Silsilah raja-raja Sunda (Dok.Salakanagara)
- Get link
- X
- Other Apps
Berikut ini adalah silsilah raja kerajaan-kerajaan di Pasundan, Indonesia, yaitu kerajaan:
1. Salakanagara - dengan ibukota di Teluk Lada Pandeglang (Rajatapura)
2. Tarumanagara - dengan ibukota di Bekasi (Tarumanagara) & Bogor (Sundapura)
3. Sunda Galuh - dengan ibukota di Bogor (Pakuan); Kuningan (Saunggalah); Ciamis (Kawali)
4. Pajajaran - dengan ibukota di Bogor (Pakuan)
Salakanagara
Rajatapura atau Salakanagara (Kota Perak) tercantum dalam Naskah
Wangsakerta sebagai kota tertua di Pulau Jawa. Tokoh awal yang berkuasa
di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh
Ptolemeus dalam tahun 150 M, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang.
Kota ini sampai tahun 362 M menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja
Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Jayasingawarman pendiri
Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang
Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena
daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan
Magada.
Tarumanagara
Berikut adalah raja-raja Tarumanagara:
1. Jayasingawarman (358 - 382) Jayasingawarman pendiri Tarumanagara
adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari
SALANKAYANA di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya
diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Setelah Jayasingawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan
beralih dari Rajatapura ke Tarumangara. Salakanagara kemudian berubah
menjadi Kerajaan Daerah. Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati
(Bekasi).
2. Dharmayawarman (382 - 395 M) Dipusarakan di tepi kali Candrabaga.
3. Purnawarman (395 - 434 M) Ia membangun ibukota kerajaan baru dalam
tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya
"Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam
tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Pustaka
Nusantara,parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di
bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari
Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai
ke Purwalingga (sekarang Purbalingga?) di Jawa Tengah. Secara
tradisional Ci Pamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan
raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.
4. Wisnuwarman (434-455)
5. Indrawarman (455-515)
6. Candrawarman (515-535 M)
7. Suryawarman (535 - 561 M) Suryawarman tidak hanya melanjutkan
kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak
kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga
mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M,
misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di
Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Sedangkan
putera Manikmaya, tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan
kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan
daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan
Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
8. Kertawarman (561-628)
9. Sudhawarman (628-639)
10. Hariwangsawarman (639-640)
11. Nagajayawarman (640-666)
12. Linggawarman (666-669) Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa
pemerintahan 12 orang raja. Dalam tahun 669, Linggawarman, raja
Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman
sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi
istri Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri
Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.
13. TARUSBAWA
(669 – 723 M) Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa
menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena
pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin
mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba
(ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara
menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh
Wretikandayun, cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari
kekuasaan Tarusbawa. Karena Putera Mahkota Galuh (SENA or SANNA)
berjodoh dengan Sanaha puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga,
Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun
menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua.
Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa
menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah
menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan
Citarum sebagai batas.
Kerajaan Sunda Galuh
Berikut adalah raja-raja Sunda Galuh:
1. TARUSBAWA (670 – 723 M) Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan
ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan.
Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan
gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja
Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Karena putera mahkota wafat
mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama
Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan.Suami puteri
inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.
2. Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdarma (723 – 732M) Cicit
Wretikandayun ini bernama Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda
ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai
Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya adalah
SANAHA, cucu Maharani SIMA dari Kalingga, di Jepara. Ayah dari Sanjaya
adalah Bratasenawa / SENA / SANNA, Raja Galuh ketiga, teman dekat
Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya,
Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Sena pada tahun 716 M
dikudeta dari tahta Galuh oleh PURBASORA. Purbasora dan Sena sebenarnya
adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya
menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta
pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek
Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari
Tarumanegara / Kerajaan Sunda.Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan
penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan
Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja
Kerajaan Sunda Galuh. Sebagai ahli waris Kalingga, SANJAYA kemudian
menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun
732 M. Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan
Kalingga / Kerajaan Mataram (Hindu). Kekuasaan di Jawa Barat
diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan atau
Rakeyan Panaraban.
3. Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban (732 -
739 M) Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Kerajaan Mataram
(Hindu) ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga Raja
Kalingga Selatan atau Bumi SAMBARA.
4. Rakeyan Banga (739-766 M).
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766-783 M).
6. Prabu Gilingwesi, menantu no. 5,(783-795 M).
7. Pucukbumi Darmeswara, menantu no. 6, (795-819 M).
8. Prabu Gajah Kulon Rakeyan Wuwus (819-891 M).
9. Prabu Darmaraksa (adik-ipar no. 8, 891 - 895 M).
10. Windusakti Prabu Dewageng (895 - 913 M).
11. Rakeyan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916 M).
12. Rakeyan Jayagiri Prabu Wanayasa, menantu no. 11, (916-942 M).
13. Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942-954 M).
14. Limbur Kancana,putera no. 11,(954-964 M).
15. Prabu Munding Ganawirya (964-973 M).
16. Prabu Jayagiri Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989 M).
17. Prabu Brajawisesa (989-1012 M).
18. Prabu Dewa Sanghyang (1012-1019M).
19. Prabu Sanghyang Ageng (1019 - 1030 M), berkedudukan di Galuh.
20. Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1030‚ - 1042 M ), berkedudukan
di Pakuan. Pada masa itu Sriwijaya / orang Melayu menjadi momok yang
menakutkan. Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari konflik dengan
Sriwijaya, melakukan hubungan pernikahan antara raja ke 19, Prabu
Sanghyang Ageng (Ayah dari Sri Jayabupati) dengan putri Sriwijaya. Jadi
ibu Sri Jayabupati adalah seorang puteri Sriwijaya dan masih kerabat
dekat Raja WURAWURI. Permaisuri Sri Jayabupati adalah puteri
Dharmawangsa (adik Dewi LAKSMI isteri AIRLANGGA). Karena pernikahan
tersebut Jayabupati mendapat anugerah gelar dari mertuanya
(DHARMAWANGSA). Gelar itulah yang dicantumkannya dalam Prasasti Cibadak.
Raja Sri Jayabupati pernah mengalami peristiwa tragis. Dalam
kedudukannya sebagai Putera Mahkota Sunda keturunan Sriwijaya dan
menantu Darmawangsa, ia harus menyaksikan permusuhan yang makin
menjadi-jadi antara Sriwijaya dengan mertuanya (Dharmawangsa). Pada
puncak krisis ia hanya menjadi 'penonton' dan terpaksa tinggal diam
dalam kekecewaan karena harus 'menyaksikan' Darmawangsa diserang dan
dibinasakan oleh raja Wurawuri atas dukungan Sriwijaya. Ia diberi tahu
akan terjadinya serbuan itu oleh pihak Sriwijaya, akan tetapi ia dan
ayahnya 'diancam' agar bersikap netral dalam hal ini. Serangan Wurawuri
yang dalam Prasasti Calcuta disebut Pralaya itu terjapada tahun 1019 M.
Sriwijaya sendiri musnah pada tahun 1025 karena serangan Kerajaan Chola
dari India. Tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, menaklukan Sriwijaya, dan
berkuasa selama dua ratus tahun. Dua abad kemudian, kedua kerajaan
tersebut menjadi taklukan kerajaan Singhasari di era Raja Kertanegara,
dengan mengirimkan Senopati Mahisa / Kebo / Lembu ANABRANG, dalam
ekspedisi PAMALAYU 1 dan 2, dengan pertimbangan untuk mengamankan jalur
pelayaran di selat Malaka yang sangat rawan Bajak Laut setelah runtuhnya
Sriwijaya pada tahun 1025. Mahisa Anabrang yang menikah dengan DARA
JINGGA (anak dari Raja Kerajaan Melayu Jambi, MAULIWARMADHEWA), adalah
ayah dari Adityawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung. Dara Jingga dikenal
juga sebagai BUNDO KANDUANG dalam hikayat Kerajaan Pagaruyung atau
Minangkabau. Mungkin istilah MINANG-KABAU berasal dari adanya KEBO (KEBO
/ Mahisa / Lembu ANABRANG) yang me-MINANG putri Raja Kerajaan
Dharmasraya / Kerajaan Melayu Jambi.
21. Raja Sunda ke 21 berkedudukan di Galuh
22. Raja Sunda ke 22 berkedudukan di Pakuan
23. Raja Sunda ke 23 berkedudukan di Pakuan
24. Raja Sunda ke-24 memerintah di Galuh
25. PRABU GURU DHARMASIKSA, mula-mula berkedudukan di Saunggalah,
kemudian pindah ke Pakuan. Beliau mempersiapkan RAKEYAN JAYADARMA,
berkedudukan di Pakuan sebagai PUTRA MAHKOTA. Menurut PUSTAKA RAJYARAJYA
i BHUMI NUSANTARA parwa II sarga 3: RAKEYAN JAYADARMA adalah menantu
MAHISA CAMPAKA di Jawa Timur karena ia berjodoh dengan putrinya MAHISA
CAMPAKA bernama DYAH LEMBU TAL. Mahisa Campaka adalah anak dari MAHISA
WONGATELENG, yang merupakan anak dari KEN ANGROK dan KEN DEDES dari
kerajaan SINGHASARI. Rakeyan Jayadarma dan Dyah Lembu Tal berputera SANG
NARARYA SANGGRAMAWIJAYA atau lebih dikenal dengan nama RADEN WIJAYA
(lahir di PAKUAN). Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah turunan ke 4
dari Ken Angrok dan Ken Dedes. Rakeyan Jayadarma mati dalam usia muda
sebelum dilantik menjadi raja. Konon beliau diracun oleh saudara
kandungnya sendiri. Akibatnya Dyah Lembu Tal tidak bersedia tinggal
lebih lama di Pakuan, karena khawatir dengan keselamatan dirinya dan
anaknya. Akhirnya Wijaya dan ibunya diantarkan ke Jawa Timur. Dalam
BABAD TANAH JAWI, Wijaya disebut pula JAKA SUSURUH dari PAJAJARAN yang
kemudian menjadi Raja MAJAPAHIT yang pertama. Kematian Jayadarma
mengosongkan kedudukan putera mahkota karena Wijaya berada di Jawa
Timur. Jadi, sebenarnya, RADEN WIJAYA, Raja MAJAPAHIT pertama, adalah
penerus sah dari tahta Kerajaan Sunda yang ke-26.
26. Prabu Ragasuci
(1297 – 1303M) berkedudukan di Saunggalah dan dipusarakan di Taman,
Ciamis. Ragasuci sebenarnya bukan putera mahkota karena kedudukanya itu
dijabat kakaknya RAKEYAN JAYADARMA. Permaisuri Ragasuci adalah DARA
PUSPA (Puteri Kerajaan Melayu) adik DARA KENCANA isteri KERTANEGARA,
dari kerajaan SINGHASARI di Jawa Timur.
27. Prabu Citraganda (1303 – 1311 M), berkedudukan di Pakuan. Ketika wafat ia dipusarakan di Tanjung.
28. Prabu Lingga Dewata (1311 – 1333), berkedudukan di Kawali.
29. Prabu Ajiguna Wisesa (1333 - 1340), berkedudukan di Kawali, adalah
menantu Prabu Lingga Dewata. Sampai tahun 1482 pusat pemerintahan tetap
berada di sana. Bisa dikatakan bahwa tahun 1333 - 1482 adalah ZAMAN
KAWALI dalam sejarah pemerintahan di Jawa Barat dan mengenal 5 orang
raja. Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan dalam dua buah prasasti
batu peninggalan PRABU RAJA WASTU yang tersimpan di "ASTANA GEDE"
Kawali. Dalam prasasti itu ditegaskan "mangadeg di kuta Kawali"
(bertahta di kota Kawali) dan keratonnya disebut SURAWISESA yang
dijelaskan sebagai "Dalem sipawindu hurip" (keraton yang memberikan
ketenangan hidup).
30. Prabu Maharaja Lingga Buana (1340 – 1357).
31. MANGKUBUMI SURADIPATI atau PRABU BUNISORA, adik Prabu Lingga Buana.
Ada yang menyebut PRABU KUDA LALEAN. Dalam BABAD PANJALU (Kerajaan
Panjalu Ciamis) disebut PRABU BOROSNGORA. Selain itu ia pun dijuluki
BATARA GURU di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).
32. Prabu Raja Wastu atau Niskala Wastu Kancana(1371-1475). Ia adalah
anak Prabu Lingga Buana, dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada
usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah LARA SARKATI puteri
Lampung. Dari perkawinan ini lahir SANG HALIWUNGAN (setelah dinobatkan
menjadi Raja Sunda bergelar PRABU SUSUKTUNGGAL). Permaisuri yang kedua
adalah MAYANGSARI puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati.
Dari perkawinan ini lahir NINGRAT KANCANA (setelah menjadi penguasa
Galuh bergelar PRABU DEWA NISKALA). Setelah Wastu Kancana wafat tahun
1475, kerajaan dipecah dua di antara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam
kedudukan sederajat. Politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan
perkawinan antar cucu Wastu Kencana. JAYADEWATA, putera Dewa Niskala
mula-mula memperistri AMBETKASIH (puteri KI GEDENG SINDANGKASIH).
Kemudian memperistri SUBANGLARANG (puteri KI GEDENG TAPA yang menjadi Raja Singapura).
Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok QURO di PURA, Karawang. Ia
seorang wanita muslim murid SYEKH HASANUDIN yang menganut MAHZAB HANAFI.
Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa pemerintahan
Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama 2 tahun. Ia adalah
nenek SYARIF HIDAYATULLAH. Kemudian memperistri KENTRING MANIK MAYANG
SUNDA puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Raja
Galuh yang seayah ini menjadi besan. Pada tahun 1482, Prabu Dewa
Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata.
Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan
Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata). Dengan peristiwa yang
terjapada tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali
dalam satu tangan. JAYADEWATA memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan
sebagai "Susuhunan" karena ia telah lama tinggal di sini menjalankan
pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi
pusat pemerintahan. Zaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Ratu
Jayadewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja yang memerintah selama 39
tahun (1482 - 1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak
perkembangannya.
Raja-Raja Sunda yang menjadi Raja di Mataram dan Majapahit
Jadi ada dua penerus sah dari tahta KERAJAAN SUNDA yang menjadi raja besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
1. Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama, raja ke 2 Kerajaan
Sunda-Galuh(723 – 732M), menjadi raja di Kerajaan Mataram (Hindu) (732 -
760M). Ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno, dan sekaligus pendiri
Wangsa Sanjaya.
2. Raden Wijaya, penerus sah Kerajaan Sunda ke – 26,
yang lahir di Pakuan, dan dikemudian hari menjadi Raja Majapahit
pertama (1293 – 1309 M).
Pajajaran
Berikut adalah raja-raja Pajajaran:
1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)
2. Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan
3. Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan
4. Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan
5. Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf
6. Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang
Raja-Raja Pajajaran, seperti juga Raja-Raja Singasari, Majapahit,
Dharmasraya, dan Pagaruyung periode awal, beserta para pembesarnya
adalah pengikut sekte keagamaan Tantra. Sekte Tantra adalah sekte yang
melakukan meditasi dengan mempersatukan Yoni dan Lingga. Artinya
meditasi dilakukan dengan melakukan hubungan antara laki laki dan
perempuan.
Berakhirnya zaman Pajajaran (1482 - 1579), ditandai
dengan diboyongnya PALANGKA SRIMAN SRIWACANA (Tempat duduk tempat
penobatan tahta) dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana
Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa di boyong ke
Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian.
Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru.
Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusufkorem 064 menjadikan
Maulana yusuf sebagai namanya, merupakan penerus kekuasaan Pajajaran
yang "sah" karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.
Palangka Sriman Sriwacana sendiri saat ini bisa ditemukan di depan
bekas Keraton Surasowan di Banten. Karena mengkilap, orang Banten
menyebutnya WATU GIGILANG. Kata Gigilang berarti mengkilap atau berseri,
sama artinya dengan kata Sriman.Cag (Wikipedia)
Sumber : https://www.facebook.com/groups/www.fauzisalaka/permalink/10151132424568723/
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment
Saumpamina aya nu peryogi di komentaran mangga serat di handap. Saran kiritik diperyogikeun pisan kanggo kamajengan eusi blog.