Posts

Showing posts from June, 2012

FOTO-FOTO KARAKTER & NAMA TOKOH WAYANG GOLEK

Image
 Sumber : http://putragiriharja3.blogspot.com/p/foto-foto-wayang-golek.html CITRASOMA CITRAKSI CITRAYUDA DAWALA ABIMANYU

Sejarah Singkat Wayang Golek

Image
Pandawa 5 & Kresna Perkembangan wayang golek berasal atau dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang berbeda. Walaupun demikian, wayang golek merupakan karya sastra lisan yang berkembang di Jawa Barat dan digemari oleh masyarakatnya.  Perkembangan wayang golek yang terus dialami sampai sekarang selalu menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Perkembangan wayang golek menurut Salmun dimulai oleh perkembangan wayang kulit pada jaman Erlangga berkuasa pada tahun 1050 M. Ketika itu hanya diceritakan seperti dongeng (Salmun, 1961 : 10-27) Atja & Saleh Danasasmita, (1981) mengatakan bahwa hampir dapat dipastikan bahwa orang yang membawakan dongeng (juru cerita) itu adalah dalang.  Naskah Sunda Kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian yang ditulis tahun 1518 M, menyebutkan bahwa :  

Seni Sunda Degung, Sejarah dan Perkembangannya

Image
Degung adalah kumpulan alat musik dari sunda. Ada dua pengertian tentang istilah degung: Degung sebagai nama perangkat gamelan Degung sebagai nama laras bagian dari laras salendro ( berdasarkan teori Raden Machjar Angga Koesoemadinata). Degung sebagai unit gamelan dan degung sebagai laras memang sangat lain. Dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk: (mi) 2 – (la) 5) dan degung triswara: 1 (da), 3 (na), dan 4 (ti).

LEUNGITNA NGARAN SUNDA DI TATAR SUNDA

Bubuka Teu saeutik urang Sunda anu can manggih hartina Sunda, kumaha mimitina, naon sababna disebut Sunda, jeung teu sadar yen ngaran wewengkon Sunda teh sabenerna mah ayeuna geus leungit deui. Can aya kacaritakeun inohong Sunda anu kabeuratan ku leungitna ngaran wewengkon Sunda atawa Pasundan. Malah nepikeun ka ahli sajarah Sunda oge lolobana lamun nulis buku anu eusina sajarah di wewengkon Sunda make judul Sajarah Jawa Barat. Aya naon jeung kunaon nepikeun ka kitu, padahal eusina jelas-jelas samemeh ngadegna Propinsi Jawa Barat, sedengkeun anu disebut Jawa Barat mah henteu ngawakilan Tatar Sunda segemblengna. Ieu tulisan teu aya maksud pikeun mangaruhan NKRI, tapi sabalikna pikeun nguatkeun NKRI kudu aya rasa silih ajenan jeung silih hormat ka indentitas masing-masing. Loba urang Sunda nu ngarasa diteungteuinganan ku leungitna ngaran Sunda atawa Pasundan sacara administratif. Memang masih aya keneh ngaran Tatar Sunda sacara de facto anu ti waktu ka waku mangkin luntur

Asal Muasal Sunda

Image
Disusun Oleh ; Agus Setia Permana  Penggunaan istilah Sunda saat ini sulit dibedakan dengan istilah Jawa Barat, sering dicampur adukan, padahal secara histori memiliki sejarah yang berbeda. Kedua istilah tersebut mengalami perubahan pengertian dan penafsiran, sehingga sering terjadi kekeliruan dan keragu-raguan dalam penggunaannya, terutama ketika istilah Sunda hanya dikonotasikan politis, dianggap sukuisme, sehingga terpaksa istilah Sunda dalam perkumbuhan sosial dan budaya harus diganti dengan sebutan Jawa Barat. Istilah Sunda dalam catatan masa lalu diterapkan untuk menyebutkan suatu kawasan (Sunda besar dan Sunda kecil), sedangkan di dalam prasasti dan naskah sejarah digunakan untuk menyebutkan batas budaya dan kerajaan di pulau Jawa bagian barat (Jawa Kulwon), bukan hanya terbatas didalam yuridiksi penerintahan Jawa Barat saat ini, didalam Catatan Bujangga Manik disebut “Tungtung Sunda”.  Dataran-Kepulauan Sunda Bagi masyarakat yang mengeny

SEKILAS RAGAM HIAS "PAKARANG"

oleh : MAMAT SASMITA    Ketika membaca sebauh buku tentang Arsitektur Tradisional Jawa Barat, disana disebutkan bahwa ragam hias di rumah Sunda tidak ditemukan, alasannya mungkin karena masyarakat Sunda dahulu lebih bersifat semi sedenter (berpindah-pindah), sehingga rumah dianggap bukan harta kekayaan sebagai milik pribadi yang sangat didambakan sehingga tidak perlu dihias. Tetapi apabila membaca naskah Sunda kuno Sanghyang Siksakandang Karesian (SSK) disana disebutkan beberapa ahli yang pada dasarnya berkaitan dengan seni diantaranya keahlian mengukir yang disebut maranggi , keahlian melukis, keahlian mengolah logam, membatik dan sebagainya. Tome Pires pada tahun 1512 telah mendeskripsikan keadaan keraton mempunyai 330 tiang kayu yang tebal seperti tong anggur dan pada baian puncaknya dihias dengan ukiran yang indah. Kemungkinan ragam hias untuk bangunan (rumah) sudah ada, bisa jadi bukan hanya di keraton tetapi juga di kabuyutan. Bagaimana di rumah rakyat

BENTUK BEDOG SUNDA

Image
Golok atau bedog sunda sangat beragam, karena tiap daerah di Jawa Barat memiliki variasi bentuk tersendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan, fungsi, dan karakteristik masing-masing masyarakat penggunanya. Golok ( bedog ) sunda umumnya memiliki bilah dengan panjang lebih kurang 30 cm sampai dengan 40 cm, namun ada pula bilah golok yang berukuran pendek atau kurang dari 30 cm. Golok ( bedog ) sunda yang memiliki panjang bilah lebih dari 40cm disebut kolewang atau gobang . Bagian utama dari sebuah golok adalah bilah ( wilah ) dan penamaan golok umumnya berdasarkan pada bentuk bilahnya yang terbuat dari campuran besi dan baja. Bahan baku yang umum digunakan oleh pengrajin golok di Jawa Barat saat ini adalah lempengan per bekas mobil. Bahan ini relatif mudah didapat di tempat penjualan besi bekas. Per mobil bekas digunakan selain karena lebih murah dari bahan baku yang baru, juga karena merupakan campuran besi dan baja yang cocok untuk golok. Bilah golok dimulai d

Jenis Golok (Bedog) Sunda

Jenis atau bentuk golok ( bedog ) sunda sangat beragam, karena tiap daerah di Tatar Sunda memiliki variasi bentuk tersendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan, fungsi, dan karakteristik masing-masing masyarakat penggunanya. Di Tatar Sunda ditemukan beberapa bentuk golok dengan nama yang sama namun bentuknya berbeda di daerah lain, serta sebaliknya bentuk golok yang sama tetapi memiliki sebutan nama yang berbeda di lain daerah.Pada tulisan ini nama sebutan dan bentuk golok menggunakan data dari golok sunda yang ada di Ciwidey Kabupaten Bandung Jawa Barat. Berdasarkan kegunaan golok sunda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu golok pakai/ bedog gawé / pakakas , selanjutnya disebut dengan bedog gawé , dan golok sorén /golok silat/ pakarang , selanjutnya disebut golok pakarang . Golok yang berupa pakarang digunakan untuk beladiri/berkelahi (silat) atau setidaknya sebagai ganggaman (pegangan) yang di- sorén dipinggang oleh para pendekar atau jawara (Banten, Betawi), oleh kare

KONSEP WAKTU DALAM PANDANGAN KI SUNDA

Image
Waktu dalam bahasa Sunda disebut dengan kata Wanci dan Mangsa adalah sebuah konsep terhadap pembagian siklus perubahan keadaan alam baik selama sehari atau pun dalam setahun. Masyarakat Sunda sejak dari dulu sudah mengenal konsep waktu ini, hal itu terbukti dengan ditemukannya penanggalan pada prasasti-prasasti kuno dan naskah-naskah kuno yang terdapat di wilayah Sunda. Ada nama-nama khusus yang diberikan terhadap siklus perubahan alam itu, seperti pada siklus sehari dikenal nama-nama waktu sebagai berikut : Wanci janari leutik , yaitu kira-kira jam 01.00 – 03.00 malam. Wanci janari gede , yaitu kira-kira jam 03.30 – 04.30 Wanci balebat , yaitu waktu pajar telah terlihat di sebelah Timur kira-kira jam 04.30. Wanci carangcang tihang , yaitu waktu setelah pajar kira-kira jam 04.30 – 05.00. Wanci haneut moyan , yaitu waktu yang sangat enak untuk berjemur di bawah sinar matahari, kira-kira jam 07.00 – 08.30.

KALENDER (KALA) SUNDA

Image
  LEBIH kurang 500 tahun, sistem penanggalan Sunda tak lagi akrab dengan masyarakatnya. Padahal, praktik “hitung-menghitung hari baik” hingga kini tetap dilakukan orang-orang Sunda yang “pandai”. Malah, orang Sunda sendiri –meski tak semuanya– merasa belum afdal jika hajat mereka (seperti pernikahan, membangun rumah, dan sebagainya) tak “dihitung” terlebih dahulu. Ternyata, proses “hitung-menghitung” itu bukan berdasarkan sistem penanggalan Sunda, melainkan sistem penanggalan Jawa hasil pengaruh dari sistem penanggalan India. Soalnya, itu tadi, sistem penanggalan Sunda tak lagi akrab pada masyarakatnya sejak kurang lebih 500 silam. Selasa (18/1) malam, Yayasan Candra Sangkala menerbitkan kalender Sunda untuk pertama kalinya. Kegiatan yang berlangsung di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum itu ternyata bertepatan dengan tahun baru Sunda. Ya, Tanggal 18 Januari 2005 bertepatan dengan tanggal 01 Suklapaksa ( parocaang ) bulan Kartika tahun 1941 Caka Sund

Wayang Golek (Ind)

Wayang golek adalah bentuk teater rakyat yang sangat populer. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan “bayang” karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, wayang ada yang menggunakan boneka (dari kulit/wayang kulit atau kayu/wayang golek) dan ada yang dimainkan oleh manusia (wayang orang). Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam wayang golek, yakni wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Semua wayang, kecuali wayang wong, dimainkan oleh dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan, mengatur lagu dan lain-lain. Wayang golek biasanya memiliki lakon-lakon, baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita besar Ramayana dan Mahabrata dengan mempergunakan bahasa Sunda disertai iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, seperangkat bo

Konsep Kageulisan

“Konsep Kageulisan” “The beauty is in the eye of the beholder” Rambut 1.Rambut galing muntang 2.Rambut hideung meles 3.Rambut ombak banyu Beungeut 1.Ngadaun sereh Taar 1.Taar teja mentrangan Halis 1.Halisna ngajeler paeh Bulu panon 1.Bulu panon carentik Soca 1.Socana cureuleuk

Silsilah Ngaran Tempat

Image
Oléh-oléh Priangan dilingkung gunung Majalaya, Soréang, Banjaran Bandung… Sempalan lagu “Borondong Garing” di luhur téh ngandung déskripsi sawatara ngaran tempat nu aya di Tatar Sunda. Demi nataan ngaran-ngaran tempat téh ilaharna sok disebut toponimi. Nurutkeun kajian folklore, toponimi téh bagian tina élmu onomastika (onomastics), anu ulikanana ngawengku di antarana baé: méré ngaran jalan, ngaran atawa jujuluk jalma, ngaran kadaharan, ngaran bubuahan kaasup asal-usul (legénda) ngaran hiji tempat dumasar kana ’sajarah’ ngajanggélékna. Nataan ngaran tempat tangtu bakal loba rambat kamaléna lantaran ngajujut ngaran tempat mah teu cumpon ku nyawang ngan tina hiji aspék baé. Nya sawadina kudu dijujut deuih rupa-rupa informasi nu nyampak disatukangeun kaayaan éta tempat. Kumaha pakuat-pakaitna antara ngaran tempat jeung éta informasi? Ilustrasi di handap saeutikna baris méré gambaran anu écés. Upamana, mun ti Subang rék ka Bandungkeun urang tangtu bakal ngaliwatan Tan

Ngaran Kekembangan

Kembang awi : eumbreuk Kembang bako : bosongot Kembang bawang : ulated Kembang bolang : ancal Kembang boled : tela Kembang cabe : bolotot Kembang cau : jantung Kembang cengek : pencenges Kembang cikur : jelengut Kembang eurih : ancul Kembang gedang : ingwang Kembang genjer : gelenye Kembang hoe : bubuay Kembang honje : comrang Kembang jaat : jalinger Kembang jambe : mayang Kembang jambu aer : lenyap Kembang jambu batu : karuk Kembang jarak : uing Kembang jengkol : merekenyenyen Kembang jeruk : angkruk/angkes Kembang jotang : puntung Kembang kadu : olohok Kembang kalapa : suligar Kembang peuteuy : pendul Kembang kaso : curiwis Kembang kawung : pengis Kembang koneng : badul Kembang kulur : pelepes Kembang laja : jamotrot Kembang leunca : pengit Kembang limus : seleksek Kembang lopang : cacas Kembang muncang : rinduy Kembang pare : ringsang Kembang salak : sedek/gojod Kembang sampeu : dingdet Kembang taleus : ancal Kembang tangkil : uceng Kemb

Ngaran Anak Sato

Anak anjing : kirik/kicik Anak bagong : begu Anak bandeng : nanar Anak banteng : bangkanang Anak bangbung : kuuk Anak bangkong : buruy Anak belut : kuntit Anak bogo : cingok Anak boncel : bayong Anak buhaya : bocokok Anak deleg : boncel Anak embe : ceme Anak gajah : menel Anak hayam : ciak/pitik Anak japati : piyik Anak kancra : badal Anak keuyeup : bonceret Anak kuda : belo Anak kukupu : hileud Anak kutu : kuar Anak lancah : aom Anak lauk : kebul/burayak Anak lele : nanahaon Anak lubang : leungli Anak maung : juag/aum Anak monyet : begog Anak munding : eneng Anak reungit : utek-utek Anak sapi : pedet Anak ucing : bilatung Bilih aya nu kalangkung atanapi kirang keneh mangga di tambihan...

Paribasa

1.Paribasa Wawaran Luang Eusina ngebrehkeun pangalaman anu geus lumrah di masyarakat sarta mangrupa bahan babandingan pikeun laku lampah urang. Contona: Adat kakurung ku iga. Hartina, adat atawa kabiasaan anu geus hese dipiceunna. Mihaphayam ka heulang. Hartina, mihape atawa titip barang ka nu geus kanyahoan teu jujur. Kokoro manggih Mulud, puasa manggih Lebaran. Hartina mang pang meungpeung. lwak nangtang sujen. Hartina, wani nyorang pibahayaeun. Hulu gundul dihihidan. Hartina, nu keur untung tambah untung.

Pupuh Jeung Conto Tembangna

Asmarandana ngarupakeun tembang pupuh nu ngagambarkeun rasa kabirahian , deudeuh asih , jeung nyaah. Conto tembang Eling-eling mangka eling Rumingkang di bumi alam Darma wawayangan bae Raga taya pangawasa Lamun kasasar lampah Nafsu nu matak kaduhung Badan anu katempuhan Balakbak ngarupakeun tembang pupuh nu ngagambarkeun heureuy atawa banyol . Conto tembang Aya warung sisi jalan rame pisan; citameng Awewena luas luis geulis pisan; ngagoreng Lalakina-lalakina los ka pipir nyoo monyet; nyanggereng

Sisindiran

Sisindiran asalna tina kecap ‘sindir’ nya éta ngomong henteu togmol tapi ku jalan dibalibirkeun, pikeun ngaragangan nu diajak nyarita, supaya omongan urang henteu karasa nyentug. Jadi nu disebut sisindiran téh nya éta kasenian ngaréka basa nu diwangun ku cangkang jeung eusi, pikeun ngedalkeun maksud anu henteu saceplakna bari dipamrih karesmianana (M.A. Salmun). Sisindiran nurutkeun wangunna dibagi tilu, nya éta: Wawangsalan/bangbalikan Paparikan Rarakitan Nilik kana sipatna, wangun nu tilu éta mibanda tilu rupa sipat, nya éta: 1) silih asih, 2) piwuruk, jeung 3) sesebréd.

Ngaran Wanci

* Janari Leutik : Tabuh 01.00 – 03.00 * Janari Gede : Tabuh 03.00 – 04.30 * Balebat ; Tabuh 04.30 * Carangcang Tihang : Tabuh 04.30 – 05.00 * Rebu-rebun : Tabuh 05.00 – 06.00 * Haneut Moyan : Tabuh 07.00 – 08.00 * Pecat Sawed : Tabuh 09.00 – 10.00 * Rumangsang : Tabuh 11.00 * Manceran : Tabuh 12.00 * Lingsir Ngulon : Tabuh 13.00 * Panon Poe Satangtung : Tabuh 15.00 * Tunggang Gunung : Tabuh 16.00 – 17.00 * Sariak Layung : Tabuh 17.00 – 17.30 * Sareupna : Tabuh 17.30 – 18.00 * Harieum Bengeut : Tabuh 18.00 – 19.00 * Sareureuh Budak : Tabuh 19.00 * Sareureuh Kolot : Tabuh 21.00 * Tengah Peuting : Tabuh 24.00 (Dicutat ti Unak-Anik Basa Sunda, ku Dedi S.Pd)

Ngaran Patempatan

alun-alun tanah lapang di hareupeun kabupatén, kawadanaan, jsté. babakan lembur anyar; ngababakan, nyieun lembur anyar. babaladon kotakan leutik anu pernahna di bagian tanah sésém­péran; di sawaréh tempat disebut ogé baladoan. babantar bagian walungan nu ngocorna leuwih tarik. Disebut ogé parung. balungbang kamalir gedé sarta rada jero tadah cileuncang. bangawan walungan nu kacida gedéna. basisir sisi tanah (keusik) nu adek ka laut. bojong/bobojong tanah anu nyodor ka cai (walungan, talaga, laut); jojontor, jajirah. bubulak sarupa tegalan, tanah nu pinuh ku jukut nu aya di lam­ping atawa di pasir. bungin pulo di muara walungan. Disebut ogé délta.

SYAHADAT BUHUN

Masyarakat Sunda Tradisional mengenal adanya Sahadat atau Sadat Buhun, suatu istiah bagi sebutan kalimat sakral yang diyakini sebagai bagian dari tertib hidup Budaya Sunda Wiwitan. Namun ada juga yang menyebutnya Sahadat Baduy, karena saha dat ini banyak di gunakan oleh orang-orang Baduy penganut ajar an Sunda Wiwitan. Para Sastrawan Sunda menggolongkan Saha dat ini ke dalam kelompok Ajimantra atau puisi mantra, yang bera sal dari dua daerah, yakni Ajimantra Baduy Banten dan Ajimantra Priangan. P engertian Sahadat Buhun berbeda dengan maksud Saha dat (Syahadat) yang dimaksud dalam agaman Islam. Didalam ka mus bahasa Indonesia Sahadat (Syahadat) berarti (1) pengakuan kesaksian (2) pengakuan atau kesaksian iman-islam sebagai rukun yang pertama. Didalam Wikipedia edisi Bahasa Sunda di sebutkan, bahwa Sahadat   mangrupakeun pernya taan kayakinan Islam. Dina basa Arab, hartina nyaksénan atawa méré kasaksian. Sahadat mangrupakeun pernyataan kapercayaan kana tunggalna Gusti (Alla

P(M)urwakanti

Purwakanti nya éta sarupaning mamanis basa anu digunakeun kana sora boh vokal boh konsonan. Iskandarwassid (2003: 120) nétélakeun wangenan purwakanti sakumaha kaunggel di handap ieu: “Purwakanti téh nya éta padeukeutna sada atawa sora kecap-kecap dina ungkara kalimah, klausa atawa prasa, utamana dina wangun ugeran (puisi); pernahna boh ngarandeg, ngajajar, horisontal (dina sakalimah, sajajar, sapadalisan) boh ngaruntuy, pértikal (antara jajaran, padalisan )” Salmun (1936: 32-46) nétélakeun yén purawakanti dibagi-bagi jadi sapuluh rupa, éta purwakanti téh ngawengku: 1) Pangluyu, nya éta purwakanti nu ngaluyukeun sada atawa wianjana dina kecap-kecap. Contona nya éta: Nya jorok nya botrok (rok-rok) Nu méncrang mani hérang 2) Maduswara, nya éta purwakanti anu mamanisna téh sora.

Mikaweruh Sawer

Image
Sawér yaitu bentuk karya sastra Sunda buhun (jaman dahulu) yang sering digunakan dalam upacara nyawér. Dalam pelaksanaan sawér/ nyawér biasanya naskah sawér suka ditembangkeun (ditembangkan), dikawihkeun (dinyanyikan) atau dideklamasikan. Tradisi nyawér dalam kehidupan masyarakat Sunda merupakan warisan karuhun (nenek moyang) secara turun temurun. Dalam upacara nyawér erat kaitannya dengan kepercayaan. Tapi seiring dengan perkembangan zaman, kegiatan nyawér tidak selamanya dikaitkan dengan keparcayaan atau ritual. Kegiatan sawér dianggap salah satu media untuk menyampaikan pepatah, memberi pepeling (nasehat) dan memberi do,a. Berdasarkan bentuknya sawér banyak ditulis dalam bentuk papantunan, kawih, sair, pupuh, sajak dan prosa. Tapi kebanyakan sawér banyak ditulis dalam bentuk sair. Sedangkan umumnya pupuh yang sering digunakan dalam puisi sawér yaitu pupuh yang termasuk dalam wanda (bentuk) pupuh sekar ageung (Kinanti, Sinom, Asmarandana dan Dangdanggula). Berdas

Wangunan Adat Sunda Buhun

Image
Aya sababaraha (beberapa) rupa (jenis) wangunan sunda buhun (lama) teh, diantarana: · Suhunan jolopong : suhunan nu lempeng (lurus). Mun basa indonesia mah, atap pelana. Siga (saperti) pelana kuda. (Suhunan Jolopong merupakan bentuk rumah yang atapnya memanjang), disebut oge (juga) suhunan panjang, gagajahan, jeung regol. · Jogo (tagog) anjing : Wangunan anu bentukna saperti anjing keur jogo (duduk) Suhunan hareup (nu siga bangus/ mulut anjing) ngiuhan émpér imah (menutupi teras rumah). · Badak heuay : Dedegna imah badak heuay rada deukeut ka jogo (tagog) anjing, ngan luhureun sirahnya aya ceulian-susuhunan tambahan, kahareup. (bentuk rumah badak heuay seperti tagog anjing tapi diatas kepala suhunan ada tambahan atau atap belakang dan depan menyerupai badak sedang menguap) · Parahu kumureb : Potonganana (bentuknya) siga tangkuban parahu pisan, trapesium tibalik, di Tomo Sumedang, disebutna jubleg nangkub. · Capit Gunting : Potongan imah anu tungtung su

Fakta Sejarah Asal Usul Bahasa-Basa Sunda dan Perkembangannya

Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda dalam berbagai keperluan komunikasi kehidupan mereka. Tidak diketahui kapan bahasa ini lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk prasasti berasal dari abad ke-14. Prasasti dimaksud di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475). Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi "Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisesa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala dأesa. Ayama nu pandeuri pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya dina buana" (inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Eyang Prabu Adipati Wastukentjana yang bertakhta di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit

TATAK RAMA BASA SUNDA (UNDAK USUK BASA)

Nurutkeun panalungtikan Tatakrama Basa Sunda atawa sok disebut oge UNDAK USUK BASA SUNDA (UUBS) teh wangunna saperti kieu: I. RAGAM BASA HORMAT (BASA LEMES) Dina hakekatna digunakeunana ragam hormat teh taya lian pikeun nembongkeun rasa hormat ti nu nyarita ka nu diajak nyarita jeung ka saha nu dicaritakeunana. Ragam Basa Hormat aya dalapan rupa nya eta: 1. Ragam Basa Lemes Pisan/Luhur; 2. Ragam Basa Lemes keur Batur; 3. Ragam basa Lemes keur Pribadi/Lemes Sedeng; 4. Ragam Basa Lemes Kagok/Panengah; 5. Ragam Basa Lemes Kampung/Dusun; jeung 6. Ragam Basa Lemes Budak. II. RAGAM BASA LOMA (AKRAB, KASAR) Basa loma atawa nu ilahar disebut basa Kasar, saenyana lain dina harti kasar henteu ngahormat, tapi kulantaran digunakeun pikeun komunikasi di antara anu geus wanoh, jeung babaturan ulin upamana. Ragam Basa Loma ieu teh aya dua rupa nya eta: 1. Ragam Basa Loma/Akrab; jeung 2. Ragam Basa Garihal/Songong/Kasar Pisan. Ragam basa anu garihal ieu mah digunakeunana teh keur ka

RAJAH PAMUNAH

Pun sapun ka Maha Agung Ka Gusti Nu Welas Asih Gusti pamuntangan beurang Gusti pamantengan peuting Sajatining pati hurip Sajatining kasucian

SEJARAH SUNDA DAN GALUH

Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh adalah dua kerajaan yang merupakan pecahan dari Kerajaan Tarumanagara. Dalam catatan perjalanan Tome Pires (1513), disebutkan bahwa dayo (dayeuh) Kerajaan Sunda terletak dua hari perjalanan dari Pelabuhan Kalapa yang terletak di muara Sungai Ciliwung. Keterangan mengenai keberadaan kedua kerajaan ini juga terdapat pada beberapa prasasti. Prasasti di Bogor banyak bercerita tentang Kerajaan Sunda sebagai pecahan Tarumanagara, sedangkan prasasti di daerah Sukabumi bercerita tentang keadaan Kerajaan Sunda sampai dengan masa Sri Jayabupati. Berdirinya kerajaan Sunda dan Galuh Pembagian Tarumanagara Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman jaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 M, ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Keraj

KRONOLOGI SEJARAH SUNDA

Image
Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak jaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.  Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang cinta damai, selama pemerintahannya