupunya masih ada. Mereka
semua (Pandawa lima dan sepupu-sepupunya atau yang dikenal juga sebagai
Korawa) tinggal bersama dalam suatu kerajaan yang beribukota di
Hastinapura. Akhirnya berbagai niat jahat muncul dalam benaknya untuk
menyingkirkan para Pandawa beserta ibunya.
Dretarastra yang mencintai keponakannya
secara berlebihan mengangkat Yudistira sebagai putra mahkota tetapi ia
langsung menyesali perbuatannya yang terlalu terburu-buru sehingga ia
tidak memikirkan perasaan anaknya. Hal ini menyebabkan Duryodana iri
hati dengan Yudistira, ia mencoba untuk membunuh para Pandawa beserta
ibu mereka yang bernama Kunti dengan cara menyuruh mereka berlibur ke
tempat yang bernama Waranawata. Di sana terdapat bangunan yang megah,
yang telah disiapkan Duryodana untuk mereka berlibur dan akan membakar
bagunan itu di tengah malam pada saat Pandawa lima sedang terlelap
tidur. Segala sesuatunya yang sudah direncanakan Duryodana dibocorkan
oleh Widura yang merupakan paman dari Pandawa. Sebelum itu juga
Yudistira juga telah diingatkan oleh seorang petapa yang datang ke
dirinya bahwa akan ada bencana yang menimpannya oleh karena itu
Yudistira pun sudah berwaspada terhadap segala kemungkinan. Untuk
pertama kalinya Yudistira lolos dalam perangkap Duryodana dan melarikan
diri ke hutan rimba. Di hutan rimba, Pandawa bertemu dengan raksasa
Hidimba, dan adiknya Hidimbi. Hidimba dibunuh oleh Bima, lalu Hidimbi
dinikahi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca. Setelah beberapa
lama, Hidimbi dan Gatotkaca berpisah dengan para Pandawa sebab para
pangeran tersebut harus melanjutkan perjalanannya.
Pandawa lima yang melarikan diri ke rimba
mengetahui akan diadakan sayembara di Kerajaan Panchala dengan syarat,
barang siapa yang dapat membidik sasaran dengan tepat boleh menikahkan
putri Raja Panchala (Drupada) yang bernama Panchali atau Dropadi. Arjuna
pun mengikuti sayembara itu dan berhasil memenangkannya, tetapi Bima
yang berkata kepada ibunya, "lihat apa yang kami bawa ibu!". Kunti,
menjawab, "Bagi saja secara rata apa yang kalian dapat". Karena
perkataan ibunya. Pancali pun bersuamikan lima orang.
Bima merobek dada Dursasana dan meminum darahnya di medan perang Kurukshetra. Lukisan dari Lahore, th. 1930-an.
Pamannya (Dretarastra) yang mengetahui
bahwa Pandawa lima ternyata belum mati pun mengundang mereka untuk
kembali ke Hastinapura dan memberikan hadiah berupa tanah dari sebagian
kerajaannya, yang akhirnya Pandawa lima membangun kota dari sebagian
tanah yang diberikan pamannya itu hingga menjadi megah dan makmur yang
diberi nama Indraprastha. Duryodana yang pernah datang ke Indraprastha
iri melihat bangunan yang begitu indah, megah dan artistik itu. Setelah
pulang ke Hastinapura ia langsung memanggil arsitek terkemuka untuk
membangun pendapa yang tidak kalah indahnya dari pendapa di
Indraprastha. Bersamaan dengan pembangunan pendapa di Hastinapura ia pun
merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan Yudistira dan adik adiknya. Yang
pada akhirnya Yudistra pun terjebak dalam rencananya Duryodana dan
harus menjalani pengasingan selama 14 Tahun, di dalam pengasingan itu
Yudistira pun menyusun rencana untuk membalas dendam atas penghinaan
yang telah dilakukan Duryodana dan adik adiknya, yang akhirnya memicu
terjadinya perang besar antara Pandawa dan Korawa serta
sekutu-sekutunya.
Pertempuran besar di Kurukshetra (atau
lebih dikenal dengan istilah Bharatayuddha di Indonesia) merupakan
pertempuran sengit yang berlangsung selama delapan belas hari. Pihak
Pandawa maupun pihak Korawa sama-sama memiliki ksatria-ksatria besar dan
angkatan perang yang kuat. Pasukan kedua belah pihak hampir gugur
semuanya, dan kemenangan berada di pihak Pandawa karena mereka berhasil
bertahan hidup dari pertempuran sengit tersebut. Semua Korawa gugur di
tangan mereka, kecuali Yuyutsu, satu-satunya Korawa yang memihak Pandawa
sesaat sebelum pertempuran berlangsung.
Setelah Kresna wafat, Byasa menyarankan
para Pandawa agar meninggalkan kehidupan duniawi dan hidup sebagai
pertapa. Sebelum meninggalkan kerajaan, Yudistira menyerahkan tahta
kepada Parikesit, cucu Arjuna. Para Pandawa beserta Dropadi melakukan
perjalanan terakhir mereka di Gunung Himalaya. Sebelum sampai di puncak,
satu persatu dari mereka meninggal dalam perjalanan. Hanya Yudistira
yang masih bertahan hidup dan didampingi oleh seekor anjing yang setia.
Sesampainya di puncak, Yudistira dijemput oleh Dewa Indra yang menaiki
kereta kencana. Yudistira menolak untuk mencapai surga jika harus
meninggalkan anjingnya. Karena sikap tulus yang ditunjukkan oleh
Yudistira, anjing tersebut menampakkan wujud aslinya, yaitu Dewa Dharma.
Dewa Dharma berkata bahwa Yudistira telah melewati ujian yang diberikan
kepadanya dengan tenang dan ia berhak berada di surga.
Sesampainya
di surga, Yudistira terkejut karena ia tidak melihat
saudara-saudaranya, sebaliknya ia melihat Duryodana beserta sekutunya di
surga. Dewa Indra berkata bahwa saudara-saudara Yudistira berada di
neraka. Mendengar hal itu, Yudistira lebih memilih tinggal di neraka
bersama saudara-saudaranya daripada tinggal di surga. Pada saat itu,
pemandangan tiba-tiba berubah. Dewa Indra pun berkata bahwa hal tersebut
merupakan salah satu ujian yang diberikan kepadanya, dan sebenarnya
saudara Yudistira telah berada di surga. Yudistira pun mendapatkan
surga.
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.