Sejarah Singkat Wayang Golek
Pandawa 5 & Kresna |
Perkembangan
wayang golek yang terus dialami sampai sekarang selalu menyesuaikan
dengan perkembangan jaman. Perkembangan wayang golek menurut Salmun
dimulai oleh perkembangan wayang kulit pada jaman Erlangga berkuasa pada
tahun 1050 M. Ketika itu hanya diceritakan seperti dongeng (Salmun,
1961 : 10-27)
Atja & Saleh Danasasmita, (1981) mengatakan bahwa hampir dapat dipastikan bahwa orang yang membawakan dongeng (juru cerita) itu adalah dalang.
Atja & Saleh Danasasmita, (1981) mengatakan bahwa hampir dapat dipastikan bahwa orang yang membawakan dongeng (juru cerita) itu adalah dalang.
“hayang
nyaho disakweh ning carita ma, geus ma: Darmajati, Sanghyang Bayu,
Jayasena, Sedamana, Pu Jayakerma, Ramayana, Adiparwa, Korawasrama,
Bimasora, Ranggalawe, Boma, Sumana, Kala Purbaka, Jarini, Tantri; sing
sawatek carita ma memen tanya. Jika ingin tahu semua cerita, seperti:
Darmajati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakerma, Ramayana,
Adiparwa, Korawasrama, Bimasora, Ranggalawe, Boma, Sumana, Kala Purbaka,
Jarini, Tantri; ya segala macam cerita, tanyalah dalang”.
Hal
ini menunjukan bahwa masyarakat Sunda mengenal kesenian wayang sudah
cukup lama, seperti terbukti dengan disebutkannya beberapa judul cerita
di atas.
Pada
tahun 1583, Sunan Kudus membuat wayang golek, maksudnya dapat ditonton
pada siang hari (Sopandi, 1984:69). Hasil ciptaan inilah dikemudian hari
berkembang di Jawa Barat. Daerah yang pertama dimasuki adalah Cirebon,
bahasa yang digunakannya pun masih bahasa Jawa.
Tema
yang selalu ditampilkan adalah mengenai kisah-kisah Wong Agung Menak
yang mempunyai nama-nama seperti Amir, Amir Mukminin, Jayadimurti,
Jayengjurit, Jayenglaga, Jayengsatru, dll. Wayang tersebut dikenal
dengan nama Wayang Cepak.
Pada
Tahun 1808-1811 setelah ada jalan pos yang dibangun Daendels, wayang
golek mulai masuk ke Priangan (Sopandi, 1984:70). Bahasa yang dipakai
sudah Bahasa Sunda, sehingga pada waktu itu mulai banyak dalang dan
masyarakat yang menggemari wayang golek.
Setelah
Perang Dunia II di Jawa Barat ada wayang modern yang diciptakan oleh
R.U. Partasuwanda. Perkembangannya dimulai pada jaman Jepang. Ketika itu
orang sangat sulit untuk menyaksikan pertunjukan wayang golek karena
pemerintah Jepang membuat larangan agar tidak ada pesta yang melewati
pukul 24.00 sedangkan pertunjukan wayang golek memerlukan waktu yang
cukup panjang.
Banyak
masyarakat yang mengajukan permintaan pada pemerintah Jepang agar
wayang golek disiarkan melalui radio dan akhirnya jawatan radio Jepang
menerima permintaan tersebut. Dalang pertama yang menyanggupi mengisi
acara tersebut adalah R.U. Partasuwanda, tetapi waktu pertunjukannya pun
hanya 3 jam. Dalam keadaan seperti itu, R.U. Partasuwanda mencoba
membuat wayang golek yang bisa dipentaskan selama 3 jam. Dengan diilhami
oleh pertunjukan sandiwara, ia menciptakan wayang model baru yang
kemudian dikenal dengan wayang modern.
Dari
dalang generasi R.U. Partasuwanda sampai pada tahun 1980-an Wayang
golek mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama pada tahun
1980-an setelah hadirnya dalang (alm) H. Ade Kosasih Sunarya dan H. Asep Sunandar Sunarya.
Wayang
golek mulai mendapat tempat di masyarakat hal ini dikarenakan
kreatifitas mereka untuk bisa menarik massa. Eksistensi kedua dalang
tersebut sampai saat ini masih mempengaruhi perkembangan wayang golek di
Jawa Barat karena keduanya selalu beradaptasi terhadap apresiasi
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Atja & Saleh Danasasmita. 1982. Siksa Kanda Ng Karesian, Musium Negeri Jawa Barat. Bandung
Salmun, M.A. 1961. Padalangan. Jakarta : Dinas Penerbitan Balai Pustaka
Atja & Saleh Danasasmita. 1982. Siksa Kanda Ng Karesian, Musium Negeri Jawa Barat. Bandung
Salmun, M.A. 1961. Padalangan. Jakarta : Dinas Penerbitan Balai Pustaka
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.