KONSEP WAKTU DALAM PANDANGAN KI SUNDA
Waktu dalam bahasa Sunda disebut dengan kata Wanci dan Mangsa
adalah sebuah konsep terhadap pembagian siklus perubahan keadaan alam
baik selama sehari atau pun dalam setahun. Masyarakat Sunda sejak dari
dulu sudah mengenal konsep waktu ini, hal itu terbukti dengan
ditemukannya penanggalan pada prasasti-prasasti kuno dan naskah-naskah
kuno yang terdapat di wilayah Sunda.
Ada nama-nama khusus yang diberikan terhadap siklus perubahan
alam itu, seperti pada siklus sehari dikenal nama-nama waktu sebagai
berikut :
Wanci janari leutik, yaitu kira-kira jam 01.00 – 03.00 malam.
Wanci janari gede, yaitu kira-kira jam 03.30 – 04.30
Wanci balebat, yaitu waktu pajar telah terlihat di sebelah Timur kira-kira jam 04.30.
Wanci carangcang tihang, yaitu waktu setelah pajar kira-kira jam 04.30 – 05.00.
Wanci haneut moyan, yaitu waktu yang sangat enak untuk berjemur di bawah sinar matahari, kira-kira jam 07.00 – 08.30.
Wanci rumangsang, yaitu waktu sinar matahari sudah terasa panas kira-kira jam 09.00.
Wanci pecat sawed, yaitu waktu kerbau pekerja dicopot tali kendalinya, kira-kira jam 10.00.
Wanci manceran, yaitu waktu matahari di atas kepala, kira-kira jam 12.00.
Wanci lingsir ngulon, yaitu waktu matahari sudah bergeser ke Barat kira-kira jam 13.00.
Wanci panonpoe satangtung, yaitu kira-kira jam 15.00.
Wanci tunggang gunung, yaitu ketika matahari akan tenggelam di sebelah Barat, biasanya sudah berada di atas pegunungan, kira-kira jam 16.00 – 17.00.
Wanci sariak layung, yaitu ketika lembayung terlihat memerah di sebelah barat kira-kira jam 17.00 – 18.00.
Wanci sareupna, yaitu ketika hari mulai gelap kira-kira jam 18.30.
Wanci sareureuh budak, yaitu ketika anak kecil (balita) sudah merasa lelah bermain dengan saudaranya kira-kira jam 20.00.
Wanci tengah peuting, yaitu kira-kira jam 24.00.
Dalam siklus waktu setahun masyarakat Sunda mengenal istilah pranata mangsa, yaitu pembagian waktu berdasarkan musim-musim dalam satu tahun. Pranata mangsa itu adalah sebagai berikut :
Kasa (ke-1), mulai tanggal 22/23 Juni – 2/3 Agustus ditandai dengan mulai menanam palawija.
Karo (ke-2), dari tanggal 2/3 Agustus – 25/26
Agustus ditandai dengan musim pohon randu berdaun muda dan menanam
palawija untuk kedua kalinya.
Katiga (ke-3), dari tanggal 25/26 Agustus – 18/19 September ditandai dengan musim umbi-umbian bertunas dan panen palawija.
Kapat (ke-4), dari tanggal 18/19 September – 13/14
Oktober ditandai dengan musim sumur-sumur kering, pohon randu berbuah
dan musim menanam pisang.
Kalima (ke-5), dari tanggal 13/14 Oktober – 9/10
Nopember ditandai dengan musim mulai turun hujan, pohon asam berdaun
muda, dan kunyit pun berdaun muda.
Kanem (ke-6), dari tanggal 9/10 Nopember – 22/23 Desember ditandai dengan musim buah-buahan mulai menua dan musim menggarap sawah.
Kapitu (ke-7), dari tanggal 22/23 Desember – 3/4 Pebruari ditandai dengan musim banjir dan angin kencang serta musim menanam padi.
Kawolu (ke-8), dari tanggal 3/4 Pebruari – 1/2 Maret ditandai dengan musim padi mulai berisi dan banyak ulat.
Kasanga (ke-9), dari tanggal 1/2 Maret – 26/27 Maret ditandai dengan padi sudah merata berisi dan serangga turaes banyak bersuara.
Kasadasa (ke-10), dari tanggal 26/27 Maret – 19/20
April ditandai dengan musim padi mulai berbuah hijau, burung-burung
membuat sarang dan musim paliwija di tanah darat.
Desta (ke-11), dari tanggal 19/20 April – 12/13 Mei
ditandai dengan masih ada waktu untuk berpalawija, burung-burung memberi
makan anak-anaknya.
Sada (ke-12), dari tanggal 12/13 Mei – 22/23 Juni di tandai dengan selesainya panen padi dan udara pagi sudah dingin sekali.
Siklus lamanya pranata mangsa dalam setahuan seperti telah
diuraikan di atas ternyata dalam kenyataannya tidaklah sama seperti itu,
melainkan berkembang menjadi 3 versi. Perbedaan versi lamanya siklus
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu posisi matahari, posisi
penampakan bintang, perubahan arah mata angin yang bertiup dan jumlah
hari pada setiap bulannya.
Ketiga versi siklus pranata mangsa itu adalah :
Siklus musim versi A, yang memiliki rentangan
peredaran waktu dengan jumlah total selama 360 hari, terdiri atas 12
musim dengan jumlah hari pada tiap-tiap musim sebanyak 30.
Siklus musim versi B, yang mempunyai rentangan
peredaran waktu dengan jumlah total 360 hari terdiri atas 12 musim
dengan jumlah hari pada tiap-tiap musimnya tidak sama.
Siklus musim versi C, yang memiliki rentangan
peredaran waktu dengan jumlah total selama 365 hari, terdiri atas 12
musim dengan jumlah hari pada setiap musim tidak sama.
Akhirnya itulah salah satu konsep waktu dalam pandangan Ki Sunda
yang pada saat ini mulai tidak ketahui lagi di kalangan generasi muda.
Semoga dengan tulisan ini nilai-nilai dan konsep-konsep yang telah
dibuat dan dipakai oleh para lelehur tidak kita tinggalkan begitu saja.
Semoga. ****.
Referensi :
Drs. Ahmad Hadi, Spk. 1994. Peperenian. Bandung : Geger Sunten.
Drs. Undang A. Darsa. Unsur Tradisional dalam Paririmbon. Bandung : FASA UNPAD.
http://essaysunda.blogspot.com
Drs. Ahmad Hadi, Spk. 1994. Peperenian. Bandung : Geger Sunten.
Drs. Undang A. Darsa. Unsur Tradisional dalam Paririmbon. Bandung : FASA UNPAD.
http://essaysunda.blogspot.com
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.