SEJARAH DANAU BANDUNG (Dok.Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Bandung
kota dan sekitarnya, pada masa lampau merupakan danau yang dikenal
dengan Danau Bandung. Keadaan yang sekarang terlihat merupakan pedataran
yang biasa disebut dengan istilah “Cekungan Bandung” (Bandung Basin).
Daerah sekitar cekungan tersebut, diperkirakan dahulu merupakan tepian
danau sehingga banyak diperoleh sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau
(Koesoemadinata, 2001).
Van Bemmelen, 1935, meneliti sejarah
geologi Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap singkapan batuan dan
bentuk morfologi dari gunung api-gunung api di sekitar Bandung.
Penelitian yang dilakukan berhasil mengetahui bahwa danau Bandung
terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba. Pembendungan ini
disebabkan oleh pengaliran debu gunung api masal dari letusan dasyat
Gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda Purba
di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di
dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh.
Van Bemmelen secara
rinci menjelaskan, sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen
(sekitar 20 juta tahun yang lalu). Saat itu daerah Bandung utara
merupakan laut, terbukti dengan banyaknya fosil koral yang membentuk
terumbu karang sepanjang punggungan bukit Rajamandala. Kondisi sekarang,
terumbu tersebut menjadi batukapur dan ditambang sebagai marmer yang
berpolakan fauna purba.
Bukit pegunungan api diyakini masih
berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 juta sampai
2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi
daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan
aktivitas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara
selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2
juta tahun yang lalu aktivitas volkanik ini bergeser ke utara dan
membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan
mencapai ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaaan air laut. Sisa
gunung purba raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.
Sekitar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut
Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut
sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisa lain dari lereng Gunung
Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah
timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Malangyang, yang oleh van
Bemmelen (1935, 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini
terutama ditemukan situs-situs artefak ini, yang diteliti lebih lanjut
oleh Rothpletz pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang
Kemerdekaaan. Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini adalah Bukit Putri
di sebelah timur laut Lembang (Koesoemadinata, 2001).
Gunung
Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentuk suatu kaldera (kawah
besar yang berukuran 5-10 km) yang ditengahnya lahir Gunung Tangkuban
Parahu, yang disebutnya dari Erupsi A dari Tangkuban Parahu, bersamaan
pula dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung Malangyang, dan
memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian
ini diperkirakan van Bemmelen (1949) terjadi sekitar 11.000 tahun yang
lalu.
Suatu erupsi cataclysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun
yang lalu berupa suatu banjir abu panas yang melanda bagian utara
Bandung (lereng Gunung Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung
samapai sekitar Padalarang di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar
dataran tinggi Bandung. Banjir abu volkanik ini menyebabkan
terbendungnya Sungai Citarum Purba, dan terbentuklah Danau Bandung.
Tahun 90-an, Dam dan Suparan (1992) dari Direktorat Tata Lingkungan
Departemen Pertambangan mengungkapkan sejarah geologi dataran tinggi
Bandung. Penelitian ini menggunakan teknologi canggih seperti metoda
penanggalan pentarikhan radiometri dengan isotop C-14 dan metode U/Th
disequilibirum. Dam melakukan pengamatan terhadap perlapisan endapan
sedimen Danau Bandung dari 2 lubang bor masing-masing sedalam 60 m di
Bojongsoang dan sedalam 104 m di Sukamanah; melakukan pentarikhan dengan
metoda isotop C-14 dan 1 metoda U/Th disequilibirum; dan pengamatan
singkap dan bentuk morfologi di sekitar Bandung. Berbeda dengan Sunardi
(1997) yang mendasarkan penelitiannnya atas pengamatan paleomagnetisme
dan pentarikhan radiometri dengan metode K-Ar.
Simpulan penting
adalah bahwa pentarikhan kejadian-kejadian ini jauh lebih tua daripada
diperkirakan oleh van Bemmelen (1949), kecuali periode pembentukan
Gunung Sunda Purba serta kejadian-kejadian sebelumnya. Keberadaan danau
purba Bandung dapat dipastikan, bahkan turun naiknya muka air danau,
pergantian iklim serta jenis floranya dapat direkam lebih baik (van der
Krass dan Dam, 1994).
Hasil yang diperoleh, pembentukan danau
Bandung bukan disebabkan oleh suatu peristiwa ledakan Gunung Sunda atau
Tangkuban Parahu, tetapi mungkin karena penurunan tektonik dan peristiwa
denudasi dan terjadi pada 125 KA (kilo-annum/ribu tahun) yang lalu (Dam
et al, 1996).
Keberadaan Gunung Sunda Purba dipastikan antara 2
juta sampai 100 juta tahun yang lalu berdasarkan pentarikhan batuan
beku aliran lava, antara lain di Batunyusun timur laut Dago Pakar di
Pulasari Schol (1200 juta tahun), Batugantung Lembang 506 kA (ribu
tahun) dan di Maribaya (182 dan 222 kA). Memang suatu erupsi besar
kataklismik (cataclysmic) terjadi pada 105 ribu tahun yang lalu, berupa
erupsi Plinian yang menghasilkan aliran besar dari debu panas yang
melanda bagian baratlaut Bandung dan membentuk penghalang topografi yang
baru di Padalarang, yang mempertajam pembentukan danau Bandung. Erupsi
besar ini diikuti dengan pembentukan kaldera atau runtuhnya Gunung Sunda
yang diikuti lahirnya Gunung Tangkuban Parahu beberapa ratus atau ribu
kemudian, yang menghasilkan aliran lava di Curug Panganten 62 ribu tahun
yang lalu, sedangkan sedimentasi di danau Bandung berjalan terus.
Suatu ledakan gunung api cataclysmic kedua terjadi anatara 55 dan 50
ribu tahun yang lalu, juga berupa erupsi Plinian dan melanda Bandung
barat laut, sedangkan aliran-aliran lava di Curug Dago dan Kasomalang
(Subang), terjadi masing-masing 41 dan 39 ribu tahun yang lalu.
Sementara itu, sedimentasi di Danau Bandung berjalan terus, antara lain
pembentukan suatu kipas delta purba yang kini ditempati oleh Kota
Bandung pada permukaan danau tertinggi. Akhir dari Danau Bandung pun
dapat ditentukan pentarikhannya yaitu 16 ribu tahun yang lalu. (sumber :
forumkami.com)
gambar tina google
Van Bemmelen, 1935, meneliti sejarah geologi Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap singkapan batuan dan bentuk morfologi dari gunung api-gunung api di sekitar Bandung. Penelitian yang dilakukan berhasil mengetahui bahwa danau Bandung terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba. Pembendungan ini disebabkan oleh pengaliran debu gunung api masal dari letusan dasyat Gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda Purba di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh.
Van Bemmelen secara rinci menjelaskan, sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen (sekitar 20 juta tahun yang lalu). Saat itu daerah Bandung utara merupakan laut, terbukti dengan banyaknya fosil koral yang membentuk terumbu karang sepanjang punggungan bukit Rajamandala. Kondisi sekarang, terumbu tersebut menjadi batukapur dan ditambang sebagai marmer yang berpolakan fauna purba.
Bukit pegunungan api diyakini masih berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 juta sampai 2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan aktivitas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2 juta tahun yang lalu aktivitas volkanik ini bergeser ke utara dan membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan mencapai ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaaan air laut. Sisa gunung purba raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.
Sekitar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisa lain dari lereng Gunung Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Malangyang, yang oleh van Bemmelen (1935, 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini terutama ditemukan situs-situs artefak ini, yang diteliti lebih lanjut oleh Rothpletz pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang Kemerdekaaan. Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini adalah Bukit Putri di sebelah timur laut Lembang (Koesoemadinata, 2001).
Gunung Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentuk suatu kaldera (kawah besar yang berukuran 5-10 km) yang ditengahnya lahir Gunung Tangkuban Parahu, yang disebutnya dari Erupsi A dari Tangkuban Parahu, bersamaan pula dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung Malangyang, dan memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian ini diperkirakan van Bemmelen (1949) terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Suatu erupsi cataclysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun yang lalu berupa suatu banjir abu panas yang melanda bagian utara Bandung (lereng Gunung Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung samapai sekitar Padalarang di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar dataran tinggi Bandung. Banjir abu volkanik ini menyebabkan terbendungnya Sungai Citarum Purba, dan terbentuklah Danau Bandung.
Tahun 90-an, Dam dan Suparan (1992) dari Direktorat Tata Lingkungan Departemen Pertambangan mengungkapkan sejarah geologi dataran tinggi Bandung. Penelitian ini menggunakan teknologi canggih seperti metoda penanggalan pentarikhan radiometri dengan isotop C-14 dan metode U/Th disequilibirum. Dam melakukan pengamatan terhadap perlapisan endapan sedimen Danau Bandung dari 2 lubang bor masing-masing sedalam 60 m di Bojongsoang dan sedalam 104 m di Sukamanah; melakukan pentarikhan dengan metoda isotop C-14 dan 1 metoda U/Th disequilibirum; dan pengamatan singkap dan bentuk morfologi di sekitar Bandung. Berbeda dengan Sunardi (1997) yang mendasarkan penelitiannnya atas pengamatan paleomagnetisme dan pentarikhan radiometri dengan metode K-Ar.
Simpulan penting adalah bahwa pentarikhan kejadian-kejadian ini jauh lebih tua daripada diperkirakan oleh van Bemmelen (1949), kecuali periode pembentukan Gunung Sunda Purba serta kejadian-kejadian sebelumnya. Keberadaan danau purba Bandung dapat dipastikan, bahkan turun naiknya muka air danau, pergantian iklim serta jenis floranya dapat direkam lebih baik (van der Krass dan Dam, 1994).
Hasil yang diperoleh, pembentukan danau Bandung bukan disebabkan oleh suatu peristiwa ledakan Gunung Sunda atau Tangkuban Parahu, tetapi mungkin karena penurunan tektonik dan peristiwa denudasi dan terjadi pada 125 KA (kilo-annum/ribu tahun) yang lalu (Dam et al, 1996).
Keberadaan Gunung Sunda Purba dipastikan antara 2 juta sampai 100 juta tahun yang lalu berdasarkan pentarikhan batuan beku aliran lava, antara lain di Batunyusun timur laut Dago Pakar di Pulasari Schol (1200 juta tahun), Batugantung Lembang 506 kA (ribu tahun) dan di Maribaya (182 dan 222 kA). Memang suatu erupsi besar kataklismik (cataclysmic) terjadi pada 105 ribu tahun yang lalu, berupa erupsi Plinian yang menghasilkan aliran besar dari debu panas yang melanda bagian baratlaut Bandung dan membentuk penghalang topografi yang baru di Padalarang, yang mempertajam pembentukan danau Bandung. Erupsi besar ini diikuti dengan pembentukan kaldera atau runtuhnya Gunung Sunda yang diikuti lahirnya Gunung Tangkuban Parahu beberapa ratus atau ribu kemudian, yang menghasilkan aliran lava di Curug Panganten 62 ribu tahun yang lalu, sedangkan sedimentasi di danau Bandung berjalan terus.
Suatu ledakan gunung api cataclysmic kedua terjadi anatara 55 dan 50 ribu tahun yang lalu, juga berupa erupsi Plinian dan melanda Bandung barat laut, sedangkan aliran-aliran lava di Curug Dago dan Kasomalang (Subang), terjadi masing-masing 41 dan 39 ribu tahun yang lalu. Sementara itu, sedimentasi di Danau Bandung berjalan terus, antara lain pembentukan suatu kipas delta purba yang kini ditempati oleh Kota Bandung pada permukaan danau tertinggi. Akhir dari Danau Bandung pun dapat ditentukan pentarikhannya yaitu 16 ribu tahun yang lalu. (sumber : forumkami.com)
gambar tina google
- Get link
- X
- Other Apps
Mau yang lebih ????? ayam tarung
ReplyDelete