tag:blogger.com,1999:blog-389828106417512842024-03-05T15:47:25.554+07:00BLOG KI SUNDA, BLOGNA URANG SUNDANgarumat, ngaruwat, ngamumule, basa indung, mugia ki sunda nanjung apanjang apunjung.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.comBlogger514125tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-71252337471968734412018-02-02T10:46:00.001+07:002018-02-02T10:46:22.804+07:00Wedana Bupati (dok.salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Prabu Geusan Ulun merupakan raja Sumedang Larang pertama yang memiliki keabsyahan sebagai penerus tahta Pajajaran, setelah Jayaperkosa menyerahkan atribut raja Pajajaran dan 44 Kandaga Lante serta 4 umbul, namun ia juga raja terakhir dari Kerajaan Sumedang Larang, karena para penerusnya hanyalah setingkat bupati.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Geusan Ulun wafat pada tanggal 7 bagian gelap bulan Kartika tahun 1530 Saka, bertepatan dengan 5 November 1608 M, Ia dimakamkan di Dayeuh Luhur. Sebagai pengganti Geusan Ulun ditunjuk Pangeran Arya Suriadiwangsa putranya dari Harisbaya. Didalam Babad Pajajaran Pangeran Arya Suriadiwangsa disebut Pangeran Seda (ing) Mataram.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri, pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru ; istri kedua Ratu Harisbaya, dan istri ketiga Nyi Mas Pasarean. Namun yang menjadi pertanyaan sampai sekarang, alasan apakah yang mendorong Prabu Geusan Ulun memberikan tahtanya kepada Pangeran Aria Suradiwangsa, padahal ia anak dari istri kedua, bukan kepada Rangga Gede putanya dari istri pertama, sebagai kebiasaan yang dilakukan para raja sebelumnya.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dugaan pemberian tahta kepada Suriadiwangsa dimungkin karena ada kesepakatan antara Geusan Ulun dengan Harisbaya, sehingga Harisbaya mau dinikahi dan meninggalkan Panembahan Ratu. Hal tersebut diuraikan di dalam buku rintisan penelusuran masa silam sejarah Jawa Barat (rpmsJB).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Menurut babad, Harisbaya tergila-gila oleh Geusan Ulun. Demikianlah waktu tengah malam ia meninggalkan suami yang tidur lelap disampingnya lalu masuk kedalam tajug keraton untuk mengajak Geusa Ulun melarikan diri ke Sumedang. Bila benar demikian keadaannya, Geusan Ulun tentu tidak perlu menjanjikan atau memberikan jaminan apa-apa kepada Harisbaya. Ternyata kemudian yang ditunjuk adalah putranya Harisbaya, padahal putra sulungnya adalah Rangga Gede putra Nyi Gedeng Waru istri Geusan Ulun yang pertama. Penunjukan Suryadiwangsa, putra Harisbaya tak mungkin terjadi tanpa pernah ada “jaminan” dari Geusan Ulun kepada putri Pajang berdarah Madura ini. Hal ini merupakan indikasi bahwa bukan hanya Harisbaya yang “tergila-gila” melainkan harus dua-duanya. Jaminan itu pula tentu yang mendorong Harisbaya berbuat nista sebagai istri kedua seorang raja. Di Cirebon tidak mungkin kedudukan “ibu suri” diperolehnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pangeran Aria Suriadiwangsa</div>
<div style="text-align: justify;">
Tentang sirsilah dari Suriadiwangsa sampai sekarang masih membuahkan perdebatan, karena ada versi yang menjelaskan, : ketika Harisbaya dipersunting oleh Geusan Ulun, ia telah mengandung, sehingga Suriadiwangsa dianggap sebagai putra Panembahan Ratu, suami pertama Harisbaya.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Hardjasaputra, didalam bukunya tentang : Bupati Priangan, dijelaskan, bahwa : setelah Prabu Geusan Ulun wafat, pemerintahan Sumedang diteruskan oleh anak tirinya, Raden Aria Suriadiwangsa (1608-1624). Namun rpmsJB menjelaskan dengan menguraikan waktu peristiwa, bahwa : “Suriadiwangsa benar-benar putra dari Geusan Ulun. Menurut Babad Pajajaran, masa idah Harisbaya itu 3 bulan 10 hari. Jadi, idah bisa menunjukan bahwa waktu dilarikan, Harisbaya tidak dalam keadaan mengandung.”</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dalam pembahasan rpmsJB sebelumnya menjelaskan pula, bahwa : “menurut Pustaka Kertabhumi I/2 peristiwa pelarian Harisbaya terjadi pada tahun 1507 Saka atau 1585 Masehi, sedangkan pernikahan Geusan Ulun dengan Harisbaya terjadi pada tanggal 2 bagian terang bulan Waisaka tahun 1509 Saka (kira-kira 10 April 1587), jadi ada selisih waktu dua tahun lamanya sejak Harisbaya dilarikan dari Pakungwati ke Sumedang dengan pelaksanaan pernikahannya”. Disisi lain tidak pernah ditemukan adanya kisah yang menjelaskan, bahwa Suriadiwangsa dilahirkan sebelum Harisbaya dinikahi oleh Geusan Ulun. Kiranya memang Suryadiwangsa adalah putra dari Geusan Ulun.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pada masa pemerintahan Suriadiwangsa ada dua peristiwa yang berpengaruh terhadap sejarah Sumedang, yakni penyerahan Sumedang kepada Mataram pada tahun 1624 M, dan masalah yang terkait dengan penyerangan Mataram ke Madura. Pada tahun yang sama Pengeran Arya Suriadiwangsa wafat, sehingga banyak yang menafsirkan ia dijatuhi Hukuman Mati oleh Sultan Agung (Mataram).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Berserah Ke Mataram</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada mulanya diwilayah Priangan hanya ada dua daerah yang berdiri sendiri, yakni Sumedang dan Galuh. Sumedang muncul setelah Kerajaan Sunda (Pajajaran) diruntuhkan oleh Banten (1579). Sumedang Larang menggantikan kekuasaan Pajajaran di Parahyangan ketika masa Geusan Ulun, sedangkan Galuh telah lebih dahulu direbut Cirebon dalam peperangan 1528 – 1530 M, kemudian menjadi Kabupaten sendiri yang berada dibawah daulat Cirebon.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Menurut Hardjasaputra : “Pada tahun 1595 Galuh dikuasai oleh Mataram dibawah pemerintahan Sutawijaya (Panembahan Senopati) yang memerintah Mataram pada tahun 1586 – 1601”. Sedangkan Sumedang Larang setelah wafatnya Prabu Geusan Ulun digantikan oleh Raden Aria Suriadiwangsa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Penyerahan Sumedang Larang kepada Mataram tentunya tidak dapat dilepaskan dari perkembangan politik negara disekitar Sumedang Larang, seperti Mataram dan para penguasa di sekitar Jawa Barat (Banten, Cirebon) dan Kompeni Belanda yang selalu berupaya menguasai Nusantara.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kekuasaan Sumedang Larang pada waktu sebelumnya, yakni pada masa Prabu Geusan Ulun, dianggap berhak meneruskan Pajajaran. Hal ini dibuktikan pada saa diistrenan Geusan Ulun menggunakan atribut raja-raja Pajajaran, ia pun diserahi 44 Kandaga Lante dan 8 Umbul, namun suatu yang tidak dapat disangkal lagi jika ia pun merupakan penguasa Sumedang Larang terakhir yang merdeka, terlepas dari negara lain, karena pasca wafatnya Prabu Geusan Ulun maka Sumedang Larang menjadi suatu daerah setingkat kabupaten yang berada dibawah daulat Mataram.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pada masa pemerintahan Suriadiwangsa kekuasaan Mataram telah dipegang oleh Sultan Agung (1613-1645 M), Mataram (islam) mengalami masa kejayaannya dan menjadi negara yang kuat. Pada masa inilah Sumedang diserahkan kepada Mataram (1620 M).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Banyak kisah yang menjelaskan tentang alasan Pangeran Aria Suriadiwangsa menyerahkan Sumedang menjadi dibawah daulat Mataram. Paling tidak ada yang menarik dari versi yang bersebarangan ini tentang akibatnya dari pernikahan Harisbaya dengan Geusan Ulun, terutama kaitannya dengan posisi Pangeran Aria Suriadiwangsa, sebagai putra tiri atau anak kandung “pituin” Geusan Ulun.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Hardjasaputra (hal.21) menjelaskan, bahwa : “Ada dua faktor yang mendorong Pangeran Aria Suriadiwangsa bersikap demikian. Pertama, ia merasa bahwa Sumedang Larang terjepit diantara tiga kekuatan, yaitu Mataram, Banten, dan Kompeni (Belanda) di Batavia. Oleh karena itu, ia harus menentukan sikap tegas bila tidak ingin menjadi bulan-bulanan dari ketiga kekuatan tersebut. Kedua, ia masih mempunyai hubungan keluarga dengan penguasa Mataram dari pihak ibu Harisbaya (menurut Widjajakusumah dan R. Moh. Saleh, Ratu Harisbaya adalah saudara Panembahan Senopati, raja Mataram tahun 1586-1601/pen).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Alasan Hardjasaputra diatas yang tidak memperhitungkan adanya kekhawatiran Sumedang Larang terhadap Cirebon, mengingat ia berpendapat bahwa Pangeran Aria Suradiwangsa adalah bukan putra Geusan Ulun, melainkan putra Harisbaya dari Panembahan Ratu Cirebon, sehingga tidak mungkin Cirebon menyerang Sumedang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Hal tersebut berlainan dengan pendapat para penulis rpmsJB yang meyakini Pangeran Arya Suriadiwangsa adalah asli anak Harisbaya dari Geusan Ulun. Penafsiran rpmsJB ini berakibat pula ketika memberikan alasan tentang penyerahan Sumedang kepada Mataram. Menurutnya : “Suriadiwangsa menyerah tanpa perang kepada Mataram. Hal ini merupakan bukti bahwa Sumedang sebenarnya lemah dalam kemiliteran. Salah satu penyebabnya ia kebiasaan rajanya mendirikan ibukota yang baru bagi dirinya. Pemerintahnya tak pernah mapan karena tiap ganti raja pusat kegiatannya selalu berpindah. Faktor lainnya yang mendorong Sumedang menyerah “secara sukarela” (prayangan) adalah menghindari kemungkinan adanya serangan dari Cirebon”.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kekhawatiran terhadap serangan Cirebon tentunya sebagai akibat, pertama, peristiwa Harisbaya menyebabkan perseteruan Cirebon (Panembahan Ratu) dengan Sumedang (Geusan Ulun). Kedua, kekhawatiran Suriadiwangsa terhadap Mataram akan membantu Cirebon karena ada kekerabatan Mataram dengan Cirebon, Permaisuri Sultan Agung adalah Putri Ratu Ayu Sakluh kakak Panembahan Ratu, maka dengan berlindung dibawah Mataram diniscayakan Cirebon tidak akan menyerang Sumedang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Penyerahan Sumedang kepada Mataram tentunya disambut baik oleh Sultan Agung. Dari persitiwa ini maka seluruh wilayah Priangan ditambah Karawang praktis menjadi bawahan Mataram. Dan Sultan Agung memproklamirkan ini kepada Kompeni. Dengan demikian di Jawa barat hanya Banten dan Cirebon yang masih dianggap memiliki kedaulatan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tentang status penguasa Sumedang pasca penyerahan kekuasaan kepada Mataram dijelaskan, sebagai berikut : “ untuk mengawasi wilayah Priangan dan mengkoordinasikan para kepala daerahnya, Sultan Agung mengangkat Raden Aria Suriadiwangsa menjadi Bupati Priangan (1620-1624 M) sekaligus bupati Sumedang, dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata, yang terkenal dengan sebutan Rangga Gempol I. Sejak itulah di Priangan terdapat jabatan atau pangkat bupati, dalam arti kepala daerah, dengan status sebagai pegawai tinggi dari suatu kekuasaan”. (Hardjasaputra, hal 22). (Ti gunung sepuh)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Bahan Bacaan :</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Bupati Di Priangan, Kedudukan dan Peranannya pada Abad ke-17 – Abad ke 19, A. Sobana Hardjasaputra, dalam buku : Bupati di Priangan – dan Kajian lainnya mengenai Budaya Sunda (Seri Sunda Lana), Pusat Studi Sunda, Bandung – 2004.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Rintisan penelusuran masa silam Sejarah Jawa Barat – Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, Tjetjep Permana, SH dkk, 1983 – 1984.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sumedang Larang - wikipedia, 17 Maret 2010.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sejarah singkat Kabupaten Sumedang, sumedang.go.id – Pemda Sumedang, 17 Mei 2010.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sumedang dari masa kemasa : sumedanglarang. <a data-ft="{"tn":"-U"}" data-lynx-mode="async" href="https://l.facebook.com/l.php?u=https%3A%2F%2Fblogspot.com%2F&h=ATPGlbJZSag9Kjs23_C5BN-WJfb89hBsnTZ74HMinT2l7kvWUbWZxtdS1P_P2kdM81yHngopQcqVUZKXmCPVKM4hbJwSIPxhe38udME84SD-eTH5rAWuEsUerX9cDSXYg709K-jUGMBE3BsUD_N_OLsDQuU72VlvEAdZcR1WZCGGJ-nIFqr0b9uD-DgvjkATnOSXFlfmKIFQfOU5pVKfYNUFiz-I1U-ikdJJDAXleiVo_OSZw4m6_4aPgn8PG-jGoXMvG3Nb1JZbQfnwydDR" rel="noopener nofollow" style="color: #365899; cursor: pointer; font-family: inherit; text-decoration: none;" target="_blank">blogspot.com</a>, 16 Mei 2010.</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-62505065577152964902018-02-02T10:41:00.000+07:002018-02-02T10:41:24.001+07:00PENCIPTAAN ALAM SEMESTA SAMPAI KERAJAAN SALAKANAGARA (dok.Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sedemikian jauh, di Tatar Sunda belum ditemukan fosil manusia yang berasal dari lapisan Pleistosen Bawah, maupun dari lapisan Pleistosen Tengah. Akan tetapi, dengan ditemukannya fosil manusia Pithecanthropus Mojokertemis dan Meganthropus Palaeojavanicus dari lapisan tanah PleistosenvbTengah di Jetis dekat Sangiran (Mojokerto), kemudian ditemukan pula fosil manusia dari lapisan Pleistosen Tengah di Trinil tepi Bengawan Solo dari jenis Pithecanthropus Erectus kemungkinan yang sama, bisa saja terjadi di Tatar Sunda.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sebelum kemungkinan itu terbukti, berdasarkan Naskah Pangeran Wangsakerta dalam Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara Parwa I Sarga 1, dikemukakan kisah tentang Purwayuga (Zaman Purba), antara lain sebagai berikut:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
…// witan sarga kala niking bhumitala / bhumitala pinakagni dumilah mwang usna //prayuta warsa tumuli kukm peteng rat bhumandala canaih canaih dumanarawata sirna / bhumi mahatis yadyastun mangkana/ tatan hang jang gama / ateher bhumandala nikang dadi prawata lawan sagara//prayuta warsa tumuli dadi to sthawarahalit ateher dadi to janggama prakara satwa / ateher satwekang hanengsagara/makadi mina mwang sarwa mina // ri huwus ika prayuta warsa tumuli sthawarekang nanawidha mwang ring samangkana dadi to jang gama satwa raksasanung nanawidha prakaranya/atehersanuwa jang gama satwa binturun mwang sadwa lenya waneh/ kadi waraha / turangga mwang lenya manih // ateher prayuta wana tumuluy dadi to janggama prakara manusadhama lawan tatan pcmna// liana Pwa Purwwajanma purusa satwa/ atelier lawasira mewu iwu warsa manih / akre ti saparwa satwa sapxarwa manusa// lawas ri huwus ika dadi to purusakara/ ateher manusadhama mwang wekasan dadi ta purusa pumna //a. (Wangsakerta,1677: 2422)</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Terjemahan:</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada awal masa penciptaan permulaan bumi (bhumitala), permukaan bumi menyerupai api yang bercahaya dan menyala. Berjuta juta tahun kemudian asap gelap di seluruh muka bumi secara berangsur angsur dan terus menerus seluruhnya menghilang. Bumi menjadi dingin. Namun demikian, belum ada mahluk hidup. Kemudian, permukaan bumi ini menjadi gunung-gunung dan lautan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa juta tahun kemudian muncullah tumbuh tumbuhan kecil, lalu muncul mahluk hidup berupa hewan; kemudian hewan yang hidup di lautan seperti ikan dan sejenisnya. Beberapa juta tahun kemudian, muncul berjenis jenis tumbuhan dan hewan raksasa yang beraneka ragam jenisnya; kemudian bermacam macam mahluk hewan unggas serta hewan lainnya seperti babi hutan dan kuda.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Berjuta juta tahun kemudian, muncullah mahluk hidup berwujud manusia tingkatan rendah dan belum sempurna. Mereka adalah manusia purba, manusia hewan, yang seterusnya setelah beribu ribu tahun kemudian berwujud separuh hewan separuh jenis manusia sempurna.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Kira kira 1.000.000 tahun sampai 600.000 tahun yang silam di Nusantara, terutama di Pulau Jawa, hidup manusia yang masih rendah pekertinya dan bersifat seperti hewan. Ada juga yang menyebutnya manusia hewan (satwa purusa) dari zaman purba, karena mereka berlaku seperti setengah hewan. Di antaranya ada yang menyerupai kera, besar dan tinggi sosok tubuhnya, tanpa busana. Ada pula yang seperti raksasa, tubuhnya berbulu dan kejam perangamya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada jenis lain lagi di daerah hutan dan pegunungan yang lain. Mereka mirip kera. Ada yang tinggal di atas pohon, di lereng gunung dan tepi sungai. Mereka berkelahi dan membunuh tanpa menggunakan senjata, hanya menggunakan tangan. Mereka tidak berpakaian dan tidak memiliki budi pekerti seperti manusia sekarang. Kesenangannya ialah berayun ayun pada cabang pohon. Manusia hewan ini terdapat di hutan pulau Jawa, hutan Sumatera, hutan Makasar, dan hutan Kalimantan (Bakulapura).</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Di daerah lain di Pulau Jawa, antara 750.000 sampai 300.000 tahun yang silam, hidup manusia hewan yang berjalan tegak seperti manusia. Kulitnya berwarna gelap, tingkah lakunya baik dan lebih cerdas dibandingkan dengan manusia hewan yang berjalan seperti hewan. Tiap hari mereka membuat senjata dari bahan tulang dan batu. Mereka selalu diserang oleh sekelompok manusia hewan yang menyerupai kera. Pertempuran di antara kedua kelompok itu selalu seru. Akan tetapi, manusia hewan yang berjalan tegak seperti manusia itu lebih mahir dalam teknik berkelahi, sehingga akhirnya mahluk manusia hewan yang berjalan seperti hewan itu habis terbunuh tanpa sisa dan lenyap dari muka burni. Manusia hewan yang berjalan seperti manusia itu, disebut juga manusia raksasa (bhutapurusa). Mereka tinggal di dalam goa di lereng gunung.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Manusia jenis ini akhirnya punah karena sejak 600.000 tahun yang silam mereka banyak dibunuh oleh manusia pendatang dari benua utara. Mereka berasal dari Yawana lalu menyebar ke Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Pulau Jawa. Kira kira 250.000 tahun yang silam, manusia hewan yang berjalan tegak seperti manusia itu habis binasa. Zaman ini oleh para mahakawi dinamai masa purba yang pertama (prathama purwwayuga).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sementara itu, antara 500.000 sampai 300.000 tahun yang silam, di Sumatera, Jawa Kulwan (Barat) dan Jawa Tengah, hidup manusia yaksa (yaksapurusa) karena rupa mereka seperti yaksa atau danawa. Mereka bertubuh tegap dan tinggi serta senang meminum darah manusia sesamanya, musuh, ataupun binatang. Perangainya kejam dan bertabiat seperti binatang buas. Mahluk jenis ini pun akhirnya punah karena banyak terbunuh dalam pertempuran dengan kaum pendatang baru dari benua utara.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Seterusnya, antara 300.000 sampai 50.000 tahun yang silam, di Jawa Barat dan Jawa Tengah pernah hidup manusia berwujud setengah yaksa (manusia yaksa mantare). Kelompok manusia ini belum diketahui asal-usulnya sebab hampir sama rupanya dengan manusia yaksa yang punah. Akan tetapi bertubuh lebih kecil, berwarna kuit agak gelap, tidak banyak berbulu, serta susila dan cerdas jika dibandingkan dengan manusia yaksa yang telah punah. Kelompok inipun akhirnya punah karena didesak, diburu, dan akhirnya dibinasakan oleh kaum pendatang dari benua utara. Periode ini oleh para mahakawi (pujangga besar) disebut masa purba yang kedua (dwitiya purwwayuga).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Selanjutnya, pernah pula hidup manusia kerdil (wamana purusa) atau danawa kecil. Mereka itu berwujud yaksa kecil sehingga oleh para mahakawi dinamakan manusia kerdil. Mereka hidup antara 50.000 sampai 25.000 tahun yang silam. Mereka tidak cerdas. Senjata dan perabotannya terbuat dari batu, tetapi buatannya tidak bagus, mahluk jenis inipun akhimya punah. Zaman ini oleh para mahakawi disebuf masa purba pertengahan (madya ning purwwayuga) atau masa purba ketiga (tritiya purwwayuga).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Ke dalam zaman tersebut, termasuk pula masa hidup jenis manusia kerdil yang bertubuh besar (wamana purusagheng) atau manusia Jawa purba. Mereka menetap di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara 40.000 sampai 20.000 tahun yang silam. jumlahnya tidak banyak. Mereka ini pun akhirnya punah karena bencana alam, saling bunuh di antara sesamanya, dan akhirnya seperti juga nasib penghuni Pulau Jawa yang lain, dihabisi oleh kaum pendatang dari benua utara.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
PENDATANG DARI UTARA</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam buku Geografi Kesejarahan II Indonesia (1984), yang mengacu kepada hasil penelitian para akhli, Daldjoeni mengemukakan pendapatnya tentang asal usul ras Melayu, antara lain:</div>
<div style="text-align: justify;">
Di Hindia belakang ada dua pusat persebaran bangsa. Dari daerah Yunnan di Cina Selatan, berangkatlah suku suku yang tergolong Proto Melayu tua dan dari dataran Dongson di Vietnam Utara (Daldjoeni,1984:1).</div>
<div style="text-align: justify;">
Yunnan, yang disebut-sebut sebagal daerah asal kelompok Melayu tua di Cina Selatan, dijelaskan pula oleh Ales Bebler, antara lain:</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Merupakan dataran tinggi kering dengan ketinggian rata rata 1000 meter di atas permukaan laut. Alamnya tertutup oleh rerumputan, pepohonan yang rendah dan semak belukar. Wilayahnya terbelah belah oleh jurang-jurang yang cukup dalam sehingga membatasi gerak penduduknya dalam mengusahakan pangan. Mata pencaharian mereka aslinya berburu dan mengumpulkan buah buahan. Dalam perkembangan selanjutnya mereka beralih ke usaha peternakan dan pengolahan tanah secara primitif.</div>
<div style="text-align: justify;">
Asal bangsa Indo mongolid, yang jelas adalah Cina Selatan, akan tetapi sebagian dari mereka itu dahulunya datang dari Tibet Timur. Mungkin keributan di Asia Tengah itu menjalar ke Cina Selatan. Dari sini terjadi migrasi ke wilayah Asia Tenggara yang relatif masih kosong, melalui jurang-jurang dan lembah lembah sungai di Cina, Birma dan Siam. Tekanan di Cina Selatan agaknya bertalian erat dengan mulai berkembangnya kerajaan Cina yang dengan tegas akan tetapi bertahap menghendaki sinifikasi bagi seluruh wilayahnya sampal batas selatannya yakni garis pegununan Himalaya Nanling (Daldjoeni,1984: 3, 9 10).</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada naskah Pustaka Rajayarajya i Bhunri Nusantara parwa I sarga 1, dikemukakan peristiwa sebagal berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
Perpindahan (panigit) manusia pendatang dari benua utara: Yawana, Campa, Syangka, dan dari daerah-daerah sebelah tirnur Gaudi (Benggala) menyebar ke Ujung Mendini (Semenanjung Malaysia), Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Kutalingga, Gowa, Makasar, dan pulau pulau lain di sebelah belahan timur Nusantara, termasuk Nusa Bali. Mereka tiba di Nusantara kira kira 20.000 tahun sebelum tarikh Saka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Manusia yaksa kerdil (wamana purusa), sebagal pribumi berperangai buas dan kejam seperti hewan. Oleh sebab itu mereka diperangi dan dikalahkan oleh para pendatang baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, manusia purba yang hidup antara 25.000 sampal 10.000 tahun yang silam tidak punah sebab mereka berbaur menjadi satu. Banyak wanita manusia purba itu berjodoh dengan Aria dari kaum pendatang baru. Kerukunan, kerjasama dan perjodohan di antara kedua belah pihak, telah menyelamatkan kelompok manusia purba dari bahaya kepunahan.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Adapun, kaum pendatang baru dari benua utara tersebut tergolong manusia cerdas. Mereka membuat perkakas dan senjata dari batu, kayu, tulang, bambu, serta bahan bahan lain dengan hasil yang hampir bagus (meh wagus). Menurut para mahakawi masa kedatangan orang orang dari benua utara tersebut, dinamakan sebagai masa purba keempat (caturtha purwwayuga).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari 10.000 tahun sebelum tarikh Saka, sampal tahun pertama Saka, terjadi perpindahan secara bergelombang, kelompok pendatang dari benua utara, yaitu:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. antara 10.000 sampai 5.000 tahun sebelum tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
2. antara 5.000 sampai 3.000 tahun sebelwn tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
3. antara 3.000 sampai 1.500 tahun sebelum tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
4, antara 1.500 sampai 1.000 tahun sebelum tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
5. antara 1000 sampal 600 tahun sebelwn tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
6. antara 600 sampai 300 tahun sebelum tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
7. antara 300 sampai 200 tahun sebelum tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
8. antara 200 sampal 100 tahun sebelum tarikh Saka;</div>
<div style="text-align: justify;">
9. antara 100 sampai awal tarikh Saka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada masa itu disebut sebagai masa purba kelima (pancama purwwayuga).</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
AKI TIREM SANG AKI LUHUR MULYA</div>
<div style="text-align: justify;">
Orang orang yang datang berturut tarut dari berbagai daerah itu masing-masing ada pemimpinnya. Di antara keturunannya ada yang saling berperang, lalu mereka yang telah lebih dahulu datang dan telah lama menetap dikalahkan oleh kaum pendatang baru. Akan tetapi, ada juga yang saling mengasihi dan saling membantu karena mereka mempunyai tujuan yang sama.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Semakin lama, penduduk ini semakin meresap dan menyebar ke berbagai daerah di Nusantara. Adapun yang menyebabkan kaum pendatang itu sangat senang dan tinggal di sini (Nusantara) adalah:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. pulau pulau di bumi Nusantara ini subur tanahnya;</div>
<div style="text-align: justify;">
2. subur tumbuh tumbuhannya;</div>
<div style="text-align: justify;">
3. kehidupan penduduknya bahagia;</div>
<div style="text-align: justify;">
4. serbaneka rempah rempah ada di sini; dan</div>
<div style="text-align: justify;">
5. menjadikan kehidupan penduduk makmur sejahtera.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun pakaian yang dikenakan pribumi di sini berupa cawat kayu, daun-daunan, atau rumput. Mereka selalu membawa tombak, gada, busur, dan panah, serta berbagai jenis senjata lainnya. Mereka tinggal di hutan, ada yang hidup berkelompok, ada juga yang selalu bersembunyi, ada yang mernisahkan diri, ada pula yang bersama keluarganya di lereng bukit.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tiap kelompok yang hidup di salah satu kampung, dipimpin oleh seorang Panghulu sebagai penguasa kampung. Rumah Sang Panghulu, selalu dijadikan sebagai tempat bermusyawarah. Rumah sang pemimpin ini, terhitung besar dan berpanggung (berkolong), sedangkan beberapa keluarga penduduk tinggal bersama dalam satu rumah di bawah pimpinan seorang kepala rumah tangga yang sudah cukup berumur dan terpandang. Demikian pula halnya dengan Sang Panghulu, ia adalah orang yang sangat berwibawa. Di Jawa Kulwan (Barat) ada beberapa panghulu pribumi semacarn itu. Demikian pula di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan pulau pulau lain di Nusantara. Keadaan itu terjadi sebelum awal tarikh Saka.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Mereka datang di Nusantara dengan menumpang perahu dari kayu besar berbentuk rakit (getek), tetapi ada juga yang memakai perahu dari betung besar atau kayu hutan. Di atas rakit itu didirikan rumah dengan atap rumput. Mereka bertolak dari daerah asalnya, dan siang malam mereka berperahu dari hilir sungai ke arah selatan, menuju lautan. Akan tetapi, ada juga yang tempat tinggal asalnya di tepi laut. Mereka berlayar ke beberapa pulau, sampai akhirnya mereka itu tiba di Pulau Jawa. Banyak di antara perahu perahu itu hancur di tengah laut, karena dihantam ombak atau terseret angin besar, sehingga perahunya terlunta lunta dan terpisah dari kelompok perahu lainnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun yang menyebabkan pengungsian besar (panigit agheng) itu, adalah:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. tempat asalnya selalu kekeringan;</div>
<div style="text-align: justify;">
2. terjadi bencana gempa bumi; dan</div>
<div style="text-align: justify;">
3. musim kemarau yang berkepanjangan.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Akibatnya, mereka menderita kekurangan makanan, dan terpaksa hidup di hutan memakan daun-daunan, tumbuhan, tunas, dan daging hasil buruan. Karena itulah, mereka senantiasa ingin mencari tanah yang subur di pulau-pulau Nusantara. Satu di antaranya adalah Nusa Jawa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Setibanya di sini, mereka menetap dan hidup bersama ibarat satu keluarga. Anak, cucu, dan keluarga, masing masing membuat rumah. Rumah mereka itu berderet; ada yang kecil dan ada yang besar dan tinggi. Untuk sementara, makanan sehari hari adalah daging hasil berburu di hutan. Lama kelamaan, tempat tinggal mereka itu menjadi kampung (dukuh). Pakaian sehari hari terbuat dari kulit kayu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun kehidupan penduduk lama dan baru itu, hampir sama seperti di negeri asal mereka. Makanan sehari-harinya adalah daging, ikan, buah buahan, tunas, daun-daunan, umbi umbian, dan rempah rempah. Sang Panghulu yang menjadi pemimpinnya, menguasai berbagai ilmu mantera, selalu bertapa, melaksanakan sembah hiyang, melepaskan rakyatnya dari ancaman bencana sihir, memberi berkah, mernimpin upacara perkawinan dan berdoa, melindungi adat, serta bertindak adil dan bersikap lemah lembut. Singkatnya, Sang Panghulu yaitu Sang Datu, siang malam selalu mengharapkan agar rakyatnya hidup sejahtera, dan kampung tempat tinggal mereka makmur sentosa di bumi ini.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Yang dipuja penduduk waktu itu bermacam macarn, tetapi yang terutama ialah arwah leluhur (hiyang). Mereka memohon kepada arwah yang dipujanya dengan doa pujaan lengkap, dengan tata upacara dan sembah hiyang serta sajen. Tujuannya adalah agar terkabul cita citanya. Ada yang ingin terlepas dari kenistaan, bertambah hasil usaha tani atau dagangnya, mengharap unggul dalam perang atau perkelahian, mengharap terlepas dari penderitaan, lalu orang yang susah mengharap kesejahteraan dan banyak harta, ada pula pria yang ingin mendapat isteri atau wanita yang rnengharapkan suami. Ada lagi yang mengharapkan kegagahan, mengalahkan musuhnya, mengharapkan berumur panjang, serta terluput dari bahaya dan macam macam harapan lagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Serbaneka pemujaan mereka adalah api, gunung, arwah leluhur, batu, pohon besar, kayu, darah, sungai, matahari, bulan dan bintang. Ada pemuja roh yang bersemayam di puncak gunung, karena menganggap roh penguasa isi gunung di seluruh dunia. Ada pula Yang memuja pohon rimbun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada beberapa keluarga yang memasuki hutan dengan membawa harta bendanya, lalu menetap di sana. Mereka berburu hewan, lalu kulitnya dijadikan bahan pakaian, sedang dagingnya dijadikan bahan makanan. Pakaian kulit itu ada yang diberi lukisan menurut kehendak masing-masing, sedangkan batu batuan dan tulang, dijadikan perhiasan untuk anak isterinya dan berbagai macam perkakas.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Akan tetapi, pendatang baru makin lama makin banyak, sehingga orang pribumi terdesak dan hidup terlunta lunta memasuki hutan dan pegunungan. Terjadilah pengungsian besar besaran, karena kaum pendatang itu senantiasa memberikan kesusahan, kesengsaraan, dan kenistaan bagi orang pribumi, seolah mereka itu hamba sahaya bagi kaum pendatang baru. Kaum pribumi, merasa terhina dan sangat takut, karena siapapun di antara mereka yang berani melawan, akan ditangkap dan dibunuh. Kaum pribumi itu selalu kalah, karena mereka bodoh dan dalam segala hal terbelakang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sebaliknya, kaum pendatang baru memiliki berbagai ilmu pengetahuan, yaitu membuat panah dan perkakas dari besi, telah mengenal emas, perak, manik, permata, menguasai ilmu pembuatan busur dan panah (wedastra), dan ilmu memanah (dhanurweda), serta membuat aneka obat obatan, dan perahu dengan baik. Mereka telah menanam padi untuk kepeduan makan sehari hari, mengetahui ilmu perbintangan (panaksastra), membuat pakalan dan perhiasan yang indah dan bagus karena dihiasi ukiran, serta membuat wayang dari kulit diukir. Mereka pun telah mampu mendirikan rumah besar untuk keluarga, membuat api dengan batu api dan besi, serta membuat tabuh tabuhan untuk mengiringi tari.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Di samping itu, mereka telah menyusun peraturan tentang kampung dan uang, serta memiliki pengetahuan tentang gerhana, gempa bumi, ukuran, makanan, hari, tumbuhan, musim hujan, musim kemarau, ilmu tentang hutan, tentang hewan, tentang tanah, tentang gunung, tentang ucapan, lalu ilmu tentang rempah rempah, hutan dan gunung, ekonomi (swataning janapada) dan sebagainya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kaum pendatang dari negeri Yawana dan Syangka, yang termasuk ke dalam kelompok manusia purba tengahan (janna puruwwamadya), tiba kira-kira tahun 1.600 sebelum tarikh Saka. Kaum pendatang baru yang tiba di Pulau Jawa antara tahun 300 sampal 100 sebelum tarikh Saka, telah memiliki ilmu yang tinggi (widyanipuna). Mereka telah mengetahui cara memperdagangkan beraneka barang. Kaum pendatang kelompok ini, menyebar ke pulau pulau di Nusantara.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Zaman ini, oleh para mahakawi disebut zaman Besi (wesiyuga), karena mereka telah mampu membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, serta telah mengenal penggunaan emaa dan perak. Mereka merasuk ke desa desa yang dikunjunginya, seolah olah Pulau Jawa dan pulau pulau di Nusantara ini kepunyaan mereka semuanya. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghalangi, segera dikalahkan, sehingga bukan saja maksudnya tidak berkesampaian, mereka pun harus menjadi bawahan yang tunduk kepada yang berkuasa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
…/ hana pwa sang panghulu athawa pangamasa mandala pasisir Jawa kulwan / bang kulwan ika prarrucnaran aki tirem athawa sang aki luhunnulya ngaranira waneh //</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Terjemahannya:</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun, panghulu atau penguasa wilayah pesisir barat Jawa Barat sebelah barat, namanya Aki Tirem atau Sang Aki Luhur Mulya nama lainnya.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya, dalam naskah tersebut dikemukakan, tentang silsilah (asalusul) leluhur Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya:</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun Sang Aki Tirem, putera Ki Srengga namanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ki Srengga putera Nyal Sariti Warawiri namanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nyai Sariti puteri Sang Aki Bajulpakel namanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sang Aki Bajulpakel, putera Aki Dungkul namanya dari Swarnabhumi (Sumatera) sebelah selatan, kemudian berdiam di Jawa Barat sebelah barat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya Aki Dungkul, putera Ki Pawang Sawer namanya, berdiam di Swarnabhumi (Sumatera) sebelah selatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ki Pawang Sawer, putera Datuk Pawang Marga namanya, berdiam di Swarnabhumi (Sumatera) sebelah selatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Datuk Pawang Marga, putera Ki Bagang namanya berdiam di Swarnabhumi (Sumatera) sebelah utara.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ki Bagang, putera Datuk Waling namanva, yang berdiam di pulau Hujung Mendini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Datuk Waling putera Datuk Banda namanya, ia berdiam di dukuh di tepi sungai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Datuk Banda putera Nesan namanya, berdiaiu di wilayah Langkasuka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan nenek moyangnya dari negeri Yawana sebelah barat.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika mencermati The Hammond Atlas (terbitan Time, 1980, USA), di wilayah Propinsi Yunnan, terdapat sebuah kota kecil Yu wan, yang terletak di tepi sungal Yuan Mouw. Yu wan dalam bahasa Cina, ada kemiripan dengan Ya wa na, yang terdapat dalam naskah Pustaka Wangsakerta. Oleh karena itu, kota Yu wan, diduga kuat merupakan tanah leluhur Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sedarrgkan Yunnan sendiri, menurut para akhli, merupakan lembah bagian hulu sungai Yang Tze Kiang, yang mata airnya berasal dari pegunungan Himalaya bagian timur laut. Di wilayah ini sering terjadi gempa bumi, yang disebabkan adanya pergeseran lempeng anak benua India, yang bergerak ke arah utara dan membentur lempeng Asia. Sehingga membentuk pegunungan Himalaya, yang membentang dari arah barat di wilayah Kashmir, ke timur hingga ke wilayah perbatasan China, India dan Burma (Myanmar).</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Adanya benturan dua lempeng tersebut, menimbulkan gempa tektonik, di sekitar wilayah bagian utara dan bagian timur laut pegunungan Himalaya. Bencana lain yang sering terjadi di wilayah ini, adalah banjir bandang (mendadak) yang sangat besar. Penyebabnya, akibat pencairan es; di puncak Himalaya pada saat musim semi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
SURGA DI BUMI NUSANTARA</div>
<div style="text-align: justify;">
Bertambah lama, orang yang datang baru bertambah banyak. Dengan demikian orang pribumi terkucilkan, berkeliaran tanpa tujuan. Mengembara di hutan dan gunung gunung, bertambah banyaklah yang jadi pengungsi. Karena orang pendatang baru, senantiasa menyebabkan penderitaan yang terus menerus. Golongan pribumi senantiasa dihinakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kenyataannya, ada di bawah perintah orang orang pendatang baru, terutama karena orang pribumi bertabiat pemalu dan penakut. Biarpun sering melawan, tetapi mereka dapat ditangkap dan dibunuh. Orang orang pribumi senantiasa kalah, karena bodoh, segalanya terbelakang. Sedangkan orang pendatang baru memiliki berbagai pengetahuan, ialah membuat senjata dari besi, berbagai perkakas dari besi, juga emas, perak, manik, kristal, kendaraan. Selanjutnya membuat berbagai senjata dari besi dengan gelang anak panahnya, pengetahuan tentang memanah, juga membuat berbagai obat obatan, begitu pula membuat perahu bagus. Mereka menanam padi, yang dijadikan makanan sehari hari.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Mereka juga telah mempunyal pengetahuan tentang perbintangan, membuat perlengkapan perang dari besi, membuat pakaian dan perhiasan yang indah indah. Bahkan diberi berbagai lukisan dan diukir pada besi itu. Wayang, dibuat dari kulit yang diukir. Mereka telah mampu membuat rumah besar, yang dihuni suami isteri dan kerabat laki laki dan wanita, membuat api dengan pemantik (paneker) dari batu dan besi. Selanjumya, mereka membuat tabuh-tabuhan pengiring orang menari. Kemudian dibuat kebijakan tentang perilaku yang baik di dusun, perilaku mengenai alat penukar. Mereka memiliki pengetahuan tentang gerhana, gempa bumi, pengetahuan tentang ukuran panjang: (1 yojana =100.000 depa), tentang makanan yang lezat, pengetahuan tentang hari, berbagai tumbuh tumbuhan, (musim) penghujan dan kemarau, pengetahuan tentang laut, pengetahuan tentang berbagai binatang, juga pengetahuan tentang tanah, gunung, dan pengetahuan tentang tutur kata.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Selanjutnya, mereka memiliki pengetahuan tentang rempah rempah, pengetalruan tentang hutan dan gunung, kesejahteraan warga masyarakat dan sebagainya. Bahkan, pendatang baru yang belakangan dari negeri Yawana, negeri Syangka, negeri Campa, Saimwang serta negeri Bharata (India) sebelah selatan, sangatlah pandai berbagai pengetahuan, yaitu manusia yang mahir ilmu pengetahuan, dikatakan oleh pribumi. Sedangkan pribumi di situ, ialah orang orang pendatang yang telah lama membuat perkakas dari batu, kayu dan tulang. Pakalan mereka dari serat kulit kayu, karena itu mereka disebut manusia purba pertengahan oleh mahakawi (pujangga besar) dalam tulisan mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dikatakannya, bahwa orang orang pendatang baru dari negeri Yawana dan negeri Syangka, termasuk manusia purba pertengahan, kira kira seribu enam ratus tahun sebelum permulaan tahun Saka. Ada juga pendatang baru yang tiba di Pulau Jawa, di antara tiga ratus tahun dan seratus tahun sebelum permulaan tahun Saka yang pertama. Mereka telah mahir dalam pengetahuan, sudah tahu mengenai hasil dari jasa dan perdagangan segala perlengkapan.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pendatang ini menyebar ke pulau-pulau di bumi Nusantara. Demikianlah uraianmahakawi (pujangga besar), pada waktu itu disebut zaman besi. Itulah sebabnya mereka membuat berbagai perlengkapan perang, anak panah dan sebagainya dari besi, emas, dan perak. Mereka lebih pandai berbagai pengetahuannya. Oleh karena itu, mereka kemudian menyerang desa-desa yang didatangi, akibatnya Pulau Jawa dan pulau pulau di Nusantara menjadi milik mereka seluruhnya. Barang siapa yang tidak tunduk segera dibinasakan. Apabila bermaksud menyerang dan memeranginya, secepatnya dibinasakanlah mereka itu kemudian, maka maksud mereka tidak terlaksana, serta menyebabkan mereka menjadi manusia yang hina, sebagai pelayan orang yang berkuasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu pula di antara seratus tahun pertama sebelum tahun Saka, hingga pertama tahun Saka, orang pendatang dari beberapa negara yang terletak di sebelah timur negeri Bharata (India). Oleh karena itu zaman besi disebut juga manusia pada zaman purba.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada awal tarikh Saka, datang orang-orang dari barat, yaitu dari negeri Syangka (Sri Langka), Sayiwahana, dan Benggala di bumi Bharatawarsya (India). Mereka tiba di Pulau Jawa dengan perahu. Mula-mula, mereka menuju ke Jawa Timur, lalu ke Jawa Barat, karena kegiatan perdagangan dengan penduduknya. Pribumi di sini, asal-usulnya juga orang orang pendatang dari kawasan benua utara, yang leluhurnya tiba di Pulau Jawa beberapa ratus tahun lebih dahulu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Barang barang yang dibawa oleh para pendatang baru ini, di antaranya: bahan pakaian, perhiasan berupa ratna, emas, perak, permata, mustika, obat obatan, bahan bahan makanan, serta perabot kebutuhan rumah tangga. Adapun bahan bahan yang dibelinya di sini, yaitu rempah rempah serta hasil bumi seperti beras dan sayuran.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Di antara mereka ada yang terus menetap di sini, menjadi penduduk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Bali. Demikian pula di Sumatera, dan di pulau pulau lain di Bumi Nusantara, yang disebut juga Dwipantara. Karena penduduk Pulau Jawa telah menguasai berbagai ilmu, mereka sangat menghargainya, tidak bermusuhan, dan kaum pendatang diterima sebagai tamu dengan penuh rasa kasih dan rasa persaudaraan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kehidupan penduduk di sini makmur. Mereka menamakan pulau pulau di bumi Dwipantara ini, terutama Pulau Jawa, laksana surga di muka bumi (samyasanya swargaloka haneng prethiwitala). Oleh karena itu, mereka selalu merasa bahagia hidupnya. Demikianlah keadaan mereka itu selama tinggal di sini. Banyak di antara mereka yang memperisteri gadis di sini, kemudian beranak pinak. Mereka mengetahui bahwa Pulau Jawa subur tanahnya, subur tumbuh tumbuhannya. Oleh karena itu, beberapa tahun kemudian, datanglah orang-orang dari Langkasuka, Saimwang, dan Ujung Mendini ke Jawa Kulwan (Barat) dan bumi Sumatera dengan perahu. Lalu mereka menetap di situ, karena berjodoh dengan putri penduduk. Selanjutnya mereka tidak kembali ke negeri asalnya. Kemudian mereka masing masing mendirikan rumah besar untuk tinggal keluarganya. Kolong rumah itu, digunakan untuk kandang tempat hewan peliharaan mereka.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka bergabung untuk bergotong royong (samakarya), membangun rumah dan menebang pohon di hutan. Ikut pula bergabung akhli pembuat rumah (hundagi) dan pandai besi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Para pendatang dari India itu, ada yang mengajarkan agama yang dianutnya dan menyiarkan kepada penduduk di desa desa. Mereka mengajarkan pujaan yang disebut Dewa Iswara, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa yang disebut Trimurtiswara. Juga masih banyak Dewa lain yang dipujanya selain itu. Walaupun demikian, mereka tidak saling bertentangan dalam menyebarkan agamanya, karena mereka berhasil menemukan cara yang tepat.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Penduduk di sini keturunan kaum pendatang juga. Sejak dahulu, mereka memuja roh, bulan, matahari, dan sebagainya. Singkatnya, mereka itu mernuja roh (pitarapuja). Kaum pendatang baru dari India Selatan itu, telah rnenguasai berbagai ilmu, karena mereka telah mempelajarinya di negeri asalnya. Mereka tidak menghalangi pemujaan yang dianut penduduk di sini. Hanya nama pujaannya yang diganti, disesuaikan dengan adat penduduk di sini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan cara demikian, mereka tidak menemukan kesulitan untuk mempelajarinya. Demikianlah, pemujaan api disamakan dengan pemujaan Dewa Agni, pemujaan matahari disamakan dengan Dewa Aditya atau Dewa Surya, dan seterusnya. Adapun pemujaan roh besar, disamakan dengan pemujaan Hyang Wisnu, Hyang Siwa, dan Hyang Brahma yang disebut pemujaan tiga dewa atau trimurti. Tak lama kemudian, banyaklah penduduk di sini yang memeluk agama baru itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara itu, banyak di antara para pendatang yang menikahi puteri para Penghulu penduduk desa. Kelak, anaknya akan menggantikan kedudukan kakeknya. Oleh karena itu, desa desa di Pulau Jawa makin lama makin dikuasai oleh keturunan kaum pendatang. Demikian pula penduduk dan kekayaannya. Segera pula penduduk menjadi tidak berdaya. Panghulu desa itu telah dijunjungnya menjadi sang penguasa. Putera pendatang baru atau cucu Sang Panghulu, menjadikan semua tanah sebagai miliknya atau berada di bawah kekuasannya.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sementara itu, keadaan desa-desa tetap makmur dan hasil pertanian melimpah, karena Pulau Jawa subur tanahnya. Demikianlah pula pulau pulau lain di Dwipantara. Oleh karena itu, antara tahun 80 sampai 320 Saka, sangat banyak perahu yang datang dari berbagai negeri ke Pulau Jawa, di antaranya dari negeri India, China, Benggala, dan Campa. Banyak di antara mereka itu, yang membawa anak isteri berserta sanak keluarganya, lalu menetap di Pulau Jawa dan pulau pulau lain di Nusantara dan menjadi penduduk di situ.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Ada yang datang membawa perahu besar, ada yang datang beserta pendeta agarna Wisnu dan agama lainnya. Setiba di sini, mereka lalu mengajarkan agama mereka kepada penduduk desa. Kemudian mereka pun tinggal di situ. Adapun pendeta agama Siwa, datang dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, mengajarkan agama mereka kepada para panghulu dan pemuka masyarakat di sana.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
DEWAWARMAN</div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa I sarga 1, oleh Pangeran Wangsakerta, diriwayatkan sebagai berikut:</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
/jwah tambaya ping prathama sa kawarsa riking wus akweh wwang bharata nagari tekan jaruadwipa mwang nusantara i bhumi nusantara// denira pramanaran dwipantara nung wreddhi prethiwi// pantara ning sinarung teka n jawadwipa/ hana n upakriya wikriya/ hansing mawarah marahaken sanghyang agama/ hanasing luputaken sakeng bhaya kaparajaya/ ya thabhuten nagarinira/ mwang moghangde nikang agong panigit ring nusa nusa i bhumi nusantara//a</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Terjemahanannya:</div>
<div style="text-align: justify;">
Kelak, mulai awal pertama tahun Saka di sini telah banyak orang orang negeri Bharata (India) tiba di Pulau Jawa dan pulau pulau di bumi Nusantara. Karena Nusantara terkenal sebagai tanah yang gembur. Di antara mereka, yang tiba di Pulau Jawa, ada yang berdagang dan mengusahakan pelayanan, ada yang mengajarkan Sanghyang Agama (ajaran agama), ada yang menghindarkan diri dari bahaya yang akan membinasakan dirinya, seperti yang telah terjadi di negeri asalnya, yang menyebabkan mengungsi ke pulau-pulau di bumi Nusantara.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Karena mereka semua mengharapkan kesejahteraan hidupnya bersama anak isterinya. Terutama para pendatang, banyak yang berasal dari wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi negeri Bharata (India). Dua wangsa inilah, yang sangat banyak berdatangan di sini, dengan menaiki beberapa puluh buah perahu besar kecil. Yang dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba mula-mula di Jawa Kulwan (Barat), maka mereka bertujuan yaitu untuk berdagang dan mengusahakan pelayanan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Mereka senantiasa datang di sini, dan mereka kembali membawa rempah-rempah ke negerinya. Di sini, Sang Dewawarman telah bersahabat dengan warga masyarakat di pesisir Jawa Kulwan (Barat), Pulau Api dan Pulau Sumatera sebelah selatan, terutama Sang Dewawarman sebagai duta dari wangsa Pallawa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Permulaan pertama tahun Saka, di pulau pulau Nusantara, telah banyak golongan warga masyarakat, yang menjadi pribumi tiap dusun. Di antaranya ada yang bermusuhan, ada juga yang berkasih kasihan berbimbingan tangan. Dukuh itu ada yang besar, ada yang kecil. Dukuh besar ada di tepi laut, atau tidak jauh dari muara sungai. Bukankah selalu berdatangan orang lain atau wilayah lain. Terutama pedagang dari negeri Bharata (India), negeri Singhala, negeri Gaudi, negeri Cina dan sebagainya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ramailah kemudian dukuh dukuh di tepi laut. Dengan demikian, ramailah perdagangan antara pulau-pulau di bumi Nusantara dengan negara lain dari benua utara sebelah barat dan timur. Tetapi, yang banyak datang dari negeri Bharata (India), golongan pendatang dari negeri Bharata (India) itu dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba di dukuh pesisir Jawa Kulwan (Barat).</div>
<div style="text-align: justify;">
Para pendatang itu bersahabat dengan penghulu dan warga masyarakat di sini. Adapun penghulu atau penguasa wilayah pesisir Jawa Kulwan (Barat) sebelah barat, namanya terkenal, Aki Tirem atau Sang Aki Luhur Mulya namanya yang lain. Selanjutnya, puteri Sang Aki Luhur Mulya, namanya terkenal Pwahaci Larasati (Pohaci Larasati), diperisteri oleh Sang Dewawarman. Dewawarman ini, disebut oleh mahakawi (pujangga besar) sebagai Dewawarman pertama.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Akhirnya semua anggota pasukan Dewawarman menikah dengan wanita pribumi. Oleh karena itu, Dewawarman dan pasukannya, tidak ingin kembali ke negerinya. Mereka menetap dan menjadi penduduk di situ, lalu beranak pinak.</div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa tahun sebelumnya, Sang Dewawarman menjadi duta keliling negaranya (Pallawa) untuk negeri negeri lain yang bersahabat, seperti kerajaan kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, China, dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempererat persahabatan dan berniaga hasil bumi, serta barang barang lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tatkala Aki Tirem sakit, sebelum meninggal, ia menyerahkan kekuasaannya kepada sang menantu. Dewawarman tidak menolak diserahi kekuasaan atas daerah itu, sedangkan semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula para pengikut Dewawarman, karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah Aki Tirem wafat, Sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di situ, dengan nama nobat Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara, sedangkan isterinya, Pohaci Larasati menjadi permaisuri, dengan nama nobat, Dewi Dwanu Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara (salaka= perak).</div>
<div style="text-align: justify;">
Daerah kekuasaan Salakanagara, meliputi Jawa Kulwan bagian barat dan semua pulau di sebelah barat Nusa Jawa. Laut di antara Pulau Jawa dengan Sumatera, masuk pula dalam wilayahnya. Oleh karena itu, daerah- daerah sepanjang pantainya, dijaga oleh pasukan Sang Dewawarman, sebab jalur ini merupakan gerbang laut. Perahu perahu yang beralayar dari timur ke barat dan sebaliknya, harus berhenti dan membayar upeti kepada Sang Dewawarman. Pelabuhan pelabuhan di pesisir barat Jawa Kulwan, Nusa Mandala (mungkin Pulau Panaitan), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera bagian selatan, dijaga oleh pasukan Dewawarman.</div>
<div style="text-align: justify;">
Wangsa Dewawarman memerintah Kerajaan Salakanagara di bumi Jawa Kulwan, dengan ibukota Rajatapura (Kota Perak). Kota besar lainnya lagi, Agrabhintapura ada di wilayah sebelah selatan. Agrabhintapura, dipimpin oleh raja daerah bernama Sweta Limansakti, adik Dewawarman. Sedangkan adiknya yang lain, yang bernama Senapati Bahadura Harigana Jayasakti, diangkat menjadi raja daerah penguasa mandala Hujung Kulon. (har)</div>
<div style="text-align: justify;">
(dikutip dari <a data-ft="{"tn":"-U"}" data-lynx-mode="async" href="https://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.scribd.com%2Fdoc%2F79706043%2FSejarah-Kerajaan-Tatar-Sunda&h=ATMLIJCb_q34jM2V3fWgqOIjX0_CsvUO-uIFRPo3dn6gX6JPcpFZIiix-_YV23byYYaqIzvu2sVd2GjbcgOZoPwbUKQeQoKereDgz3_auLiX4kbtqUBvdcpIJr5s0oLmKvyqMvizKchPonD2WfQ9LT6T2BfJcek-ou4rHASr_g7nwCeX_6PgqOdd4G8-zZYoCHY91iKwEPs3c8maJzVGG18--4NC9mr2DoHdqwszZb9if-6VFsP44t2EcSS5dcEHMwKTSPQUxHwGTrNBOfsV" rel="noopener nofollow" style="color: #365899; cursor: pointer; font-family: inherit; text-decoration: none;" target="_blank">http://www.scribd.com/…/797060…/Sejarah-Kerajaan-Tatar-Sunda</a>)</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-11089385426709166332018-02-02T10:38:00.000+07:002018-02-02T10:38:25.391+07:00RAJA PAKUAN PADJAJARAN (tahun dalam hitungan Masehi)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">1. Tarusbawa (669 – 723)</span></div>
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Tarusbawa adalah raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Sunda. Ia merupakan menantu Linggawarman, raja terakhir kerajaan Tarumanagara yang hanya berkuasa selama tiga tahun (666-669 M). Sepeninggal Linggawarman, Tarusbawa mewarisi tahta kerajaan Tarumanagara. Hal ini memicu pemberontakan dari Galuh (salah satu daerah kekuasaan Tarumanagara). Galuh yang saat itu dipimpin Wretikandayun, kemudian memisahkan diri menjadi kerajaan Galuh. Tarusbawa kemudian memindahkan pusat kerajaan Tarumanagara ke daerah Sunda, dan mendirikan kerajaan Sunda. Kemudian menjadikan Tarumanagara justru sebagai bagian dari kerajaan Sunda. Tarusbawa dinobatkan sebagai raja Sunda pada pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun519 Saka (sekitar tanggal 18 Mei 669 M). Masa pemerintahan Tarusbawa berakhir pada tahun 723 Msaat ia meninggal. Tahta kerajaan Sunda kemudian diwariskan pada menantunya (suami dari cucu Tarusbawa), yaituSanjaya.<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
2. Harisdarma atau Sanjaya (723 – 732)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Sanjaya adalah cicit dari Wretikandayun (raja pertama kerajaan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Tarumanagara). Ia menikahi cucu Tarusbawa, yang bernama Nay Sekarkancana. Karena anak laki-laki Tarusbawa meninggal di usia muda, maka tahta kerajaan Sundajatuh pada Sanjaya.</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Dengan silsilah seperti diatas, Sanjaya juga merupakan pewaris sah dari kerajaan Galuh. Namun pada tahun 716 M, ayah Sanjaya, Bratasenawa atau Sena (raja ketiga Galuh) dikudeta dari tahtanya oleh Purbasora (saudara seibu Sena sendiri).</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Saat kudeta terjadi, Sanjaya dan keluarganya melarikan diri ke daerah Pakuan Pajajaran (pusat pemerintahan kerajaan Sunda). Kemudian meminta pertolongan pada Tarusbawa untuk menyerang Galuh, dengan tujuan melengserkanPurbasora.</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Saat Tarusbawa meninggal tahun 723 M, tahta kerajaan Sunda diwariskan pada Sanjaya. Dengan begitu, kekuasaan Sunda dan Galuh sama–sama berada di tangan Sanjaya. Di tangan Sanjaya, Sunda dan Galuh kembali bersatu. Sanjaya berkuasa hingga tahun 732 M, dan mewariskan tahta kerajaan pada puteranya, Tamperan Barmawijaya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
3. Tamperan Barmawijaya (732 – 739)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Tamperan Barmawijaya atau Rakeyan Panaraban adalah anak dari sanjaya. Ia juga dikenal dengan nama Rakeyan Panaraban. Tamperan Barmawijaya memerintah kerajaan Sunda-Galuh selama tujuh tahun, yaitu sejak 732 M hingga 739 M. Namun Temperan Barmawijaya mewariskan kerajaan dengan cara membagi kekuasaan Sunda danGaluh pada kedua puteranya. Kerajaan Galuh Ia wariskan pada Sang Manarah, yang dalam cerita rakyat sering disebut Ciung Wanara. Sementara kerajaan Sunda Ia wariskan pada Rakeyan Banga. Itu berarti, sejak tahun 739 M, Sunda dan Galuh kembali dipimpin oleh raja yang berbeda. Meski begitu, hubungan kedua kerajaan tersebut tetapharmoni.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
4. Rakeyan Banga (739 – 766)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Kertabuana Yasawiguna Hajimulya atau Rakeyan Banga merupakan anak dari Tamperan Brawijaya. Ia diwarisi kerajaan Sunda dan memimpinnya selama 27 tahun dari 739 M hingga 766 M. Rakeyan Banga kemudianmewariskan kerajaan Sundapada puteranya, yaitu Rakeyan Medang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
5. Prabu Hulukujang (766 – 783)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Rakeyan Medang bergelar Prabu Hulukujang. Ia memerintah kerajaan Sunda selama 17 tahun, yaitu sejak 766 M hingga 783M. Namun karena anaknya perempuan, Rakeyan Medang mewariskan tahta kerajaan Sunda kepada menantunya, yaitu Rakeyan Hujungkulon.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
6. Prabu Gilingwesi (783 – 795)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Rakeyan Hujungkulon disebut juga Prabu Gilingwesi. Ia berasal dari kerajaan Galuh. Pernikahan antara Rakeyan Hujungkulon dengan anak dari Rakeyan Medang merupakan salah satu bukti harmoninya hubungan antara kerajaan Sunda dan Galuh. Rakeyan Hujungkulon atau Prabu Gilingwesi memimpin kerajaan Sunda selama 12 tahun, dari 783 M hingga 795 M. Karena anak dari Rakeyan Hujungkulon pun perempuan, maka tahta kerajaan Sunda diwariskan pada menantunya, yaitu PucukbumiDarmeswara.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
7. Prabu Pucukbumi Darmeswara (795 – 819)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Pucukbumi Darmeswara, atau disebut juga Rakeyan Diwus, memimpin kerajaan Sunda selama 24 tahun, yaitu sejak 795 M sampai 819 M. Dari Rakeyan Diwus, tahta kerajaan Sunda kemudian diwariskan pada puteranya, yaitu Prabu Gajah Kulon.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
8. Prabu Gajah Kulon (819 – 891)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Gajah Kulon atau Rakeyan Wuwus, menduduki tahta Kerajaan Sunda selama 73 tahun. Saat Rakeyan Wuwus menjabat sebagai Raja Sunda, tepatnya pada tahun 842, kerajaan Galuh juga jatuh ke tangannya. Hal ini disebabkan meninggalnyaRaja Galuh saat ituyang juga saudara ipar Rakeyan Wuwus, yang bernama Prabu Linggabhumi. Sehingga pada tahun tersebut kerajaan Sunda-Galuh kembali ada dalam satu kepemimpinan. Semeninggal Rakeyan Wuwus pada tahun 891, kekuasaan Sunda-Galuh diwariskan pada adik ipar Rakeyan Wuwus, yaitu Prabu Darmaraksa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
9. Prabu Darmaraksa (891 – 895)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Darmaraksa memerintah Kerajaan Sunda hingga tahun 895. Namun ia mengakhiri masa kekuasaannya dengan tragis. Pada tahun 895 Prabu Darmaraksa dibunuh karena para petinggi kerajaan Sunda tidak menyukainya. Akhirnya tahta kerajaan diturunkan pada putera Prabu Darmaraksa, yang bernama Rakeyan Windusakti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 – 913)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Rakeyan Windusakti atau Prabu Dewageng menjabat sebagai Raja Sunda selama delapan tahun. Hingga akhirnya tahta kerajaan diwariskan pada anak sulungnya, yaituRakeyan KamuningGading.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
11. Prabu Pucukwesi (913 – 916)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Rakeyan Kamuning Gading atau Prabu Pucukwesi hanya berkuasa selama tiga tahun, karena ditahun ketiga pemerintahannya, tahta kerajaan Sunda direbut adiknya, yang bernama Rakeyan Jayagiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
12. Prabu Wanayasa (916 – 942)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Rakeyan Jayagiri disebut juga Prabu Wanayasa. Memerintah kerajaan Sunda selama 28 tahun. Tahta Sunda kemudian diwariskan pada anak Rakeyan Jayagiri, yang bernama Atmayadarma Hariwangsa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
13. Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (942 – 954)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Rakeyan Watuagung atau disebut juga Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa memerintah Sunda selama delapan tahun. Kekuasaanya berakhir karena tahta kerajaan Sunda direbut kembali sebagai pembalasan dendam oleh Limbur Kencana (anak Rakeyan Kamuning Gading, Raja Sundake-11).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
14. Limbur Kancana (954 – 964)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Limbur Kancana menjabat sebagai Raja Sunda selama sepuluh tahun, hingga akhirnya ia mewariskan tahta pada anak sulungnya yang bernama Rakeyan Sundasambawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
15. Prabu Munding Ganawirya (964 – 973)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Munding Ganawirya atau Rakeyan Sundasambawa memerintah Sunda selama Sembilan tahun. Karena Sundasambawa tidak memiliki putera, tahta Kerajaan Sunda diwariskan pada adik iparnya, yaitu Rakeyan Wulung Gadung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
16. Prabu Jayagiri (973 – 989)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Jayagiri atau Rakeyan Wulung Gadung memerintah selama 16 tahun. Kemudian dilanjutkan oleh puteranya, Prabu Brajawisesa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
17. Prabu Brajawisésa (989 – 1012)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Brajawisesa atau Rakeyan Gendang memerintah selama 13 tahun. Setelah masa pemerintahannya, tahta Sunda diwariskan pada cucu Prabu Brajawisesa, yaituPrabu DewaSanghyang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
18. Prabu Déwa Sanghyang (1012 – 1019)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Dewa Sanghyang memerintah kerajaan Sunda selama tujuh tahun, kemudian dilanjutkan oleh anaknya, yaitu Prabu Sanghyang Ageng.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
19. Prabu Sanghyang Ageng (1019 – 1030)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Sanghyang Ageng memerintah selama sebelas tahun. Tahta kerajaan Sunda kemudian diwariskan pada anaknya, Sri Jayabupati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
20. Sri Jayabupati (1030 – 1042)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Sri Jayabupati atau Detya Maharaja memerintah selama 12 tahun. Di masa pemerintahannya ia membuat prasasti Cibadak, di prasasti tersebut Sri Jayabupati tercantum dengan gelarnya, yaitu Dharmawangsa. Setelah masa kepemimpinan Sri Jayabupati selesai, tahta kerajaan Sunda diwariskan pada puteranya, Darmaraja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
21. Darmaraja (1042 – 1065)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Darmaraja atau Sang Mokteng Winduraja memerintah selama 23 tahun. Tahta Sunda kemudian diwariskan pada menantunya, Prabu Langlangbumi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
22. Prabu Langlangbumi (1065 – 1155)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Langlangbumi atau Sang Mokteng Kerta memerintah selama 90 tahun. Tahta Sunda kemudian diwariskan pada Puteranya, yaitu Prabu Menakluhur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
23. Prabu Ménakluhur (1155 – 1157)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Menakluhur atau Rakeyan Jayagiri hanya memerintah selama dua tahun. Kemudiandilanjutkan olehputeranya, Prabu Darmakusuma.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
24. Prabu Darmakusuma (1157 – 1175)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Darmakusuma atau Sang Mokteng Winduraja memerintah kerajaan Sunda selama 18 tahun. Tahta kerajaan Sunda kemudiandilanjutkan olehputeranya, Prabu Darmasiksa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
25. Prabu Guru Darmasiksa (1175 – 1297)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Guru Darmasiksa memerintah selama 122 tahun. Pemerintahan kerajaan Sunda kemudian dilanjutkan oleh putera terbesarnya, Prabu Ragasuci.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
26. Prabu Ragasuci (1297 – 1303)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Ragasuci atau Sang Mokteng Taman memerintah Kerajaan Sunda selama enam tahun. Kemudian digantikan puteranya, Prabu Citraganda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
27. Prabu Citraganda (1303 – 1311)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Citraganda atau Sang Mokteng Tanjungmemerintahselama delapan tahun. Kepemimpinan Kerajaan Sunda diwariskan pada anaknya, PrabuLinggadewata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Linggadewata memerintah selama 22 tahun. Namun karena tidak memiliki anak laki-laki, tahta Kerajaan Sunda diwariskan pada menantunya, yaitu Prabu AjigunaLinggawisesa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Ajiguna Linggawisesa memerintah selama tujuh tahun. Kemudian dilanjutkan oleh puteranya, Prabu Ragamulya Luhurprabawa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Ragamulya Luhurprabawa memerintah selama sepuluh tahun. Tahta Kerajaan Sunda kemudian dilanjutkan puteranya, yaitu Prabu Linggabuanawisesa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Maharaja Linggabuanawisesa memerintah kerajaan Sunda selama tujuh tahun. Maharaja Linggabuana mengakhiri kekuasaannya karena gugur di medan pertempuran perang Bubat. Namun karena saat itu putera Maharaja Linggabuana (yang bernama Niskalawastukancana) masih kecil, tahta kerajaan Sunda untuk sementara diserahkan pada adik Maharaja Linggabuana, yaitu Prabu Bunisora.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
32. Prabu Bunisora (1357-1371)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Bunisora memerintah selama 14 tahun. Setelah Prabu Bunisora meninggal, tahta kerajaan kembali ke anak Maharaja Linggabuana, Prabu Niskalawastukancana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Niskalawastukancana memerintah selama 104 tahun. Tahta kerajaan Sunda dilanjutkan puteranya, Prabu Susuktunggal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Susuktunggal atau Sang Haliwungan memerintah kerajaan Sunda selama tujuh tahun. Tahta kerajaan Sunda kemudian diwariskan pada anaknya, Jayadewata.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
35. Prabu Siliwangi (1482-1521)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Jayadewataatau Sri Baduga Maharaja yang oleh masyarakat Sunda lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi, memerintah selama 39tahun. Setelah itu tahta kerajaan diwariskan pada anaknya, Prabu Surawisesa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Surawisesa memerintah selama 14 tahun. Tahta Kerajaan Sunda kemudian diwariskan pada puteranya, Prabu Dewatabuanawisesa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Dewatabuanawisesa memerintah selama delapan tahun. Kemudian tahta Sunda diwariskan pada puteranya, Prabu Sakti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
38. Prabu Sakti (1543-1551)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Sakti juga memerintah selama delapan tahun. Setelah itu pemerintahan Kerajaan Sunda dilanjutkan puteranya, Prabu Nilakendra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Nilakendra memimpin Kerajaan Sunda selama 16 tahun. Setelah itu tahta kerajaan Sundadiwariskan pada puteranya, Prabu Suryakancana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
40. Prabu Suryakancana (1567-1579)</div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Suryakancana atau Prabu Ragamulya merupakan Raja terakhir Kerajaan Sunda, karena pada masa pemerintahan Prabu Suryakancana, Kerajaan Sunda beberapa kali diserang oleh pasukan Islam dari Kesultanan Banten yang dipimpin oleh Maulana Yusuf. Hingga akhirnya Kerajaan Sunda(Pajajaran) runtuh/moksa</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
(dari berbagai sumber)</div>
</span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-89612406191950536452018-02-02T10:32:00.002+07:002018-02-02T10:32:20.264+07:00Wayang Golek Bambang Sukmasajati ku H. Asep Sunandar Sunarya Giriharja III<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe width="320" height="266" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/1r5GgCUXcjs/0.jpg" src="https://www.youtube.com/embed/1r5GgCUXcjs?feature=player_embedded" frameborder="0" allowfullscreen></iframe></div>
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-24426905502571470442018-02-02T10:29:00.000+07:002018-02-02T10:29:20.171+07:00SEJARAH TASIKMALAYA DALAM VIDEO<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe width="320" height="266" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/OAYheXpuphA/0.jpg" src="https://www.youtube.com/embed/OAYheXpuphA?feature=player_embedded" frameborder="0" allowfullscreen></iframe></div>
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-23805552269668450442018-02-02T10:25:00.002+07:002018-02-02T10:26:28.960+07:00Candi jaman SALAKANAGARA Kadétéksi ku Satelit NASA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<i>NASA, badan luar angkasa AS, kungsi motrét tumpukan batu di wewengkon Lebak Cibedug Banten. Ieu adegan jiga candi, legana leuwih ti duakalieun Candi Borobudur.ngan jangkungna sahandapeun Borobudur.
</i><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
SAWATARA waktu anu kaliwat badan luar angkasa AS, NASA, kungsi manggihan hiji adegan jiga bangunan candi, perenahna di Lebak Cibedug, wewengkon Banten. Ceuk maranéhna, éta tumpukan batu téh legana duakali ngaleuwihan Candi Borobudur. Ieu papanggihan, teu digegedékeun da meureun teu dianggap penting keur maranéhna mah, keur mah urang Indonésiana ogé jiga teu hayang nyaho, nya kaasup urang Sunda, tempat dimana éta adegan jiga candi aya. Nu nyarahona, pédah kabeneran maca artikel pondok anu dimuat dina salah sahiji web internét. Ngan baé lamun mah urang Sunda eungeuh kana pamoyok deungeun yén Sunda mah miskin ku titinggal nu mangrupa fisik, nya ti dieu waktuna urang Sunda ngabantah kana pamoyok deungeun.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pangaweruh urang Sunda ngeunaan kabeungharan bukti arkéologi, sabenerna mah geus nyampak, sakurang-kurangna keur para kolot nu aya di lembur. Da ceuk maranéhna mah, naon-naon anu jadi bukti lahir ngeunaan sosial-budaya di Sunda téh geus nyampak ti jauh mula kénéh. “Kabudayaan mah, datangna ti Sunda. Mimitina saréréa nyangka, ieu budaya Sunda téh (ti kulon), dibawa ka wétan (Jawa), ku urang wétan kakara dimekarkeun. Tétéla kabeungharan budaya Sunda teu basajan sarupa kitu. Malah ampir satengahna planét bumi, dieusian ku budaya anu mimitina datang ti wilayah Sunda,” ceuk almarhum Radén Lalam Wiranatakusumah dina paguneman sataun ka tukang jeung UGa di Majalaya. Harita, mimitina mah ukur dipapagkeun ku heueuh-heueuh bueuk, sabab can manggihan référénsi nu dianggap sohéh ti para ahli. Ngan béh dieu béh dieu, geuning kalahka beuki narémbongan bukti-bukti fisik mangsa lawas tatar Sunda téh. Majalah UGa dua nomer ka tukang ogé pan kungsi ngalaporkeun yén di wewengkon Wanaraja Garut, di jero taneuh, nyao sabaraha puluh méter ka handap, kapanggih aya adegan jiga piramid. Ceuk kolot-kolot di dinya, éta adegan pamujaan téh, geus aya ti 40.000 taun kalarung. Malah tepikeun ka jaman Karajaan Galuh, urang Galuh gé masih kénéh apaleun. Dina mass-média séjén ogé pan aya papanggoihan anyar deui, yén cenah adegan jiga piramid, sarua geuskapanggih di wewengkon Gunung Lalakon, Kabupatén Bandung, umurna geus puluh-puluh abad.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Balik deui kana inpormasi kadétéksina adegan jiga candi Borobudur di Lebak Cibedug ku satelit NASA, sabenerna ukur ngeuyeub-ngeuyeub inpormasi wé. Da jauh saméméhna ogé ari kolot ti wewengkon Banten mah geus loba anu cacarita. Ngan meureun teu dipalercaya téh, ari béja anu datangna ti kolot baheula mah teu dianggaop ilmiah,malah deukeut-deukeut ka dianggap dongéng, anu nu ngabuktikeunana bangsa deungeun mah, nyatana Amérika, saréréan papada unggeuk ngaenyakeun da ieu mah écés ngawakilan pangaweruh anu jembar ku paélmuan modérn. Ari ngadéngé kecap modérn mah urang téh sok tara hamham.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Inpormasi anu jolna ti masarakat tradisional ngeunaan adegan jiga candi di Lebak Cibedug mah kieu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Éta adegan pamujaan anu jiga candi téh, perenahna di mumunggang Gunung Pulasari, kaéréh ka Kacamatan Menés, Pandéglang, Banten. Ieu téh titiggal Karajaan Salakanagara, dijieunna dina jaman Raja Déwawarman VIII, antara taun 348-363 Maséhi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Ieu raja dina taun 348 ngararancang hayang nyieun bangunan puseur pamujaan. Tapi kakara dua taun ti harita ari prakna mah. Nya raja téh masrahkeun proyék pangwangunan ka para arsiték anu dipingpin ku insinyur bangunan nu katelahna Ki Mahadhir Réndra. Ngan ku sabab di tengah-tengah nganggeuskeun proyék, Ki Mahadhir Réndra maot, pingpinan proyék disérénkeun ka Ayi Réndra, anakna insinyur nu maot téa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Nu migawéna 350 urang kuli bangunan, dianémeran ku putra raja nu katelahna Ramayaksanwarman tur dikawal ku 93 ponggawa.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Salila 20 taun ieu proyék téh kakara réngsé, ladang beurang peuting dipigawéna. Sanggeus réngsé, adegan pamujaan téh dingaranan Pura Trasna Mandir, atawa ogé disebut Rakashan Déwa Natus.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Ieu adegan téh mémang leuwih ti dua kalieun rubakna Borobudur. Ngan duméh ka luhurna, jangkung kénéh Borobudur. Borobudur mah luhurna téh leuwih ti 144 méter, ari Pura Trasna Mandir mah ukur 63 méter. Mun Borobudur ponclotna mangrupa stupa agung, nyungcung ka luhur, ari Pura Trasna Mandir mah, di puncakna datar, duakalieun lapang volly sabab dihaja jang dipaké tempat sarila para jamaahna. Cenah mun sarila ngabérés rapih, bisa dipaké sila ku 275 urang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pura Trasna Mandir diwengku ku salapan umpak jiga Borobudur. Saumpak téh jangkungna salapan méter. Ieu pura ngagunakeun bahan batu kapur. Arsitekturna leuwih basajan. Jeung anu ngabédakeun jeung Borobudur, Pura Trasna Mandir teu maké arca. Hal ieu ukur ngécéskeun yén urang Karajaan Salakanagara teu muja kana arca. Kawas ceuk ucapan Raja, Pura Trasna Mandir jang ngagungkeun anu yiptakrun bumi jeung langit katut sagala eusina. Jaman harita nyebutna ka Anu Murbeng Alam téh Sanghyang Langlayang Déwa Rangketan Bumi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Hanjakal, umur ieu pura kawilanag pondok, sabab dina taun 372 Maséhi aya musibat alam, nyaéta musibat lini (gempa) anu kawilang badag. Pura Trasna Mandir ancur burakrakan, batu-batuna ngaleuya ka mamana. Nu matak anu katéwak ku sateliut NASA téh sabenerna mah ukur tumpukan batu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tina : https://www.facebook.com/groups/www.fauzisalaka/permalink/10155382097243723/</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-12357859442658510762018-02-02T10:14:00.002+07:002018-02-02T10:14:41.819+07:00KARAJAAN SALAKANAGARA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Pandeglang menyuguhkan banyak sejarah yang sangat menarik untuk di teliti. Salah satunya sejarah Kerajaan Salakanagara. Cihunjuran, Citaman, Pulosari dan Ujung Kulon merupakan tempat-tempat yang menyimpan banyak situs tentang Salakanagara. Di Cihunjuran misalnya, di tengah hamparan pesawahan terdapat beberapa batu-batu purba serta kolam-kolam pemandian purba tepatnya zaman Megalitikum.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bukan hanya batu-batuan dan kolam-kolam purba yang menambah menariknya Cihunjuran, pemakaman Aki Tirem Luhur Mulia atau yang lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Angling Dharma dalam nama Hindu dan Wali Jangkung dalam nama Islam yang ukurannya tidak seperti pemakaman pada umumnya semakin menambah eksotisme sejarah di tempat tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
Batu Dolmen, tumpukan menhir yang dikumpulkan oleh warga setempat, Batu Dakon dan Batu Peta yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan isi peta tersebut semakin menambah eksotisme nilai sejarah yang ada di situs Cihunjuran.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ditengah rasa kekaguman dan keingintahuan terhadap eksotisme sejarah peninggalan Salakanagara rasa keingintahuan itu pun terpuaskan dengan adanya keterangan dari salah satu narasumber sekaligus tokoh masyarakat setempat. Bapak Entong begitulah panggilan akrab bapak yang diperkirakan umurnya diatas 60 tahun itu. Berikut beberapa keterangan dari beliau.<a name='more'></a></div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Kerajaan Salakanagara Ada Sejak Abad Ke 1 (satu)</div>
<div style="text-align: justify;">
Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang ada di Nusantara. Raja pertama Kerajaan tersebut adalah Dewawarman. Dewawarman merupakan duta dari Kerajaan India yang diutus ke Nusantara (Pulau Jawa), kemudian Dewawarman dinikahkan oleh Aki Tirem Luhur Mulia dengan Putrinya yang bernama Larasati Sri Pohaci, maka setelah Dewawarman menjadi menantu dari Aki Tirem Luhur Mulia diangkatlah Dewawarman menjadi Raja I (pertama) yang memikul tampuk kekuasaan Kerajaan Salakanagara. Saat menjadi Raja Dewawarman I dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapurasagara. Kerajaan Salakanagara beribukota di Rajatapura yang sampai tahun 363 menjadi pusat Pemerintahaan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I-VIII).</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Nama lain Aki Tirem Luhur Mulia Aki Tirem Luhur Mulia yang merupakan mertua dari penguasa pertama kerajaan Salakanagara. Dewawarman lebih dikenal oleh masyarakat setempat (Cihunjuran) dengan nama Prabu Angling Dharma dan Wali Jangkung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Nama inilah yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan apakah Angling Dharma/Wali Jangkung hanya sebuah cerita rakyat biasa tanpa fakta ataukah nama Angling Dharma/Wali Jangkung memang benar-benar nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia? Tapi kalau ini memang benar adanya, lalu samakah Angling Dharma yang ada di Jawa Tengah dengan Angling Dharma versi masyarakat Cihunjuran?</div>
<div style="text-align: justify;">
Ada satu lagi hal yang menarik yang harus dipertanyakan. Kalau memang Angling Dharma itu nama lain dari Aki Tirem Luhur Mulia, lalu bagaimana dengan Wali Jangkung. Bukankah sebutan Wali hanya untuk orang-orang yang memeluk agama Islam? Lalu apa sebenarnya agama yang dianut oleh Aki Tirem Luhur Mulia? Islam kah atau Hindu? Apakah Aki Tirem Luhur Mulia (nama asli) beragama Islam atau Hindu? Tapi dari ritual yang dijalankan oleh masyarakat setempat dapat diartikan bahwa Aki Tirem Luhur Mulia telah di-Islam-kan oleh penduduk setempat.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hal tersebut bisa terlihat dari ritual-ritual, yang dijalankan oleh masyarakat setempat terhadap situs kerajaan Salakanagara diantaranya: ziarah yang dilakukan di makam Aki Tirem Luhur Mulia yang menggunakan tata cara Islam mulai dari berwudhu dan bacaan-bacaan Ziarah.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Bukti-bukti Sejarah Peninggalan Salakanagara:</div>
<div style="text-align: justify;">
a.) Menhir Cihunjuran; berupa Menhir sebanyak tiga buah terletak di sebuah mata air, yang pertama terletak di wilayah Desa Cikoneng. Menhir kedua terletak di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari. Menhir ketiga terletak di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tanpa memberikan presisi dimensi dan lokasi administratif, tetapi dalam peta tampak berada di lereng sebelah barat laut gunung Pulosari, tidak jauh dari kampung Cilentung, Kecamatan Saketi. Batu tersebut menyerupai batu prasasti Kawali II di Ciamis dan Batu Tulis di Bogor. Tradisi setempat menghubungkan batu ini sebagai tempat Maulana Hasanuddin menyabung ayam dengan Pucuk Umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
b.) Dolmen; terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm, disebut Batu Ranjang. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm. Di tanah sekitarnya dan di bagian bawah batu ada ruang kosong. Di bawahnya terdapat fondasi dan batu kali yang menjaga agar tiang penyangga tidak terbenam ke dalam tanah. Dolmen ditemukan tanpa unsur megalitik lain, kecuali dua buah batu berlubang yang terletak di sebelah timurnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
c.) Batu Magnit; terletak di puncak Gunung Pulosari, pada lokasi puncak Rincik Manik, Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Yaitu sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas, meskipun ditempatkan di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
d.) Batu Dakon; Terletak di Kecamatan Mandalawangi, tepatnya di situs Cihunjuran. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya dan berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan</div>
<div style="text-align: justify;">
e.) Air Terjun Curug Putri; terletak di lereng Gunung Pulosari Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, air terjun ini dahulunya merupakan tempat pemandian Nyai Putri Rincik Manik dan Ki Roncang Omas. Di lokasi tersebut, terdapat aneka macam batuan dalam bentuk persegi, yang berserak di bawah cucuran air terjun.</div>
<div style="text-align: justify;">
f.) Pemandian Prabu Angling Dharma; terletak di situs Cihunjuran Kabupaten Pandeglang. Menurut cerita rakyat, pemandian ini dulunya digunakan oleh Prabu Angling Dharma atau Aki Tirem atau Wali Jangkung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kesimpulan </div>
<div style="text-align: justify;">
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua yang ada di nusantara. Hal itu dapat dilihat dari situs-situs peninggalan kerajaan tersebut. Kerajaan Salakanagara terdapat di Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang, dan situs-situs peninggalannya tersebar di Cihunjuran, Citaman, Gunung Pulosari, dan Ujung Kulon.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Menurut naskah “Pustaka Rayja-rayja I Bhumi Nusantara”, kerajaan di pulau Jawa adalah Salakanagara (artinya: negara perak). Salakanagara didirikan pada tahun 52 Saka (130/131 Masehi). Lokasi kerajaan tersebut dipercaya berada di Teluk Lada, kota Pandeglang, kota yang terkenal dengan hasil logamnya (Pandeglang dalam bahasa Sunda merupakan singkatan dari kata-kata panday dan geulang yang artinya pembuat gelang). Dr. Edi S. Ekajati, sejarawan Sunda, memperkirakan bahwa letak ibukota kerajaan tersebut adalah yang menjadi kota Merak sekarang (merak dalam bahasa Sunda artinya "membuat perak"). Sebagain lagi memperkirakan bahwa kerajaan tersebut terletak di sekitar Gunung Salak, berdasarkan pengucapan kata "Salaka" dan kata "Salak" yang hampir sama.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
[[Berkas:Prsasti_tugu.jpg|thumb|upright|prasasti yang berumur 1600 tahun yang berasal dari zaman Purnawarman, raja Tarumanagara, yang ditemukan di Kelurahan Tugu, Jakarta. Adalah sangat mungkin bahwa Argyre atau Argyros pada ujung barat Iabadiou yang disebutkan Claudius Ptolemaeus Pelusiniensis (Ptolemy) dari Mesir (87-150 AD) dalam bukunya “Geographike Hypergesis” adalah Salakanagara.</div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu laporan dari Cina pada tahun 132 menyebutkan Pien, raja Ye-tiau, meminjamkan stempel mas dan pita ungu kepada Tiao-Pien. Kata Ye-tiau ditafsirkan oleh G. Ferrand, seorang sejarawan Perancis, sebagai Javadwipa dan Tiao-pien merujuk kepada Dewawarman.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kerajaan Salakanagara kemudian digantikan oleh kerajaan Tarumanagara.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara).</div>
<div style="text-align: justify;">
Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Banten memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tb. H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggeris.</div>
<div style="text-align: justify;">
KETURUNAN INDIA Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara (Negeri Perak) beribukota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agnynusa (Negeri Api)yang berada di Pulau Krakatau.</div>
<div style="text-align: justify;">
Raja pertama Salakanagara bernama Dewawarman yang berasal dari India. Ia mula-mula menjadi duta negaranya (India) di Pulau Jawa. Kemudian Dewawarman menjadi menantu Aki Tirem atau Sang Aki Luhurmulya. Istrinya atau anak Aki Tirem bernama Pwahaci Larasati. Saat menjadi raja Salakanagara, Dewawarman I ini dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
URUTAN RAJA SALAKANAGARA (Tahun berkuasa, Nama raja, julukan/keterangan): </div>
<div style="text-align: justify;">
1. 130-168 M, DEWAWARMAN I (PRABU DARMALOKAPALA AJI RAKSA GAPURA SAGARA, Pedagang asal Bharata (India), </div>
<div style="text-align: justify;">
2. 168-195 M, DEWAWARMAN II (PRABU DIGWIJAYAKASA DEWAWARMANPUTRA), Putera tertua Dewawarman I, </div>
<div style="text-align: justify;">
3. 195-238 M, DEWAWARMAN III (PRABU SINGASAGARA BIMAYASAWIRYA), Putera Dewawarman II, </div>
<div style="text-align: justify;">
4. 238-252 M, DEWAWARMAN IV (Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon), </div>
<div style="text-align: justify;">
5. 252-276 M, DEWAWARMAN V (MENANTU Dewawarman IV), </div>
<div style="text-align: justify;">
6. 276-289 M, MAHISASURAMARDINI WARMANDEWI (Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V), karena Dewawarman V gugur melawan bajak laut, </div>
<div style="text-align: justify;">
7. 289-308 M, DEWAWARMAN VI (SANG MOKTENG SAMUDERA), Putera tertua Dewawarman V, </div>
<div style="text-align: justify;">
8. 308-340 M, DEWAWARMAN VII (PRABU BIMA DIGWIJAYA SATYAGANAPATI), Putera tertua Dewawarman VI, 9. 340-348 M, SPHATIKARNAWA WARMANDEWI (Puteri sulung Dewawarman VII), 10. 348-362 M, DEWAWARMAN VIII (PRABU DARMAWIRYA DEWAWARMAN), Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Tahun 362 M saat dipegang DEWAWARMAN IX, Salakanagara telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara. Dewawarman VIII merupakan raja terakhir Salakanagara. </div>
<div style="text-align: justify;">
Kenging nyutat tina : <a data-ft="{"tn":"-U"}" data-lynx-mode="async" data-lynx-uri="https://l.facebook.com/l.php?u=https%3A%2F%2Fgoermunsorif.blogspot.com%2F&h=ATN47f8gXaeEYJ40UbYXHm-wP6V3bNyjA-GU54SEU6BovjS9IZNqsaG0XVspmuwhLfXjcXYQNGEzZ9mhqyu7bClEkQlXQhDkM3UcM5kDEl9EsHB_nKfN5_FbVvRf3nGzdX4CCYVapdEHz1BkAeyeNrCjUdP9D3_lVX-nHiA309EizO3Zgv8_K0E_OogsaF9my-E_jbsqaDjUE2CmWRYEWrs1R5a7bwROrQRZXvDE_oWLxX0egFsqV9GTBgE-tSlhW5oOlmmGxepDHhstENtX" href="https://goermunsorif.blogspot.com/" rel="noopener nofollow" style="color: #365899; cursor: pointer; font-family: inherit; text-decoration: none;" target="_blank">goermunsorif.blogspot.com</a></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-46586997583597199382018-01-17T10:42:00.000+07:002018-01-17T10:42:14.014+07:00Papatah Kolot Baheula Bahasa Sastra Sunda Buhun<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;">Pepatah orang tua zaman dahulu dalam </span><b style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;"><a href="http://www.aswanblog.com/2016/09/kumpulan-siloka-bahasa-sunda-dan-artinya.html" style="color: #007acc; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration-line: none;">siloka sunda</a></b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;"> disebut juga dengan bahasa buhun kolot baheula. Uraian pada bahasan kata bahasa Sunda - mangrupakeun Papatah kolot baheula - Ieu seratan mangrupi pepeling buhun kanggo bahan renungan dina raraga ngamumule sastra basa sunda anu kiwari melempem kasered budaya deungeun.</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;">Postingan </span><b style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;"><a href="http://www.aswanblog.com/2013/02/papatah-kolot-baheula-pebruari-2013.html" style="color: #007acc; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration-line: none;">papatah kolot baheula</a></b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;"> di handap ieu nyaeta paribasan jeung babasan sunda paling lengkep jeung hartina dina bahasa Indonesia, mudah-mudahan tiasa janten referensi kangge bahan renungan khususna pikeun urang sunda anu kiwari budayana tos ka geser ku budaya basa deungeun alias kabudayaan barat:</span><br />
<a name='more'></a><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;" /><br />
<ul style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px; margin: 0px 0px 0px 35px; padding: 10px 0px 20px;">
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah gugur samemeh tempur, ulah perlaya samemeh perang. Indit ka medan jerit ulah dengki, lumampah ka medan dadalaga ulah dendam, lumaku ka medan tempur ulah ujub </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Taat sumembah kanu janten rama, sumujud tumut kanu janten ibu </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dihareupeun aya kasusah, ditukang pasti aya kabungah </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dahareun anu asup kanu awak, bakal jadi kulit, jadi daging, jadi sumsum, jadi balung, matak sing ati-ati </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Mudah-mudahan urang kakungkung ku rohmat pitulung nu Maha Agung. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sasanget-sangetna leuweung, moal leuwh sanget tibatan sungut </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Manusa mah beda jeung anjing budug di jarian, dimana paeh ngan saukur bilatungan, tapi manusa sajabana ti bilatungan bakal anggih jeung balitungan </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu mampu tungkul kanu jukut, ulah tanggah ka sadapan, sing awas kana tincakan </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Amit kanu mangku lembur, kanu nyungsi dinu sepi, nu keur genah tumaninah </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sanajan urang paanggang, hatemah paanjang-anjang. Sanajan urang papisah, kanu Maha Kawasa urang sumerah pasrah </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Hariring lain nu kuring, haleuang lain nu urang. Hariring kagungan Nu Maha Wening, Haleuang kagungan Nu Maha Wenang </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Jelema mah tungkul tumpuk kalalaputan, tanggah tempat kalalepatan. Samenit ganti sajam robah, sore janji isuk teu dipake </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Lain sia kudu melaan agama, tapi agama nu kudu melaan sia. Sabab agama bakal nyalametkeun urang dunya akherat </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sakur nu rek ngarugikeun kana diri, bangsa jeung nagara, cegah ku diri sorangan </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Jalma nu iman ka Pangeran, dimana datang bala sobar, datang untung sukur </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Geura leungitkeun sirik pidik nu ngancik dina ati, aral subaha nu nyayang dina dada </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ditarima ku panangan dua, disuhun dinu embun-embunan, ditampi ku ati sanubari </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Hirup kudu sauyunan, mun cai jadi saleuwi, ka darat jadi salogak. Sapapait samamanis, sabagja satanggung jawab, sareuneuh saigel </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ari nu ngaranna hukum adil teH teu ninian, teu akian, teu indungan, teu bapaan, teu sobat-sobat acan </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dimana urang doraka ka indung bapa, lir ibarat Lamun di lembur kai randu, lamun di leuweung kai dander. Dipake pangorek bingkeng, dipake pamikul bengkung. Dipake suluh matak teu ruhai, matak beuleuweung kanu niupna </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dina sawatara isuk, dina sawatara wanci haneut moyan, dina sawatara poe anu keur dilakonan, dina sawatara harepan, dina sawatara impian, mugi aya dina cageur jeung bageurna, panceg jeung ajegna, hirup jeung huripna, waluya balarea, prung tandang makalangan marengan caang jalan pasampangan </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Peun we ah papait ka tukang, kaseudih anu kamari, tunggara anu mangkukna, rek dipendem ameh balem, disimpen cing rikip, ditunda, diecagkeun, moal di teang, moal di ingeut, geus wayahna nyampeur kabagja, geus wayahna ninggali kahareup, ajeug nangtungan hirup, ngabageakeun anjeun anu aya, anjeun anu nyanghareup, anjeun anu aya sajeroning rasa </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Panon poe geus moncorong, indung beurang geus nyaangan, gearkeun hate anu aleum, heabkeun rasa anu tiis, bray hibar cahyana ka sakuliah alam dunya, mawa bagja keur urang sararea </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Pajajaran kari ngaran, Pangrango geus narikolot, Mandalawangi ngaleungit, Nya dayeuh geus jadi leuweung. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Lamun neda kudu ka Pangeran, mustang ngeumbing mung ka Gusti. Sabab lamun menta ka manusa, matak bosen nganti-nganti </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Amit ampun nya paralun, ka Gusti Nu Maha Agung, ka Nabi anu linuhung, Muhammad anu jinunjung </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kaluhur neda papayung, papayung Nu Maha Agung, kahandap neda pangraksa, pangraksa Maha Kawasa </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ampun ka anu Maha Agung, Nu kagungan Kun fayakun, Jleg ngadeg sakur kersa-Na, Bral gumelar kawasa-Na </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Lain rek mamatahan nerekel ka monyet, mamatahan ngojay ka soang. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Geura menta hampura kanu jadi bapa, geura menta ampun kanu jadi indung, sabab duanana pangeran urang di alam dunya. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sabar teh lain Ditampiling cicing, ditajong morongkol, digebug murungkut. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sagolek pangkek, sacangred pageuh, teu unggut kalinduan, teu geudag kaanginan. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Meredih kana asihna Gusti, menta kana murahna nu Kawasa. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Jeung dulur mah Jauh silih tepungan, anggang silih teangan, gering silih ubaran, paeh silih lasanan, salah silih benerkeun, poekeun silih caangan, mun poho silih bejaan. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dedeg sampe, rupa hade, patut teu nganjuk, rupa teu menta, na kalakuan teu beda ti euwah-euwah? </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Bisi aya elmu kasungkur-sungkur, pangabisa nu can ka talaah, ajian nu kasingkir-singkir, geura taluktik ti kiwari, geura kotektak ti ayeuna. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah jalir janji lanca-linci luncat mulang udar tina tali gadang </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Zaman kiwari mah Anu dakwah kari pertentangna, anu ngaji kari hariringna, tapi kajahatanmah beuki meuweuh </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dimana-manahurung nangtung siang leumpang, caang jalan, lugina hate, kakait ati anu sajati, gagantar rasa anu sampurna, nun gusti .. teupangkeun kuring jeung manehna, meureun aya rasa, rasa bagja anu sampurna salamina </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kateter basa, kalangsu mangsa, katinggaleun poe, nyasab dina waktu, ayeuna, isuk jeung kamari, hiji niat na diri, miharep, ngapimilik anu sajati </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu paheuyeuk- heuyeuk leungeun paantay-antay tangan </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Neangan luang tipapada urang </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah nyaliksik ku buuk leutik </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah lunca linci luncat mulang udar tina tali gadang, omat ulah lali tina purwadaksina </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah pagiri- giri calik, pagirang- girang tampian </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Bengkung ngariung bongkok ngaronyok </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nyaur kudu diukur nyabda kudu di unggang </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Hirup di alam dunya sembaheun anging Gusti nu kagungan urang sadaya, nu ngajadikeun bumi, langit, sawarga, naraka jeung sagala eusina </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Hate nu Kalingkung ku wawangunan, kalingker ku papageran. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Miindung ka waktu, mibapa ka zaman </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Niti wanci nu mustari, ninggal mangsa nu sampurna, kahirupan di dunya taya lian keur taqwa. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Bagja dimana boga sobat medok, istri denok, sawah ledok. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nu geulis jadi werejit, nu lanjang jadi baruang. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nyukcruk galur nu kapungkur, mapay laratan anu baheula, nitih wanci nu kamari, ninggang mangsa nu sampurna. Sanajan urang beda tapi sarua, sanajan teu ngahiji tapi sa ati, milari ridho gusti nu Sajati. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Tunggul tong dirurud, catang tong dirumpak, hirup katungkul ku umur, paeh teu nyaho dimangsa. Sing inget kana purwadaksi, purwa wiwitan, daksi wekasan. Hartina sing apal kana diri, asal timana?, cicing dimana? Balik kamana? </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Urang teh bakal pinanggih jeung poe akhir, nu ngandung harti poe pamungkas, raga ditinggalkeun nyawa, maot pingaraneunana. Bakal digiring kurung keur kuring, bakal dibulen saeneng-eneng, bakal ngagebleg deui jeung mantena. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Hirup katungkul ku umur, paeh teu apal dimangsa, numatak rinik-rinik kulit harti, cicing harti ngawincik diri, mun nyaah kana raga sing nyaho kana dasar agama. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Positip x posotip= positip. Negative x negative= positip. Positip x negative=negative. Nu bener dibenerkeun eta bener, nu salah disalahkeun eta bener. Nu bener disalahkeun eta salah, nu salah dibenerkeun eta salah. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ratu tara ngahukum, raja tara nyiksa, melak cabe jadi cabe, melak bonteng jadi bonteng, melak hade jadi hade, melak goreng jadi goreng. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah taluk pedah jauh, tong hoream pedah anggang, tong cicing pedah tebih jauh kudu dijugjug, anggang kudu diteang, tebih kudu di sungsi </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Alam nirwana, alam asal, poe panjang, Nagara tunjung sampurna, nu baheula ka alaman, ngan kahalangan ku poho, sabab poe kamari lain poe ayeuna. (Akherat) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Wayang nyaeta gambaran kahirupan manusa Nu dipipindingingan ku silip sindir, dihalangan ku siloka sareng sasmita, kalayan dirimbunan ku gunung simbul. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Geus loba pangarti nu kapimilik, pangabisa nu geus kapibanda, elmu nu geus katimu. kari diamalkeun </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Mipit amit, ngala menta, nyukcruk walungan, mapay wahangan, nete taraje, nincak hamalan, ipis lapis, kandel tapel. (malapah gedang) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sing waspada jeung permana tinggal. (Waspada) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Inditna ulah ngagidig, nyokotna ulah ngaleos, mawana ulah ngalengkah. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Meredih tina ati, menta tina manah. Menekung kanu Maha Agung, muja brata kanu Maha Kawasa </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Pasti teu bisa dipungkir, kadar teu bisa di singlar, papasten nu tumibar. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sing bisa nilik kana diri, bisa ngukur kana kujur. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Elmu teh bakal ngancik tinu nyaring, bakal cicing dinu eling </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Alam nirwana, alam asal, poe panjang, Nagara tunjung sampurna, nu baheula ka alaman, ngan kahalangan ku poho, sabab poe kamari lain poe ayeuna. (Akherat) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Wayang nyaeta gambaran kahirupan manusa Nu dipipindingingan ku silip sindir, dihalangan ku siloka sareng sasmita, kalayan dirimbunan ku gunung simbul. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Geus loba pangarti nu kapimilik, pangabisa nu geus kapibanda, elmu nu geus katimu. kari diamalkeun </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Mipit amit, ngala menta, nyukcruk walungan, mapay wahangan, nete taraje, nincak hamalan, ipis lapis, kandel tapel. (malapah gedang) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sing waspada jeung permana tinggal. (Waspada) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Inditna ulah ngagidig, nyokotna ulah ngaleos, mawana ulah ngalengkah. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Meredih tina ati, menta tina manah. Menekung kanu Maha Agung, muja brata kanu Maha Kawasa </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Pasti teu bisa dipungkir, kadar teu bisa di singlar, papasten nu tumibar. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sing bisa nilik kana diri, bisa ngukur kana kujur. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Elmu teh bakal ngancik tinu nyaring, bakal cicing dinu eling </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kalayan hapunten bilih kirang tata kirang titi duduga peryoga cologog sareng sajabina. Maklum ciri sabumi cara sadesa, bilih aya cara nukacandak ti desa nu kabantun ti kampung nukajingjing ti patepitan, bilih teu sapuk sareng mamanahan. Punten nu kasuhun. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Jeng dulur mah tong nepikeun tileletik silih ala pati, tilelemet getreng, tilelembut silih ala umur, tibubudak silih ala nyawa. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah nuduh kanu jauh, ulah nyawang kanu anggang, nu caket geura raketan nu dekeut geura deueusan. Moal jauh tina wujud moal anggang tina awak, aya naon jeung aya saha? Tina diri sorangan, cirina satangtung diri. Pek geura panggihan silaturahmi teh jeung diri sorangan, ulah waka nyaksian batur, saksian heula diri sorangan kusorangan weh. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sing diajar nulung kanu butuh, nalang kanu susah, ngahudangkeun kanu sare, ngajait kanu titeuleum, nyaangan kanu poekeun., mere kanu daek, nganteurkeu kanu sieun </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Saban-saban robah mangsa ganti wanci ilang bulan kurunyung taun, sok mineng kabandungan manusa sanajan ngalamun salaput umur kahayang patema-tema kareup hanteu reureuh-reureuh, dageuning anu bakal karasamah anging kadar ti pangeran, manusa kadar rencana, Kabul aya tinu maha agung, laksana aya tinu maha kawasa. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Beurat nyuhun beurat nanggung beurat narimakeunnana. (Kecap nuhun) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nyumput buni tinu caang, negrak bari teu katembong. (Tawadhu) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Tong Kabobodo tenjo, kasemaran tingali. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Najan Buuk hideung jadi bodas, dada antel kana bumi, buluan belut, jangjangan oray. moal waka wangsul saacan kenging ridho Gusti. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Indung anu ngandung bapa nu ngayuga, indung ngandung salapan bulan melendung, tapi indung henteu pundung sabab taqdir tinu maha Agung. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ngeduk cikur kedah mihatur nyokel jahe kedah micarek (Trust – ngak boleh korupsi, maling, nilep, dlsb… kalo mo ngambil sesuatu harus seijin yg punya). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Sacangreud pageuh sagolek pangkek (Commitment, menepati janji & consitent). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah lunca linci luncat mulang udar tina tali gadang, omat ulah lali tina purwadaksina (integrity harus mengikuti etika yang ada) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nyaur kudu diukur nyabda kudu di unggang (communication skill, berbicara harus tepat, jelas, bermakna.. tidak asbun). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu hade gogod hade tagog (Appearance harus dijaga agar punya performance yg okeh dan harus consitent dengan perilakunya –> John Robert Power melakukan training ini mereka punya Personality Training, dlsb). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu silih asih, silih asah jeung silih asuh (harus saling mencintai, memberi nasihat dan mengayomi). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Pondok jodo panjang baraya (siapapun walopun jodo kita tetap persaudaraan harus tetap dijaga). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah ngaliarkeun taleus ateul (jangan menyebarkan isu hoax, memfitnah, dlsb). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Bengkung ngariung bongok ngaronyok (team works & solidarity dalam hal menghadapi kesulitan/ problems/ masalah harus di solve bersama). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Lain palid ku cikiih lain datang ku cileuncang (Vision, Mission, Goal, Directions, dlsb… kudu ada tujuan yg jelas sebelum melangkah) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Bobot pangayun timbang taraju (Logic, semua yang dilakukan harus penuh pertimbangan fairness, logic, common sense, dlsb) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu nepi memeh indit (Planning & Simulation… harus tiba sebelum berangkat, make sure semuanya di prepare dulu). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Taraje nangeuh dulang pinande (setiap tugas harus dilaksanakan dengan baik dan benar). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah pagiri- giri calik, pagirang- girang tampian (jangan berebut kekuasaan). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah ngukur baju sasereg awak (Objektivitas, jangan melihat dari hanya kaca mata sendiri). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah nyaliksik ku buuk leutik (jangan memperalat yang lemah/ rakyat jelata) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah keok memeh dipacok (Ksatria, jangan mundur sebelum berupaya keras). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu bisa kabulu kabale (Gawul, kemana aja bisa menyesuaikan diri). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Mun teu ngopek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih (Ngulik, Ngoprek, segalanya harus pakai akal dan harus terus di ulik, di teliti, kalo sudah diteliti dan dijadikan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Cai karacak ninggang batu laun laun jadi dekok (Persistent, keukeuh, semangat pantang mundur). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Neangan luang tipapada urang (Belajar mencari pengetahuan dari pengalaman orang lain). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nu lain kudu dilainkeun nu enya kudu dienyakeun (speak the truth nothing but the truth). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Kudu paheuyeuk- heuyeuk leungeun paantay-antay tangan (saling bekerjasama membangun kemitraan yang kuat). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ulah taluk pedah jauh tong hoream pedah anggang jauh kudu dijugjug anggang kudu diteang (maju terus pantang mundur). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Ka cai jadi saleuwi kadarat jadi salogak (Kompak/ team work). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Mulih kajati mulang kaasal (semuanya berasal dari Yang Maha Kuasa yang maha murbeng alam, semua orang akan kembali keasalnya). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Dihin pinasti anyar pinanggih (semua kejadian telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa yang selalu menjaga hukum-hukumnya). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Melak cabe jadi cabe melak bonteng jadi bonteng, melak hade jadi hade melak goreng jadi goreng (Hukum Yang Maha Kuasa adalah selalu menjaga hukum-2nya, apa yang ditanam itulah yang dituai, kalau kita menanam kebaikan walaupun sekecil elektron tetep akan dibalas kebaikan pula, kalau kita menanam keburukan maka keburukan pula yg didapat…. kira-2 apa yang sudah kita tanam selama ini sampai-2 Indonesia nyungseb seeeeeb )? ) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Manuk hiber ku jangjangna jalma hirup ku akalna (Gunakan akal dalam melangkah, buat apa Yang Maha Kuasa menciptakan akal kalau tidak digunakan sebagai mestinya). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Nimu luang tina burang (semua kejadian pasti ada hikmah/ manfaatnya apabila kita bisa menyikapinya dengan cara yang positive). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Omat urang kudu bisa ngaji diri (kita harus bisa mengkaji diri sendiri jangan suka menyalahkan orang lain) </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Urang kudu jadi ajug ulah jadi lilin (Jangan sampai kita terbakar oleh ucapan kita, misalnya kita memberikan nasihat yagn baik kepada orang lain tapi dalam kenyataan sehari- hari kita terbakar oleh nasihat-2 yang kita berikan kepada yang lain tsb, seperti layaknya lilin yang memberikan penerangan tapi ikut terbakar abis bersama api yang dihasilkan).dlsb. </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Gunung teu meunang di lebur, sagara teu meunang di ruksak, buyut teu meunang di rempak (Sustainable Development ~ Gunung tidak boleh dihancurkan, laut tidak boleh dirusak dan sejarah tidak boleh dilupakan… harus serasi dengan alam.). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Tatangkalan dileuweung teh kudu di pupusti (Pepohonan di hutan ituh harus di hormati, harus dibedakan istilah dipupusti (dihormati) dengan dipigusti (di Tuhankan) banyak yang salah arti disini). </li>
<li style="list-style-type: circle; margin: 0px; padding: 0px 0px 5px;">Leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak (hutan harus dijaga, sumber air harus dimaintain kalo tidak maka manusia akan sengsara).</li>
</ul>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;">Bilih aya basa atanapi kata anu teu kahartos tiasa dibuka </span><b style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;"><a href="http://www.aswanblog.com/2015/01/kamus-besar-bahasa-sunda-terlengkap-dan.html" style="color: #007acc; margin: 0px; padding: 0px; text-decoration-line: none;">kamus besar basa sunda</a></b><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;">lajeng pilari kata anu dipimaksad.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13.5px;">Sumber : </span><span style="color: #333333; font-family: Arial, helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: 13.5px;">http://www.aswanblog.com/2013/02/papatah-kolot-baheula-pebruari-2013.html</span></span></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-43921648977471824122018-01-17T10:32:00.001+07:002018-01-17T10:32:25.652+07:00Kecap Panganteur<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans="">Bahasa daerah Bandung sebagai salah satu daerah tatar Priangan adalah Basa Sunda (Bahasa Sunda). Parahyangan atau Priangan (Bahasa Belanda: Preanger) adalah daerah kebudayaan Sunda di Jawa Barat yang luasnya mencakup wilayah Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Pada kesempatan ini kita akan sama-sama belajar Seri Pelajaran Bahasa Sunda bagian 1 yakni tentang " kecap panganteur " (kata pengantar) yakni kata tambahan yang tidak mengandung arti namun berguna intuk memantapkan sebuah pembicaraan baik pengantar keadaan/ kata sifat maupun pengantar kata kerja. Contoh penerapan kecap panganteur silakan perhatikan kalimat di bawah ini: "Barang nepi ka sisi susukan <i>jrut</i> manehna turun " (terjemahan dalam Bahasa Indonesia: begitu sampai di pinggir sungai, "<i>jrut</i>" ia turun). <i>"jrut" </i>pada kalimat di atas tidak mengandung arti apapun, hanya penegasan dari kata kerja "turun", kecap panganteur "turun" adalah <i>"jrut"....jrut</i> turun. Masing-masing kecap panganteur sudah baku, misal untuk kata lari atau dalam bahasa Sunda "lumpat", kecap panganteur nya adalah<i> "berebet "</i> yakni berebet lumpat, tidaklah umum bila mengatakan: " berebet hitut ". hehe... Berikut diantaranya beberapa " kecap panganteur "(kata yang ditulis miring) : </span><br />
<a name='more'></a><br />
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans=""><br /></span>
<br />
<div style="text-align: left;">
</div>
<ul>
<li><i>am</i> dahar </li>
<li><i>barakatak</i> seuri </li>
<li><i>bek</i> dahar </li>
<li><i>berebet</i> lumpat </li>
<li><i>berewek</i> soek/ soeh </li>
<li><i>biur</i> ngapung </li>
<li><i>blak</i> nangkarak </li>
<li><i>blok</i> bahe </li>
<li><i>blug</i> labuh </li>
<li><i>bluk</i> nangkuban </li>
<li><i>bray</i> beunta </li>
<li><i>bray</i> beurang </li>
<li><i>bray</i> caang </li>
<li><i>bray</i> muka </li>
<li><i>breg</i> hujan </li>
<li><i>brus</i> mandi </li>
<li><i>bus</i> asup </li>
<li><i>burusut</i> ngising </li>
<li><i>cat</i> unggah </li>
<li><i>celengkeung</i> ngomong/nyarita </li>
<li><i>celengok</i> nyium </li>
<li><i>cep</i> tiis </li>
<li><i>cer</i> kiir </li>
<li><i>ceuleukeuteuk</i> seuri </li>
<li><i>cikikik</i> seuri </li>
<li><i>cleng</i> ngacleng </li>
<li><i>clik</i> murag (barang anu leutik) </li>
<li><i>cong</i> nyembah </li>
<li><i>crot</i> nyiduh </li>
<li><i>deker</i> dahar </li>
<li><i>dug</i> sare </li>
<li><i>gampleng</i> nampiling </li>
<li><i>gantawang</i> nyarekan </li>
<li><i>gap</i> nyagap </li>
<li><i>gaplok</i> nyabok </li>
<li><i>gedig</i> indit </li>
<li><i>gek</i> diuk </li>
<li><i>geleber</i> hiber </li>
<li><i>geleser</i> maju </li>
<li><i>gewewek</i> ngegel </li>
<li><i>gok</i> paamprok </li>
<li><i>goledag</i> ngedeng </li>
<li><i>hing</i> ceurik </li>
<li><i>jedak</i> diadu </li>
<li><i>jeduk</i> tidagor </li>
<li><i>jep</i> jempe </li>
<li><i>jep</i> jempling</li>
<li><i> jleng </i>luncat </li>
<li><i>jol</i> (torojol) datang </li>
<li><i>jrut</i> turun </li>
<li><i>jung</i> nangtung </li>
<li><i>kecewer</i> kiih </li>
<li><i>kerewek</i> nyekel </li>
<li><i>kop</i> nyokot </li>
<li><i>kuniang</i> hudang </li>
<li><i>l</i><span style="background-color: whitesmoke; color: #404040; font-family: "open sans"; font-size: 14px;"><i>ar</i> ngaliwat </span></li>
<li><i>lat</i> poho </li>
<li><i>leguk</i> nginum </li>
<li><i>lek</i> neureuy </li>
<li><i>leos</i> indit </li>
<li><i>lep</i> teuleum </li>
<li><i>les</i> leungit </li>
<li><i>luk</i> tungkul </li>
<li><i>nging</i> (ngeng) ceurik </li>
<li><i>nyah</i> beunta </li>
<li><i>nyeh</i> imut </li>
<li><i>nyel</i> ambek </li>
<li><i>nyot</i> udud </li>
<li><i>orolo</i> utah </li>
<li><i>paralak</i> hujan </li>
<li><i>pelenyun</i> udud </li>
<li><i>pes</i> pareum </li>
<li><i>pluk</i> murag </li>
<li><i>pok</i> ngomong </li>
<li><i>pudigdig</i> ambek </li>
<li><i>rap</i> dibaju </li>
<li><i>reg</i> eureun </li>
<li><i>regot (rot)</i> nginum </li>
<li><i>rengkenek</i> ngigel </li>
<li><i>rep</i> jempe/tiis </li>
<li><i>reup</i> peureum </li>
<li><i>reup</i> poek </li>
<li><i>reup</i> sare </li>
<li><i>sebrut</i> narajang </li>
<li><i>sedut / dut</i> hitut s</li>
<li><i>segruk</i> ceurik </li>
<li><i>sirinting / sirintil</i> nyampeurkeun </li>
<li><i>terekel</i> naek </li>
<li><i>tret</i> nulis </li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans=""><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans="">Demikian beberapa " kecap panganteur " yang ada dalam Basa Sunda (Bahasa Sunda). Semoga bermanfaat dalam ngamumule basa jeung budaya sunda (menjunjung tinggi dan melestarikan Bahasa dan Budaya Sunda).</span></div>
<br 0px="" 14px="" border-box="" color:="" font-family:="" font-size:="" margin:="" padding:="" pen="" quot="" sans="" />
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans="">Sumber: </span><a 0.25s="" 0px="" 14px="" all="" baseline="" border-box="" box-sizing:="" color:="" font-family:="" font-size:="" font-stretch:="" font-variant-east-asian:="" font-variant-numeric:="" href="http://www.bandungtimur.net/2011/05/Seri-Pelajaran-Bahasa-Sunda-Bagian-1-Sundanese-Language-Lesson-part-1-Kecap-Panganteur.html" inherit="" line-height:="" margin:="" none="" outline:="" padding:="" pen="" quot="" sans="" text-decoration-line:="" transition:="" vertical-align:="">http://www.bandungtimur.net/2011/05/Seri-Pelajaran-Bahasa-Sunda-Bagian-1-Sundanese-Language-Lesson-part-1-Kecap-Panganteur.html</a><br />
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-83702544444413608972018-01-17T10:16:00.001+07:002018-01-17T10:17:04.673+07:00Ngaran Patempatan Basa Sunda<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: left;">
<span 14px="" font-size:="" pen="" quot="" sans="">Untuk suatu nama patempatan di masyarakat Sunda khususnya di Bandung dan sekitarnya, yakni Cimahi, Sumedang dan orang suku sunda lainnya, ada beberapa nama khusus, yakni diantaranya : </span></div>
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans=""><br /></span>
<br />
<div style="text-align: left;">
</div>
<ul>
<li>Alun-alun = tanah lapang (hareupeun kacamatan, kabupaten, jsb) </li>
<li>Babakan = lembur anyar; </li>
<li>ngababakan = nyieun lembur anyar </li>
<li>Babantar = bagian walungan anu leah sarta deet. <a name='more'></a></li>
<li>Bobojong = jojontor tanah anu nyodor ka cai (biasana di sisi walungan). </li>
<li>Bubulak = sarupa tegalan, tanah nu pinuh ku jukut nu aya di lamping gunung atawa di pasir </li>
<li>Dungus = ruyuk, rungkun, gundukan tatangkalan laleutik nu rada remet (di leuweung) </li>
<li>Huma = tanah darat (biasana di leuweung) nu dipelakan pare tur tara dikocoran cai. </li>
<li>Jungkrang / jurang = legok anu jero sarta sisi-sisina gurawes. </li>
<li>Karees = sisi walungan nu rea keusikan (mun di sisi laut, basisir). </li>
<li>Kebon = tanah darat nu dipelakan rupa-rupa pepelakan. </li>
<li>Lamping = bagian gunung atawa pasir antara puncak jeung tutugan. </li>
<li>Legon = bagian basisir anu legok ka darat, sarupa teluk ngan leuwih leutik. </li>
<li>Lembur = kampung, tempat padumukan jelema nu rea imah. </li>
<li>Leuwi = bagian walungan anu jero sarta biasana lega (rubak). </li>
<li>Monggor/ momonggor = sarupa pasir ngan leuwih handap tur leuwih leutik. </li>
<li>Muhara/muara = tungtung walungan di hilir, tempat patepungna walungan jeung laut atawa walungan leutik jeung walungan gede. </li>
<li>Mumunggar/ geger = bagian gunung pangluhurna (tonggong gunung). </li>
<li>Pasir = gunung leutik sarta handap. </li>
<li>Reuma = tanah darat urut huma </li>
<li>Rorah = cai ngocor, sarupa susukan, ayana di leuweung. </li>
<li>Sabang = darat nu dihapit ku dua walungan. </li>
<li>Sampalan = tegal di tengah leuweung tempat nyatuan sato jarah. </li>
<li>Situ = sarupa balong ngan leuwih gede, leuwih lega, (biasana walungan anu dibendung sok ngajanggelek jadi situng). </li>
<li>Somang = jurang gurawes sarta jero. </li>
<li>Tanjung = jojontor, tanah anu nyodor ka laut. </li>
<li>Tarikolot = tempat urut lembur; </li>
<li>lembur narikolot = lembur nu tadinya gegek imahna jadi corengcang, nu tadina haneuteun jadi tiiseun). </li>
<li>Tegalan = tanah lega tur rata nu sabagian gede pinuh ku jukut wungkul. </li>
<li>Teluk =bagian basisir anu ngelok ka darat (sabalikna tina tanjung). </li>
<li>Tepiswiring = sesebutan sejen keur pasisian atawa pilemburan. </li>
<li>Tetelar = tanah datar di tengah sawah anu henteu kahontal ku cai, sok dipake pangangonan. </li>
<li>Tutugan gunung = bagian gunung beulah handap (suku gunung) </li>
<li>Wahangan = walungan, cai gede nu ngocor ti girang ka muara; nu leuwih gede disebutna bangawan. </li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: left;">
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans=""><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans="">Tah eta di luhur teh sababaraha nu disebut " Ngaran-ngaran Patempatan " anu aya dina Basa Sunda (Itulah di atas tadi beberapa nama tempat yang ada dalam Bahasa Sunda). Banyak yang mengaku orang sunda tapi tidak mengerti nama suatu tempat dan bagaimana asal mula terjadinya penamaan suatu tempat tersebut, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat, janten mangpaat dina raraga ngamumule basa jeung budaya sunda (menjunjung tinggi Bahasa dan Budaya Sunda).</span><br />
<br 0px="" 14px="" border-box="" color:="" font-family:="" font-size:="" margin:="" padding:="" pen="" quot="" sans="" />
<span 14px="" font-family:="" font-size:="" pen="" quot="" sans="">Sumber: </span><a href="http://www.bandungtimur.net/2017/08/seri-pelajaran-bahasa-sunda-bagian-9-ngaran-patempatan.html" style="background-color: whitesmoke; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #303030; font-family: "Open Sans"; font-size: 14px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration-line: none; transition: all 0.25s; vertical-align: baseline;">http://www.bandungtimur.net/2017/08/seri-pelajaran-bahasa-sunda-bagian-9-ngaran-patempatan.html</a><br />
<span style="background-color: whitesmoke; color: #404040; font-family: "open sans"; font-size: 14px;">Artikel ini berasal dari bandungtimur.net. Terima kasih telah mencantumkan sumber artikel ini</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-7642410082908688762018-01-17T10:08:00.000+07:002018-01-17T10:10:49.957+07:00Biantara Nyerenkeun Calon Panganten Pameget<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">Alhamdulillaahil ladzi arsala rasuulahu bil huda, wadinil haq, liyudh hirahuu 'alladiini kullihii wakafaa billahii syahiidaa. Asyhadu allaa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariikalah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warasuluhuu laa nabiya ba'dah. </span></span></div>
<span style="border: 0px; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span>
<br />
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; color: #333333; font-family: Lato, Arial; font-size: 14px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Allahumma shalli wasallim wabarik 'alaa sayyidina muhammad, wa 'alaa aalihi wa ash haa bihii wa manit taqaa. Amma ba'du.</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">Diawitan ku basmalah, nu jadi sekar pangiring catur, sangkan jadi panghias rasa, tur jadi santun ing kalbu. Tarate hate malati ati, sangkan jadi pangemat aworna omel jeung amal. Dituturkeun ku hamdalah, kalimah panundung rambu ing takabur, nu ngahunyud dina kalbu, nu sok jadi panghalang, jorelatna teja Al Qur-an kana manah, ngaheumpikkan tembusna cahaya kudus kana kalbu, sangkan ulah aya rasa riya, sum’ah jeung takabur, nu sok pasolengkrah jeroeun dada. Dipirig ku kalimah kalih, syahadat dua lir sumpah, jangji moal lanca-linci, luncat mulang udar tina tali gadang, mo rek ngijing sila, bengkok sembah, rek khusyu sumujud, tuhu nuturkeun galur ti Rasul.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;"></span><br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></span></div>
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit;"></span></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit;"><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">Ibu-bapa, hadirin sadaya, sepuh anom jaler istri rahimakumullah.</span></span></span></div>
<span style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;"><span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit;">
</span><span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-style: inherit; font-weight: inherit;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">Saba'da bubuka nembe, mitembeyan, minangka pangjajap saur, widian sim kuring medar pamaksadan, sok sanaos teu patos tebih, ti palih wetan, ti.....(tempat panganten pameget) ka dieu.......(tempat panganten istri ), saur basa pujangga mah, jauh dijugjug anggang diteang, ngaleut ngeungkeuy ngabandaleut, matak reuwas nu kasumpingan, sim kuring, minangka nangtung sambung laku, letah sambung carita, ti kulawarga Bapa ...........(Ramana Panganten Pameget), sarimbit, anu maksadna taya sanes :</span></div>
</span></span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">Kahiji</b><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">, seja nganuhunkeun ka pribumi, wireh ditampi ku tata titi anu raspati, panyambatna nu bear marahmay, someah hade ka semah, matak luginakana manah, nawiskeun, yen pribumi kalebet jalmi linuhung budi, anu resepngamulyakeun tatamu, hatur nuhun ...., mugia bae kasaeanana ieu dibales kuAllah Nu Rahman Rahim.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">Kaduana</b><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">, seja nyanggakeun silaturahmi nu langkung jembar, minangka panyambung tina silaturahmi nu kantos dilaksanakeun waktos kapengker,antawis kulawarga ............(Ramana Panganten Pameget ) sareng kulawarga...........(Ramana Panganten Istri) didieu, mugia bae beungkeutansilaturahmi antawis rombongan calon panganten pameget, sareng kulawargacalon panganten istri saparakanca ieu, tiasa ngajantenkeun pirang-pirangkasaean.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">Katiluna</b><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">, seja nyambung saur kapungkur, anu kantos pasini, antawis kulawarga .........(Ramana Panganten Pameget), sareng kulawarga .............(RamanaPanganten Istri) didieu, wireh pun dulur, Saderek .............(PangantenPameget), putra lalaki, cikalna, ti kulawarga Bapa ...............(RamanaPanganten Pameget), sarimbit, kantos nyimpen carios sareng tuang putra Neng .........(Panganten Istri), upami teu aya cegahing Allah Nu Murbeng Alam, kalayan didadasaran ku itikad, anu clik putih clak herang, seja tatahar, ngajak sasarengan rumah tangga sareng tuang putra. Mun kapungkur, lamunan teh ngan ukur angen-angen wungkul, kamari nu masih keneh janten beubeureuh maneuh, bebene pamepes hate, kiwari, dina dinten Ahad ieu, aya kahoyong ti saderek Bambang ieu, manawi aya kaweningan galih ti tuang putra, sareng ti sepuhna tangtosna oge, hoyong ka palupuh nangtung saurna teh, hoyong kapimilik, malah dipaparah, diangen-angen, sangkan tiasa kauntun tipung katambang beas, laksanana kapiduriat.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">Kaopatna</b><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">, wireh kawengku ku hukum katalian ku adat kabiasaan, yen sahna rumah tangga, upami aya kaweningan galih, ka iklhasan manah, ti wali calon panganten istri, anu mangrupi "ijabna" ditema ku panganten pameget minangka "qabulna", ayeuna, mangga, kasanggakeun pamegetna, getihna satetes, rambutna salambar, ambekanana sadami, kabodoanana, kala’ipanana sareng katalingeuhanana, siangna, wengina, mangga, nyanggakeun, sarta pangjajap pidu'ana, malah mandar, rumah tangga para putra urang jaga, aya dina ginanjar kawilujengan, janten wangunan rumah tangga anu sakinah, rumah tangga anu mawaddah warahmah, sangkan tiasa janten wangunan rumah tangga anu baldatun thayyibatun warabbun ghafur.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">Kalimana</b><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">, sok sanaos kalintang isin ajrihna, margi tebih ti utami tea, kituge sanes bade ngaluli-luli, nanging rumaos, tuna tina kagaduh, estu tamba ngalongkewang wungkul, sapulukaneun pangjajap itikad, pangjurung maksud ti pun dulur, saderek .............(Panganten Pameget), beas sacanggeum, encit sacewir, artos satoros teh, sanes mung ukur babasaan wungkul, estuning saujratna, nanging panuhun, ulah ditingal jumlahna, margi tangtos, matak ngisinkeunana, pamugi anu kasuhun, kersa nampi cacandakan saderek ...........(Panganten Pameget) ieu. Kagenepna, hapunten anu kasuhun, upami ieu pamaksadan miwah kadongkapan sim kuring saparakanca ieu, tebih tina harepan pribumi, oge tina sugrining kalepatan sareng kakiranganana, utamina bilih aya saur bahe carek, catur nu teu kaukur, carita anu teu karasa, eta sadaya sanes perkara anu dihaja, estuning tina kakirang sim kuring wungkul.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">Pamungkas</b><span style="font-size: inherit; font-style: inherit; font-variant-caps: inherit; font-variant-ligatures: inherit; font-weight: inherit;">, sim kuring neneda ka Allah SWT, mugia anu bade ditikahkeun ieu,sing runtut raut, lulus banglus, apanjang-apunjung, parek rijkina, adohbalaina, jatnika salalamina, dina enggoning laki rabina. Deudeul du'a ti awal bae, geulis, kasep : "Barakallahu laka wabaraka alaika, wa jama'a baina kuma fii khair" Yaa Allah Yaa Rabbanaa, mugi Gusti maparin barakah ka anu bade ditikahkeun ieu, sareng mugi Gusti ngahijikeun ka anu bade ditikahkeun dina kasaean. Amin Yaa Allah Yaa Rabbal 'alamiin, Yaa Mujibas saa 'iliin.</span></span></div>
<span style="border: 0px; color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; background-color: white; border: 0px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="-webkit-font-smoothing: antialiased; border: 0px; color: #333333; font-family: inherit; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify; text-rendering: optimizeLegibility; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: inherit; font-stretch: inherit; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Wasallamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.</span></div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-19608626088939556352018-01-17T09:59:00.001+07:002018-01-17T09:59:22.908+07:00Pidato Seserahan Basa Sunda<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: center;">
<b>PIDATO NYERENKEUN PANGANTEN </b></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Asalamualaikum Warohmatulohi Wabarokatuh Bismillah Alhamdulillah Asolatu Wa salamu Ala Rosulillah Wa ala alihi wasoh bihi wama walah Wa Lahaula wa lakuwata ila bilah. Ama ba’du </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin rohimakumulloh </b></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Sadaya puja sareng puji syukur nu utama saleresna eta kagungan gusti Alloh nu murbeng alam, rohmat miwah kawilujengan mugi tetep ngocor ka jungjunan urang sadaya Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W. ka kulawargina ka para sahabatna sareng kasadaya umatna nu tumut kana sunahna tigin kana ajaranan dugi ka akhir Zaman. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Kanca Mitra miwah Sepuh-sepuh anu mulya </b></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Simkuring sakulawarga miwah pun dulur sadaya tumorojog tanpa larapan nyanggakeun wilujeng tepang, tipayun manuhun seja nyambat nyebat ma’af, cukup lumur jembar hampura, bilih kirang tata titi duduga peryoga. <a name='more'></a></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin rohimakumulloh</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Simkuring sakulawarga miwah pun dulur sadaya, jauh dijujugjug anggang diteang paripaos nete akar ngeumbing jangkar, kumarayap dina gawir, leueur-leueur kundang iteuk, poek-poek dadamaran, seja nyusul tepus bukur catur nu kapungkur, asil sawala ti baheula, badanten anu ti payun, badami anu kamari, kalayan kasunduk karujuk sesepuh, mupakat kadang warga. Samiuk sauyunan, saluyu sapagodos yen pun anak anu wastana………………………… sareng tuang putri anu nami………………….... anu parantos sami-sami pasini ti bihari jinis sareng jinis dilaksanakeun sangkan ngahiji lalaki rabi. Kumargi kitu danget ieu kasanggakeun jirim jinisna, anu baris janten papasangan tuang putri. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin Anu Mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Nanging Insya Alloh, sim kuring seren-sumeren teh ulang-along marga hina, indit peuting miang beurang, labuh curug ragrag jurang, katinggang pangpung dihakan maung, baliluna, wangkelangna, culangungna, nyanggakeun kana atikan urang dieu, ka kotana, ka lautna, ka gunungna, teu rumaos leungit da sanes bade dipingit. Bilih bade dipiwarang naktak mundak, nanggung sundung, ngala pangpung ka gunung mangga teh teuing. Geutih na satetes, buukna salambar, ambekana sadami, ti hareup sakiceup sieup,ti gigir sarincik manik, ti tukang saringkang wayang, ti luhur sausap rambut, ti handap sausap dampal, ti tengah-tengah kahandap sajengkal tina bujal, dina waktos ayeuna sim kuring teu ngaraos ngagaduh-gaduh deui, mangga nyanggakeun, saur paripaos rek dibeureum rek dihideung sanaos rek sina macul sapeuting teu eureun-eureun oge, mangga teh teuing. Bilih aya batu galieun, cadas tugareun da linggis mah tos sayogi. <b> </b></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Kanca Mitra miwah Sepuh-sepuh anu mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Mung Hapunten sim kuring masrahkeun teh saur pari paos: “ Daun jeungjing jeung sandawa, di gantelan daun cula. Henteu jingjing henteu bawa, datang seja kumawula.” Teu harta teu harti teu ka bisa, anggeuy-anggeuy mawa seureuh, cunduk ukur mawa curuk, sumping ngan ngajingjing cinggir, datang ukur mawa tarang, mangkaning curuk na ge curuk bengkung, cinggir nage cinggir garing, tarang nage tarang lenang, kitu ge pinuh ku kesang, manggul kulit taktak ngagagandong tulang tonggong, ngagembol nu sok ngompol. Kukituna saur pun anak salaku calon panganten pameget cumarios ka simkuring: “Sok sanaos jalan rumpil, regang cucuk saliara, kalandeuh bade ngeureuyeuh, kalamping moal teu sumping, sanaos kedah di sinjang asal nyampak anu lenjang.” Kahayang mah nurutkeun galur karuhun, mapay tapak wongatua, mung nyakitu galurna teu katuturkeun, tatana teu kanyatakeun, lintang awi koneng saleunjeur, dihapit ku muncang kembar nu ngagantung teu di tanggung, nu ngagawing teu dijingjing. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin Anu Mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Etang-etang tilam sono nyanggakeun kagegelan, ka asih sareng ka tineung, panyombo kanu bahenol, ngupahan kanu lenjang, ngupah-ngapeh nu rancunit. Nanging sih hapunten nu kasuhun da babantunan oge mung sakadarna, kukintuna ulah ditingal barangna nanging ditingal tina niatna sumangga nyanggakeun. Salajengna mangga urang sami ngadu’a mugi-mugi rumah tangga pun anak sing raweuy beuweungeun, rambay alaeun, bari genjah ku pidu’a ti para sepuhna, tiasa ngawangun rumah tangga anu sakinah, mawadah, warohmah, kalayan kenging rido ti gusti nu maha suci Alloh ilahi robbi. Birahi jadi pamatri, asmara jadi pangjaga, jadi benteng nu tohaga dina ngawangun rumah tangga, teu ingkar ti mardhotillah. Amin ya robal alamin....................... </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin Anu Mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Panungtung catur pamungkas carita, bobo sapanon carang sapakang, paralun ampun nu kasuhun, jembar hampura anu kateda. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Bilahitaufik wal hidayah wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh </b></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: center;">
<b>PIDATO NAMPI PANGANTEN</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Asalamualaikum Warohmatulohi Wabarokatuh Bismilahirohmanirohim, alhamdulillahirobil alamin, asolatu wasalamu ala sayidina muhammadin wa ala alihi wasoh bihi ajmain, Ama Ba’du. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin rohimakumulloh</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Nu utama dina munggaran cumarita lintang ti mangga urang sadaya, Muji syukur kanu agung, ngadu’a kanu kawasa, anu parantos maparinan kanikmatan sareng kabarokahan ka urang sadaya, dina danget ieu urang tiasa patepung lawung, patepang raray, riung mungpulung silaturahmi dina ieu pajemuhan. Rohmat sareng salam mugi tetep ngalir ka kanjeng Nabi jungjunan urang sadaya Nabi Muhammad S.A.W. ka kulawargina, ka para sohabatna, sareng ka umatna nu taat kana ajaranana dugi ka akhir Zaman. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Kanca Mitra miwah Sepuh-sepuh anu mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Alhamdulillah sim kuring atas nami kulawargi panganten istri ngahaturkeun sewu nuhun laksa ketikabingahan ku kasumpingannana para sepuh miwah wargi sadayana. Purwana kalayan di pitembeyan kuhatur pangbagea, jalaran puguh ditunggu-tunggu ti kapungkur, dianti-anti ti kamari kiwari sumping, hatur nuhun kasadayana. Ngahaja sim kuring ngulem tatangga nu caraketna nu tarebihna, tinu anggang datang, tinu tebih sumping, tinu jauh rawuh, mangga bae tingali sanes bae para sepuh nanging bujang-bujang garandang, mojang-mojang lalenjang, parantos sami hempak merbayaksa. Sim Kuring sapiriumpi estu asa kagunturan madu ka urugan menyan putih, bingah amarwatasuta bingahna kagiri-giri bingah tanpa wates wangena, kuningali aleutan nu ngaleut ngeungkeuy ngabandaleut ngembat-ngembat nyatang pinang, saur kidalang mah lir sela sibalakitik, lir sireum bijil tina batu. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin Anu Mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Cenah eta nyandak bedog nyandak linggis sareng sagala rupina mani angkaribung, sim kuring sakulawargi ngahaturkeun nuhun pisan. Nanging sayaktosna mah da sanes barang jingjing nu di pambrih, da etamah sakadar adat biasa talin paranti bihari, nu penting mah ati suci anu wening janglar manah ti sadayana. Sawangsulna simkuring nampi teh ukur tiasa nyalikeun, teu sasayagian naon-naon, henteu pusak-pasak, teu nguah-ngaeh, nu disayagikeun teh ukur balungbang timur, bulang-baling balungbang bala biwirna. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin rohimakumulloh</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Majar teh nyandak bedog sareng linggis, estu kukaleresan pisan. Di dieu mah mung gaduh pasir nu bulistir, leuweung leutik lebak jero, areuy kembang geusan muntang. Asep bilih hidep ngarasa hanaang, kapan aya dewegan keur ngaleueut, peueut nu matak kareueut, gula kawung amis sapasi. Mun engke ngaraos lapar ulah ringrang salempang, margi sangu koneng geus nalengtong, lalab leunca geus sadia, paisan mangga dibuka, bakakak hayam geus nembrak. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Hadirin Anu Mulya</b> </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
Sakitu nu kapihatur, bilih ngalantur loba catur tanpa bukur, bilih aya carios kirang patotos, pondok nyogok panjang nyugak, bobo sapanon carang sapakang, margi tebih tina marganing utami, tina sagala katunaan miwah kasudaan, pamugi sarebu teu janten bendu kalbu, salaksa teu rengat manah, wening galih nu dipambrih, paralun ampun anu kasuhun, jembar hampura anu kateda ti lahir dugi ka batin. </div>
<div style="background-color: white; font-family: "Times New Roman", Times, FreeSerif, serif; font-size: 14.85px; text-align: justify;">
<b>Dipungkas Bilahitaufik wal hidayah wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh</b></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-65462792134811033102018-01-17T09:57:00.000+07:002018-01-17T09:57:31.609+07:00Contoh Masrahkeun Calon Panganten Pameget #2<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Assalamualaikum, wr.wb.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Du’a………………<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Minangka pamuka pisanggem, sim kuring nyanggakeunsadaya puji ka Alloh anu Murbeng alam, anu midamel bumi langit katut pangeusina.Ku ayana widi ti Mantenna urang sadaya tiasa kumpul ngariung patepung lawung paamprok jonghok enggoning nepangkeunsareng manjangkeun silaturahmi antawis kulawargi ti Karangnunggal sarengkulawargi ti Kawali Ciamis. Mugia bae ieu pajemuhan teh aya dina ridlo sarengginulur rahmat Gusti Alloh.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Solawat sinareng salam mugia salalamina ngocor kajungjunan urang sadaya Kanjeng Nabi Muhammad SAW, oge ka parakulawargina, kaparasohabatna. Mugia aya leleberanana kanggo urang sadayana, kalayan mugiaurang sadaya kenging sapaat ti Mantenna di yaumal kiyamah. Amin.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bapa Haji Sasmita miwah Ibu, kitu deui wargi-wargi anusami-sami ngaluuhan ieu pajemuhan, hormateun sim kuring,</span></span><br />
<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="more" style="background-color: white; color: #2560aa; font-size: 14px;"></a><o:p style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px;"></o:p><br style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px;" /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sim kuring sasanggem di dieu teh minangka wawkil punlanceuk Kang Adiwiguna kalih Ceu Imas Nastiti ti Karangnunggal, kapancenankedah masrahkeun pun alo anu wastana Ginanjar Pratama anu insya Alloh moal lamideui baris didahupkeun sareng tuang putra wastana Titin Patimah.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kantenan ieu pancen teh kanggo sim kuring mah teukinten abotna. Rumaos sim kuring mah sepi ku harti tuna ku pangabisa, kawantusanes ahlina. Dupi ayeuna bet kedah janten wawakil kanggo masrahkeun calonpangnten pameget di payuneun parawargi. Rajeun soteh sumanggem di payuneunmurangkalih di kelas da eta mah parntos padamelan sadidinten. Asa rempan simkuring teh. Rempan ku dua ku tilu. Bilih ieu pancen teu kaawakan ku sim kuring.Nanging parantos dipaparin kapercantenan anu sakitu ageungna, piraku ku simkuring dimomorekeun. Nya bade lah-lahan bae ieu mah bade nyobi-nyobi etang-etang<i>lauk buruk milu mijah puritan miluendogan</i>. Jalaran kitu langkung ti payun seja neda sihapunten bilih ayacatur nu teu kaukur aya basa nu teu kareka.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bapa miwah Ibu Haji Sasmita hormateun sim kuring,Punlanceuk sadudulur dongkap ka dieu teh tangtos seja aya nu dipimaksad.Sateuacaanna neda widi tina galih anu wening, manah anu setra, margi sok sanaosparantos kagalih pamaksadanana, ayeuna ku sim kuring bade didadarkeun langkungtandes, supados tiasa kasakseni ku sadaya anu sami-sami rawuh.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Janten kieu gek-gekanana : Pun lanceuk teh gaduh budakwastana Ginanjar Pratama nuju meujeuhna belekesenteng. Upami dipapandekeun kanahayam mah nuju jajangkar. Duka kumaha ngawitanana eta pun alo teh seringngalalar ka palih dieu. Meus-meus teu aya, meus-meus teu aya ti rorompok teh geuning di Ciamis aya nu <i>dianjing cai</i>. Lami-lami rupina teh dugika wantun unggah. Tetela geuning punanak teh parantos kabandang ku mojang lanjang pancaran Kawali Ciamis, anu teuaya sanes putra kameumeut Bapa kalih Ibu Haji nya eta Neng Titin Patimahtea.Pun lanceuk teh aya bingah aya rempan. Dupi bingahna, eta geuning gaduhlalaki pun Ginanjar tea tos aya gerentes niat rarabi. Ari rarabi teh kanggourang anu ngagem<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">agama Islam mah apan janten salasawios sunah Rosul. Jalarankitu rarabi teh mangrupi bagian tina ibadah. Eta rupina kabingah anu teu kintenageungna teh. Dupi anu matak janten rempanna, bilih mojang anu dipikahoyong kupun alo teh ninggang kana sisindiran <i>lainbabad lain pacing, lain kananga kuduna</i>, lain babad lain tanding lainkadinya aduna atanapi ninggang kana paribasa <i>piit ngeundeuk-ngeundeuk pasir, jogjog neureuy buah loa, atanapicecendet mande kiara, cileuncang mande sagara, hunyur mandean gunung.</i> Margitangtosna oge parantos kauninga ieuh kulawargi pun lanceuk teh bibit-buitpilemburan, urang kampung bau lisung, rundayan bulu taneuh, tukangbebelekesekan dina leutak. Moal bade disumput-sumput da parantos nembrak ieuh,mung sakieu buktosna.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sok sanaos bari risi tur rempan, pun lanceuk tehlah-lahan ngayakeun pamarekan ka kulawargi Bapa kalih Ibu Haji di dieu. Sawiosdisebat nahap-nahapkeun maneh oge, da pamaksadan mah sae ieuh, hoyongmanjangkeun silaturahmi manawi aya bahan katampi.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Alhamdulillah geuning panampian Bapa kalih Ibu Haji didieu teh sakitu saena. Eta kasaean teh kanggo pun lanceuk mah abot nyuhun abotnanggung, abot narimakeunana, katampi ku hasta kalih kasuhun kalingga murda.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Atuh jinisna, pun Ginanjar sareng Neng Titin, parantos <i>batu turun keusik naek</i>, kitu deui sepuhna parantos nampi kalayanleah, atuh teu kinten matak bingahna.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Babadantenan parantos jinek, parantos <i>puguh bule hideungna</i>. Cindekna ayeunadongkap sapiri umpi teh seja nyambung saur nu kapungkur, mapay carita anukungsi katunda, masinikeun jangji bihari masangkeun subaya baheula, tuang putra wastana Neng Titin tea bade dipihukumku pun alo wastana Ginanjar Pratama. Ieu pamegetna ayeuna seja kasanggakeun.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Galeuhna pisanggem, sim kuring ngabantun asmana punlanceuk seja nyanggakeun pun alo wastana Ginanjar Pratama awakna sakujur, tiluhur sausap rambut ti handap sausap dampal. Rambutna salambar, getihnasatetes, ambekanana sadami, kabodoanana kaireungtalingeuhanana, kalaipana,siangna wengina, ilang along margahina, katinggang pangpung diudag maung,sanggem paripaosna, sumangga nyanggakeun.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sareng sanaos kalintang isin ajrihna, tebih tinautami, anggang tina sampurna, tambi isin ngaligincing tamba era ngalongkewang,tamba pamali teuing, aya kagegelan ti pun alo teh. Hatur lumayan encitnasacewir etang-etang kanggo ngadamel carecet, paparabotan kasar etang-etangkanggo minuhan juru dapur. Atuh katingali aya bungkusan dibuni-buni, tapi sanes inggis katiisan sanes paur kaibunan, nanging inggiskatingali eusi estu eusi sisip ku pangaji.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Paralun sanes bade ngahinakeun, ieu mah estu tawiskabingah anu clik putih clak herangmedal tina ati sanubari anu wening. Babahanan mung saaya-aya pisan, kengingladang rikrik gemi, belaan kenging ngadua-duakeun huap. Pamugi bae Bapa miwahIbu Haji di dieu henteu ningali tina jihad pangaos sareng rupina, nangingningali kana maksadna anu estu clik putih clak herang. Mangga nyanggakeunkalayan mugi ditampi kalayan kaweningan galih, manah anu setra. Sakitu anukapihatur.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tutus langkung kepang haling bobo sapanon carangsapakan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="background-color: white; color: #444444; font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bilahi taufik wal hidayah. Wassalamualaikum,wr.wb. </span></span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-26677494457476783802018-01-17T09:54:00.002+07:002018-01-17T09:57:44.475+07:00Contoh Masrahkeun Calon Panganten Pameget #1<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Assalamualaikum wr.wb.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Alhamdulillah nahmaduhu wanastainuhu wa nastafioruhuwanaudubilahi min sururi anfusina wa min saiati amalina mayahdilahu fala mudilalahwama yudlilhu fala hadiyalah. Alhamdulilahiladi ahala nikah waharomasifah,ashadu anla ilaha ilalloh wa ashadu anna muhamadan abduhu warosuluh, bismilahibinimatil iman wal islam, sodakolohul adzim.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; margin-left: 54pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Puji nu jadi mimiti mugi ngancik di Gusti Robul Ijati,kalayan mung karana kodrat mantenna urang sadaya dina waktos ieu tiasa riungmungpulung paamprok jonghok dina raraga silaturahmi, anu dipatalikeun sarengacara walimatul urus. Solawat kalih salam mugia salalamina dikocorgolontorkeunka Kanjeng Rosululloh Muhammad SAW. Oge ka parakulawargina, ka parasohabatna,ka tabiin tabiatna tug duga ka umatna muslimin muslimat. Kalayan pamugi urangsadaya kagolong kana umatna kalayan kenging safaat di yaumalkiamah. Amin.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://www.blogger.com/null" name="more" style="background-color: white; color: #2560aa; font-family: Arial, serif; font-size: 14px;"></a><o:p style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px;"></o:p></div>
<a name='more'></a><br style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px;" />
<br />
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Ti payun simkuring seja ngahaturkeun nuhun ka pangatur waktu pangjajap acara anu parantosmaparin lolongkrang ka sim kuring kanggo sumanggem dina raraga acarasilaturahmi anu dipatalikeun sareng acara nalikeun tali kaasih nyangreudkeuntali kadeudeuh antawis wanoja Karangnunggal sareng jajaka gandang Tasikmalaya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Awitan ieupisanggem sim kuring seja ngahaturkeun wilujeng tepang, pamugi tepangna ieusing janten wasilah langkung raketna tali mimitran hususna antawis kulawargiBapa Suganda ti Tasikmalaya sareng Kulawargi Bapa Sunarya ti Karangnunggal,umumna antawis urang sadaya anu sami-sami rawuh di ieu bale katresna. Amin.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Teu hilapsim kuring ngaturkeun nuhun ka parawargi anu parantos nawiskeun kaasih diri, kasadaya anu lenggah anu parantos masrahkeun katresna manah di ieu pajemuhan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Sateuacanneraskeun pisanggem, sim kuring ngabantun asmana wawakil ti rombongan seja nedasihapunten bilih sarombongan ti sim kuring salami tumorojog ka ieu tempat tebihtina tata-titi anggang tina subasita, kawantu aya paripaos <i>ciri sabumi cara sadesa</i>, di mana unggal daerah ngagaduhan kabiasaan sewang-sewangan. Bilihaya laku lampah anu teu merenah sareng kabiasaan di ieu wewengkon, atanapi teusapagodos sareng mamanahan pribumi di dieu, bilih ti rombongan teu tiasa <i>pindah cai pindah tampian</i>, mugi agung cukuplumur muga jembar hapuntenna.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Parabapakalih paraibu hormateun sim kuring,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Mugi janten uninga</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> k</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">u</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> sadaya </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">nu lalenggah dina </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">ieu pajemuhan,</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> hususna ku pangersa Kulawargi Bapa Sunaryasalaku pribumi,</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> rehnadina </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">wangkid</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> ieu alhandulilah wasukrulilah, </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">sim kuringsarombongan</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">KulawargiBapa Suganda ti Tasikmalaya</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> nuju mendak kabingah. Kabingah anu taya papadana, <i>lir karugrugan madu karagragan menyan putih.</i> Kabingah anu tayawates wangenna, <i>lir gunung tanpa tutugansagara tanpa tepi</i>. Saur Ki Dalang tea mah<i>bingah-bingah amarwata suta bingah ka giri-giri</i>, rehing </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">simkuring <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">sarombongan barang gek enggal ditalek, barang gokenggal ditaros, bari dipapag ku paroman anu marahmay. Pamugi</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">kasaeanpribumi di dieu dijantenkeun amal soleh, kalayan kenging ganjaran ti mantenna.Amin.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Parawargi nusami-sami rawuh hormateun sim kuring,</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"><span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Bilih janten mawur ku catur, mencar ku carita, simkuring bade ngadugikeun galeuhna ieu pisanggem.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Numawi sim kuring sarombongan jauh-jauh ti Tasimalaya dijugjug anggang-anggang kaKarangnunggal diteang, tinangtos aya nu dipimaksad, sok sanaos sim kuring mungsuku sambung leumpang biwir sambung lemek nya eta seja ngdugikeun pamaksadanpun bapa, pangersa Bapa Suganda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Sim kuring ngabantun asmana sepuhna calon pangantenpameget pangersa Bapa Suganda sakalih seja</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">nyanggakeun salam silaturahmi.Alhamdulillah wasukrulillah sim kuring sadudulur ti Tasikmalaya gaduh wargi ti Batucuri baraya ti Karangnunggal. Hal ieu rupinamangrupi salasawios asihna Gusti Robul ijjati , welasna nu Maha Kawasa GustiAlloh Azawazala anu kagungan sipat rohman rohim.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Kalihna ti eta sim kuring ngabantun asmana sepuhna</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">calonpanganten pameget seja nyambung catur nu kapungkur mapay carita anu kungsikatunda, wirehna sawatara waktos kapengker pun adi wastana Dang Kurniawan parantos ngalaksanakeun pamarekandina acara ngalamar, kalayan Alhamdulillah waktos harita panglamarna ditampi kuhasta kalih. Alhamdulillah batu turun keusik naek kalapa tonggoheunana bari diluhur nanggeuh palupuh, Cep Dasep purun Neng Reni daek sarua bogoheunana baridijurung ku parasepuh, dina wangkid ieu pamugi tiasa sinempayan ngajatukrami,kalayan calon panganten pameget tiasa kasanggakeun.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Sim kuring ngabantun asmana sepuhna seja nyanggakeunpun adi Dadang Kurniawan awakna sakujur, s</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">anggem paripaosna ti luhu</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">r</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> sausap rambut ti handap sahibasdampal. Rambutna salambar, getihna satetes, ambekanana sadami, kabodoanana,kaireungtalingeuhana, katinggang pangpung diudag maung, sanggem paripaosna,sumangga nyanggakeun, kanggo didahupkeun sareng tuang putra di dieu wastana NengReni Agustini nu jadi panyileukan beurang jeung peuting.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Nangingkalintang isin ajrihna rehna dongkap ka dieu teh estuning henteu jingjing henteubawa, henteu kapal henteu keupeul, henteu pasar-henteu pasir-henteu peser, estuning indit ngan ngaligincing datang nganngalongkewang. Sanggem paripaosna cunduk ngan ukur mawa curuk datang ngan ukurmawa tarang, curuk buntung tarang ge pinuh ku kesang</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">. Pun adidongkapna ka dieu mung ngabantun</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> talutug nahun, nahun namungna weuteuhan mulus henteukarahaan keur ngaseukan pawinihan</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">. Dongkapna ka dieu teh mung ngabantun nu salawasna dibabantun, nya eta nusok ngaringkuk kawas kuuk, nu sok ngarengkol kawas kohkol, anu sakapeung mahsok ngompol, anu kasipatan mun katiisan sok hipu alah batan tahu upamakahaneutan sok ngabata saperti batu anu sakapeung mah sok bitu. Mangganyanggakeun kalawan pamugi tiasa dianggo tempat neundeun kadeudeuh melakeunkanyaah dina mangsa rumah tangga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Tapi tambi isin ngaligincing tamba era ngalongkewang,ieu oge aya babantunan mah mung istuning alakadarna pisan. Duka encitnasacewir, duka sinjangna salambar, ieu oge kenging ngadua-duakeun huap,etang-etang tawis kaasih ti pun adi tawis kanyaah ti nu janten sepu <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Mugi janten uninga ngahajababantunan teh direka-reka sangkan teu katara harga. Ngahaja dibungkusdibuni-buni sanes inggis katiisan sanes rempan kahujanan sanes paur kaibunan,nanging inggis kauji eusi malum eusi sisip ku pangaji. Ku kituna nu seja nampimugi henteu ningali kana eusi nanging nguninga kana maksad anu diseja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Parabapakalih par</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">a</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">ibu anu sami-sami rawuh hormateun sim kuring,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Pamugi punadi Dadang Kurniawan sareng Neng ReniAgustini tiasa kauntun tipung katambang beas laksana kapiduriat, dikobul kabale nyungcung. Salajengna, dina raraga ngawangun rumah tangga pamugi Cep Ddangsareng Neng Reni tiasa ngawangun rumah tangga anu sakinah mawadah wa rohmah,tiasa hirup sauyunan, sareundeuk saigel, saketek sapihanan, sabata sarimbagan,ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak, runtut raut sapapait samamanissabagja sacilaka, jatnika nepi ka pati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Kajabi ti eta </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;"> mugia </span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">salilahirup kumbuh </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">salawasnanyangking lalayang panca gapura waluya. Lalayang teh jimat. Panca</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">hartosna </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">lima, gapura</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">hartosna</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">lawang atawajalan, waluya teh salamet. Nyangking lima jimat pikeun muru jalan kanakasalametan. Nya eta cageur, bageur, bener, pinter, jeung singer. Ngan kahadeulah kabalinger.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Bilih ieupisanggem janten seueur catur tanpa bukur, sim kuring seja mungkasan ieupisanggem.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Sateuacannamungkur, sim kluring neda sihapunten bilih aya catur anu teu kaukur, bilih ayabasa anu teu kareka. Bilih aya kekedalan sim kuring anu teu nyurup undak-usuknateu ningang kana wirahmana, mugi agung nya paralun muga jembar nya haksami.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Panitihmatana opat, nu hiji matana inten, boh bilih aya nu lepat, mugi kersangahapunten.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Urangteundeun di handeuleum sieum, urang tunda di hanjuang siang, pikeun cokoteunsampeureun na mangsa nu baris datang, na handeuleun neundeun katineung, nahanjuang nunda kamlang, cag ah..<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #444444; font-family: Arial, serif; font-size: 14px; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 18.4px;">Tutuslangkung kepang halang, bobo sapanon carang sapakan. Bilahi taufik wal hidayah.Wassalamualaikum wr.wb.</span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-48826960635856441202018-01-17T09:16:00.002+07:002018-01-17T09:16:44.398+07:00SANGKURIANG (Dok.Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
Oleh : Richadiana Kartakusuma Suargi (Admin Salakanagara)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Raja Sungging Perbangkara pergi berburu, di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun “Cariang” (keladi hutan).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Seekor babi hutan betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya diberi nama Dayang Sumbi alias Raras Ati. Banyak raja yang meminang tetapi tak seorang pun yang diterima sehingga para raja saling berperang diantaranya. Sejak itu, atas permintaaanya sendiri, Dayang Sumbi mengasingkan diri di bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu si Tumang.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Ketika asyik bertenun, Toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi merasa malas mengambil, maka terlontar ucapan tanpa pikir “barang siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila laki-laki, akan dijadikan suaminya”. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi nama Sangkuriang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Sangkuriang beranjak dewasa, ia berburu di hutan si Tumang disuruh mengejar babi betina bernama Wayungyang. Tetapi si Tumang tidak menurut, maka dibunuhnya. si Tumang oleh Sangkuriang, hati si Tumang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Namun akhirnya Dayang Sumbi mengetahui yang dimakan tadi adalah hati si Tumang, amarahnya memuncak maka serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk (tempurung kelapa), begitu kerasnya sehingga lukanya dalam.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Sejak itu Sangkuriang mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah Timur akhirnya sampai di arah Barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Tetapi Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi – ibunya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Terjalinlah kisah kasih “tidak sengaja karena tidak tahu” antara dua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi melihat tanda luka di kepala Sangkuriang, sadarlah kekasihnya tiada lain putranya sendiri.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Namun Sangkuriang bersikeras menikahinya. Maka Dayang Sumbi meminta sarat agar Sangkuriang harus membuat perahu berikut telaga(danau)nya dengan cara membendung sungai Ci Tarum tetapi harus terjadi dalam semalam, Sangkuriang menyanggupinya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Maka dibuatlah perahu dari pohon yang tumbuh di arah Timur tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tunggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah Barat dan mejadi Gunung Burangrang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Dengan bantuan para Guriang, bendungan hampir selesai dikerjakan. Dayang Sumbi terkejut siasatnya mengundur waktu tidak berhasil, maka ia memohon Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebar irisan boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), serta merta fajar pun merekah di ufuk timur.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Sangkuriang gusar bukan main, di puncak kemarahannya, bendungan Sang Hiyang Tikoro dijebol, juga sumbat aliran sungai Citarum dilempar ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Danau Bandung pun surut kembali. Perahu yang dikerjakan susah payah ditendang ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkubanparahu.<br />“Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi hingga menghilang di Gunung Putri berubah menjadi setangkai bunga jaksi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
“Dalam perjalanan kekecewaannya Sangkuriang tiba di tempat yang disebut Ujungberung lalu menghilang ke alam gaib (Ngahiyang).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Legenda bukanlah kisah historis (a-historis), tetapi berupa mitos yang menjadi acuan hidup masyarakat pendukung kebudaya-annya. Demikian pula yang terjadi pada legenda Gunung Tangkubanparahu. Di bawah ini saya susun kembali nama dan tempat serta aspek lainnya yang terdapat dalam legenda tsb. sebagai kata kunci heurmanetika (Ilmu Tentang Penafsiran), yaitu:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Sungging Perbangkara,<br />- Cariang<br />- Babi hutan Si Wayungyang,<br />- Dayang Sumbi atau Rarasati,<br />- Anjing Si Tumang,<br />- Sangkuriang,<br />- Taropong (torak),<br />- Wetan (Timur)<br />- Kulon (Barat)<br />- Citarum,<br />- Sanghyang Tikoro,<br />- Guriang<br />- Gunung Putri,<br />- Gunung Manglayang,<br />- Ujungberung,<br />- Kembang Jaksi,<br />- Boeh rarang,<br />- Gunung Bukit Tungggul,<br />- Gunung Burangrang<br />- Gunung Tangkuban Parahu, dan<br />- Talaga Bandung.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Bahwa banyak penulis yang mengartikan arti dan makna terhadap legenda ini. Pada kesempatan sekarang penulis mencoba untuk membuat penafsiran arti dan makna menurut konsep nilai-nilai intrinsik pandangan hidup “urang Sunda” yang terkandung dalam alur cerita dan arti-makna dari setiap kata-kata kunci. Pemaknaan ini pun telah dikaji-banding dengan nilai-nilai intrinsik yang terkandung dalam cerita lama (pantun) yang dianggap sakral yaitu Cerita Pantun Lutung Kasarung dan Mundinglaya di Kusumah.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Di bawah ini disertakan deskripsi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan legenda Gunung Tangkubanparahu:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Sungging Perbangkara, arti Sungging = ukiran, ornamen; Perbangkara terdiri dari dua kata prabha dan angkara; prabha = cahaya; ‘ng – sang = penanda hormat, honorifik. Angkara (rusakan dari akara) matahari Maknanya: Penanda dari kebaikan/kebenaran yakni cahaya pencerahan bagi yang menyimaknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Cariang, Cariang, artinya: pohon keladi hutan (taleus leuweung) yang tumbuh subur dan bergetah sangat gatal. Maknanya: Manusia-manusia yang hidup di tengah hutan kehidupan dengan berbagai dorongan nafsu.<br />- Babi hutan Si Wayungyang, Babi hutan wayungyang Artinya: Wayungyang >w(b)ayeungyang = perasaan yang tidak tenteram, gundah gulana. Maknanya: Seseorang yang masih berada dalam sifat kehewanan tetapi telah mulai bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia seutuhnya (berperi-kemanusiaan)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Dayang Sumbi atau Rarasati, Dayang Sumbi (danghiyang). Artinya : >Dang = penanda hormat, honorific. Yang Sumbi = 1) Tendok = alat untuk menusuk hidung kerbau agar menurut. 2) Bagian ujung terdepan dari perahu sebagai penunjuk arah dalam berlayar agar tidak tersesat. Maknanya: Fitrah manusia yang bersifat gaibiah yang memberi petunjuk dan kendali dalam menentukan arah kehidupan. Bisa dimaknai pula sebagai kata hati, nurani yang mendapat pencerahan sang Tunggal.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Raras Ati nama lain dari Dayang Sumbi. Artinya : 1) >Raras = perasaan yang sangat halus. >Ati = hati, qalbu. Maknanya: Raras Ati = Hati atau qalbu yang penuh dengan kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar sang Tunggal. 2) Rara = gadis> sati (santa) = suci, pengorbanan, tenang. Maknanya: Rara Sati = Kesucian yang tenang penuh pengorbanan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Anjing Si Tumang, Si Tumang. Artinya> tumang = 1) Peti yang tertutup (bhs. Kawi), 2) Mangmang = sumpah (bhs. Kawi), Tu-mang-mang = orang yang terkena sumpah karena waswas. Maknanya: Karakter seseorang yang selalu asal bersumpah, waswas, akhirnya ter-makan sumpahnya sendiri, hatinya seperti peti yang tertutup rapat tidak mendapat pencerahan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Sangkuriang, Sangkuriang. Artinya: > 1) Sang = penanda hormat, honorifik. >Kuriang Kuriang wiwitan = asal mula, harapan. Maknanya: Menuju ke wetan (timur), mencari yang diharapkan yang dicari-nya sejak awal mula keberadaan manusia.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Kulon (Barat), KulonCi Tarum = sejenis tumbuhan, daunnya untuk memberi warna indigo tua (hampir hitam) pada kain/ benang tenun. Maknanya: Kehidupan adalah seperti air mengalir dalam perjalanannya akan mengalami beragam celupan kehidupan, kebahagiaan, keprihatinan juga hal-hal negatif lainnya sebagai ujian keteguhan hatinya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Sanghyang Tikoro, Sang Hiyang Tokoro Artinya: >Sang = penanda hormat, honorifik. >Hyang = gaib. >Tikoro = saluran di leher untuk bernafas dan berbicara (tenggorokan) atau saluran di leher untuk makan (kerongkongan). Maknanya: Kemampuan manusia dalam berbicara tentang apa pun yang baik atau pun yang jelek serta sering dilaluinya makanan entah yang halal atau yang haram.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Guriang, Guriang Artinya >Guru = Yang memberi petunjuk, ilmu; >hyang = gaib. Maknanya: Orang yang mengajari ilmu pengetahuan, fasilitator.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Gunung Putri, Gunung Putri, artinya >Putri = gadis, wanita cantik jelita, bangsawan. Maknanya: Karakter manusia yang dihiasi nilai keindahan dan cinta kasih. Dimaknai sebagai sifat kewanitaan yang penuh rasa kasih sayang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Gunung Manglayang, Gunung Manglayang Artinya: >Manglayang = 1) ngalayang, melayang. 2) Mang-layang-palayangan >Saluran pembuangan air kolam/talaga. Kemampuan manusia untuk menguras dan membersihkan dirinya dari karakter yang kotor.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Ujungberung, Ujungberung, artinya: >Ujung = akhir. >berung >ngaberung = menurutkan hawa nafsu. Maknanya:<br />Berakhirnya gejolak hawa nafsu yang negatif.<br />- Kembang Jaksi, Kembang Jaksi, artinya: 1) Jaksi >bisa dimaknai jadi + saksi . Maknanya: 1) Segala sesuatu yang dikerjakan seseorang akhirnya akan menjadi saksi pula bagi dirinya. 2) Jaksi = bunga sejenis pohon pandan. Maknanya: Kesesuaian antara itikad/niat – ucapan dan perbuatan (Bhs. Sunda: tekad – ucap – lampah).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Boeh rarang, Boeh rarang. Artinya: > Bo’eh = kain kafan. >rarang = suci, mahal. Maknanya: Semuanya akan berakhir bila satu saat mau tidak mau harus memakai kain kafan yang suci, yaitu datangnya waktu kematian mungkin secara fisik atau secara psikis.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Gunung Bukit Tungggul, Gunung Bukitunggul, artinya : 1) >Bukit = Bentuk gunung yang lebih kecil. > unggul = pokok pohon. Maknanya: Siapapun orangnya, kaya-miskin, pembesar atau pun rakyat kecil semuanya mempunyai pokok sejarah dirinya (leluhur). 2) Tunggul >tutunggul = batu nisan. Maknanya setiap orang mempunyai penanda jati dirinya, tentang apa dan siapa dirinya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Gunung Burangrang, Gunung Burangrang, artinya >Burangrang >Bukit + rangrang. >rangrang = ranting. Maknanya: Siapa pun orangnya tetap akhirnya akan ada sangkut pautnya dengan keturunan dan masyarakat yad. Yang pada gilirannya semuanya akan hilang ditelan masa (Bhs. Sunda: ngarangrangan).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Gunung Tangkuban Parahu, Tangkubanparahu = gunung yang bentuknya seperti perahu yang tertelungkup. Maknanya: Dalam kosmologi Sunda, gunung dimaknai sebagai tubuh manusia. Gunung Tangkubanparahu dimaknai sebagai manusia yang sedang menelungkupkan dirinya dan itu menandakan suasana hati yang sedang bingung penuh penyesalan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
- Talaga Bandung, Talaga Bandung artinya >talaga = danau., dimaknai sebagai kehidupan di dunia ini, >bandung = 1) dua buah perahu atau dua buah rakit yang disatukan dan di atasnya dibuat tempat berteduh. 2) bandung >bandung + an = memperhatikan, menyimak >silih bandungan – saling memperhatikan dengan penuh perhatian.. Maknanya: Talaga Bandung = kehidupan dunia ibarat perahu yang dirakit secara berpasangan dengan sesama makhluk lain, seyogyanya dapat membangun kehidupan bersama, kesalihan sosial, yaitu kehidupan yang saling memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, interdependency (saling ketergantungan yang harmonis), equaliter (setara di depan hukum) dan egaliter (setara di dalam kehidupan).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Pamungkas:<br />Bila kita runut seluruh informasi di atas, maka akan ditemukan alur kearifan pandangan hidup masyarakat Sunda yang terkandung dalam legenda Gunung Tangkubanparahu. Kearifan yang dibungkus dengan cerita legenda ini dapat menjadi acuan hidup bagi siapa pun dalam melayari keberadaannya baik secara manusia lahiriah (fisik) maupun manusia transendental (ruhi).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Secara ringkas alur legenda tersebut yang memperjelas arti dan makna dikandungnya: Esensi legenda atau sasakala Gunung Tangkubanparahu dimaksud-kan sebagai cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara) bagi siapapun manusia-nya <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span> tumbuhan cariang) yang masih bimbang akan ke-beradaan dirinya dan berkeinginan menemukan jatidiri. Kemanusiannya (=Wayungyang). Hasil pencarian melahirkan kata hati (nurani) sebagai kebenaran sejati <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span> Dayang Sumbi, Rarasati). Tetapi bila tidak disertai dengan kehati-hatian dan kesadaran penuh (taropong), maka dirinya akan dikuasai dan digagahi oleh rasa kebimbangan yang terus menerus <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span>digagahi si Tumang) yang akan melahirkan ego-ego yang egoistis, yaitu jiwa yang belum tercerahkan <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span> Sangkuriang).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ketika Sang Nurani termakan oleh kewaswasan <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span> Dayang Sumbi memakan hati si Tumang) maka hilanglah kesadaran yang hakiki. Rasa menyesal yang dialami Sang Nurani dilampias kan dengan dipukulnya kesombongan rasio Sang Ego (kepala Sangkuriang dipukul). Kesombongannya pula yang mempengaruhi “Sang Ego Rasio” untuk menjauhi dan me-ninggalkan Sang Nurani. Ternyata keangku han Sang Ego Rasio yang berlelah-lelah mencari ilmu (kecerdasan intelektual) selama pengembara-annya di dunia (menuju ke arah Timur). Pada ahirnya kembali ke Barat yang secara sadar maupun tidak sadar selalu dicari dan dirindukannya yaitu Sang Nurani <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span> Pertemuan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Penyatuan antara Sang Ego Rasio (Sangkuriang) dengan Sang Nurani yang tercerahkan (Dayang Sumbi) tidak semudah yang diperkirakan. Berbekal ilmu pengetahuan yang dikuasainya Sang Ego Rasio (Sangkuriang) harus mampu membuat suatu kehidupan sosial yang dilandasi kasih sayang, interdependency -silih asih-asah dan silih asuh yang humanis harmonis, yaitu satu telaga kehi dupan sosial (membuat Talaga Bandung) yang dihuni berbagai manusia dengan beragam perangainya (Citarum).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Keutuhan jatidirinya pun harus dibentuk pula oleh Sang Ego Rasio sendiri (pembuatan perahu). Keberadaan Sang Ego Rasio itupun tidak terlepas dari sejarah dirinya, ada pokok yang menjadi asal muasalnya (Bukit Tunggul, pohon sajaratun) sejak dari awal keberadaannya (Timur, tempat awal terbit kehidupan). Sang Ego Rasio pun harus menunjukkan keberadaan dirinya (tutunggul penanda diri) dan akhirnya memiliki keturunan yang terwujud dalam masyarakat yad. Dan suatu waktu ber-akhir ditelan masa menjadi setumpuk tulang-belulang (gunung Burangrang).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Betapa mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani yang tercerahkan (hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi), gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan (bo’eh rarang = kain kafan). Akhirnya suratan takdir menimpa Sang Ego Rasio hanya rasa sesal yang teramat sangat dan marah kepada “dirinya”. Maka ditendangnya keegoisan rasio diri, jadilah seonggok manusia transendental dan ter- telungkup meratapi kemalangan yang menimpa dirinya (Gunung Tangkubanparahu).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Lantaran sang Ego Rasio merasa penasaran, dikejarnya Sang Nurani yang tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat luluh bersatu antara Sang Ego Rasio dengan Sang Nurani. Tetapi ternyata Sang Nurani yang tercerahkan hanya menampakkan diri menjadi saksi perilaku yang pernah terjadi dan dialami Sang Ego Rasio <span class="_47e3 _5mfr" style="font-family: inherit; line-height: 0; margin: 0px 1px; vertical-align: middle;" title="smile emotikon"><img alt="" class="img" height="16" role="presentation" src="https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/f4c/1/16/1f642.png" style="border: 0px; vertical-align: -3px;" width="16" /><span aria-hidden="true" class="_7oe" style="display: inline-block; font-family: inherit; font-size: 0px; width: 0px;">(=</span></span> bunga Jaksi).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Datang kesadaran adalah juga berakhirnya kepongahan rasionya (Ujung-berung). Dengan kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi keangkuhan rasio (gunung Manglayang). Terbukalah saluran proses berkomunikasi yang santun dengan siapa pun (Sanghyang Tikoro) = tenggorokan; Dalam budaya Sunda dikenal peribahasa Hade ku omong goreng ku omong = baik dan buruk karena berbicara.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ditulis oleh:<br />Richadiana Kadarisman Kartakusuma<br />(Epigraphyc Researcher of The National Research Centre of<br />Archaeology); berdasarkan cacariosan Hidayat Suryadilaga.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
Catetan : Mugi Ambu Richadiana di alam kalanggengan, ditampi iman islamna</div>
<div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
<br /></div>
</div>
<div>
<div style="background-color: white; display: inline; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif;">Link : https://www.facebook.com/groups/www.fauzisalaka/permalink/10155332346198723/</span></div>
</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-12814158047760870462018-01-17T09:14:00.000+07:002018-01-17T09:14:44.092+07:00GURAT BADAG KARAJAAN DITATAR SUNDA SALILA 14,5 ABAD (ti taun 130 M. – 1579 M.) <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif;"><span style="font-size: 14px;">Ku : Kang Asep Idjuddin (Admin Salakanagara)</span></span></div>
<div style="background-color: white; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif;"><span style="font-size: 14px;"><br /></span></span></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Bahan- bahan anu digunakeun:<br />Data-data artefax ngeunaan masyarakat Sunda, kapanggih dina :<br />1. Warta Cina: Dina taun 132 M raja YE TIAO nu ngaran TIAO-PIEN ngirim utusan ka Cina. Ye Tiao = Jawadwipa, jeung Tiao-Pien = Dewawarman.<br />2. Warta Ptolemeus; Dina taun 160 M saurang ahli elmu bumi urang Iskandariyah turunan Yunani, nu ngaranna CLAUDIUS PTOLEMEUS nulis catetan, nu sumberna ti pelaut Arab nu sering ngabuniaga ka India,nerangkan yen IABADIO = YAWA-DWIPA nagri nu subur. Aya kota dagang nu disebut ARGYRE = Kota Perak >Rajata pura, di SALAKANAGARA.<br />3. Warta FA-HIEN inyana pendeta Budha, samulangna ti India , balayar ngaliawatan laut kidul. kasarung tur angkleung-angkleungan hanjat ka hji pulo salila 5 bulan. Pulau teh disebut Ya-Va-Di dina tgl. 14 April tahun 414 M. Inyana nyebutkeun aya nagari endah tur badag, disebut TO-LO-MO = Ta ru ma (Nagara)<br />4. Prasasti, nu kapanggih aya 20 :<br />o Prasasti Karajaan Galunggung: di Geger Hanjuang (Tasikmalaya).<br />o Prasasti Karajaan Pajajaran: di Kabantenan (Bekasi), Batutulis (Bogor).<br />o Prasasti Karajaan Sunda:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
1. Kawali (Ciamis)<br />2. Cibadak (Sukabumi)</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
o Prasasti Tarumanagara:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
1. Ciaruteun (Bogor)<br />2. Kebon kopi (Bogor)<br />3. Pasir Gintung (Bogor)<br />4. Cidangiang (Pandeglang)<br />5. Tugu (Bekasi)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
5.Titinggal Kuno:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
o di puncak gunung Agrabinta , sawareh aya di sawah(Cianjur selatan)<br />o di puncak gunung Padang (Cianjur kidul)<br />o di dalem agung Pakungwati (Cirebon)<br />o di Sunyaragi (Cirebon)<br />o di Cangkuang (Garut)<br />o di Bojong Menje (Cicalengka)<br />o<br />5. Titinggal mangrupa naskah Kuno:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
o Kropak No. 406 CARTA PARAHYANGAN ( Museum Pusat, Jkt).<br />o Kropak No. 630 SANGHYANG SISKSAKANDA KARESIYAN(s.d.a)<br />o Kropak No. 632 AMANAT TI GALUNGUNG (s.d.a)<br />o Kropak No. 410 CARITA RATU PAKUAN (s.d.a)<br />kabeh ditulis dina daun lontar.<br />o Naskah kuno PUSTAKA WANGSAKRTA sajarah ti 90 daerah di Nusantara nu ditulis tahun 1677 M.-1698 M. aya 52 nashkah kuno, nya eta:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
1. PUSTAKA RAJYA-RAJYA I BHUMI NUSANTARA, 25 jilid.<br />2. PUSTAKA PARARATWAN I BHUMI JAWADWIVA, 12 julid.<br />3. PUSTAKA NAGARA KERTABHUMI, 12 jilid.<br />4. PUSTAKA CARITA PARAHYANGAN, 5 jilid.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kacindekan:Ngadegna Karajaan di Tata Sunda, salila 14,5 abad, mimiti taun 130 M nepika.taun 1579 M. runtuyanana:<br />1. Karajaan SALAKANAGARA (Th. 130 M – 363 M.)<br />Pernahna: di Pulasari-Pandeglang<br />Puseur dayeuhna: Rajatapura (Kota perak)<br />Raja munggaran: AKI TIREM SANG AKI LUHUR MULYA<br />Disebut oge Panghulu Sunda. Hulu=sirah.> Pemimpin.<br />Raja kawentar: DEWAWARMAN<br />Agama Nagara: Sanghyang agama/Hindu.<br />Raja-raja liana: - Pohaci Larasati; Dewawarman I npk Dewawarman VIII. (Prabu DARMAWIRYA DEWAWARMAN) Ku minantu Dewawarman VIII puseur karajaan dipindahkeun ka Jayasinghapura, ngadeg Tarumanagara.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
2. Karajaan TARUMANAGARA(Th. 345 - 666 M.)<br />Pernahna di Bogor kulon<br />Puseur dayeuh: JAYASINGHAPURA (Jasinga?)<br />Raja munggaran: MAHARESYI JAYASINGAWARMAN GURU DARMAPURUSA atawa RAJADIRAJAGURU.(mantu Dewawarman VIII –nu nikah ka Iswari Tunggal Pretiwi Warmandewi.<br />Raja kawentar: PURNAWARMAN.(Raja ka-3)<br />Agama Nagara: Hindu<br />Raja-raja sejenna:Aya 12, diantarana: Wisnuwarman, Candrawarman, Suryawarman, Kretawarman,Sudawarman,Nagajayawarman.Tarusbawa.<br />Tarumanagara 12 kali ganti raja. Ku Tarusbawa.minantu Nagajayawarman, puseur karajaan dipindahkeun ka Sundhapura(Bekasi) ngadeg karajaan Sunda</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
3. Karajaan SUNDA (669 M-1175 M)<br />Wewengkon tapelwatesna antara basisir kidul Sumatra (basisir Lampung_ npk. Kali Serayu di Jawa Tengah.<br />Puseur dayeuh: SUNDAPURA (Bekasi)<br />Raja munggaran: Prabu TARUSBAWA DARMAWASKITA SUNDA SEMBAWA.(mantu Nagajayawarman, ti Tarumanagara)<br />Raja pamungkas: DARMAKUSUMA.<br />Raja kawentar: SRI JAYABUPATI (mantu Raja Melayu + mantu Darmawangsa,Jatim).<br />Agama Nagara: Hindu-Budha-Sanghyang<br />Raja-raja lianna: Rakeyan Kamuninggading; Rakeyan Jayagiri; Atmayadarma Hariwangsa; Limbur Kancana; Munding Ganawirya; Rakeyan Wulunggadung; Brajawisesa; Dewa Sanghyang; Sanghyang Ageng.; Langlangbumi, Menakluhur.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
4. Kerajaan GALUH (620 M-1350 M).<br />Pernahna : di wetanneun Citarum npk. Cipamali-Jateng.<br />Puseur dayeuh : Galuh Pakuan (Kawali-Ciamis)<br />Raja munggaran : WRETIKANDAYUN (turunan Kudungga nu datang ka Sunda, jeung adina (Sang Kandiawan tur Sang Kandiawati), dibere tanah ku Purnawarman di wewengkon Nagreg, ngadegkeun karajaan Kendal. Nyieun candi Cangkwang di Bojongmenje (Cicalengka). Ngadegkeun karajaan Galunggung, ahirna ngadegkeun karajaan Galuh.<br />Raja kawentar: PRABU MAHARAJA LINGGAWISESA(nu gugur di Bubat).; Sang Bunisora Suradipati, PRABU WASTUKANCANA.<br />Raja pamungkas : SANG MANARAH (Ciung Wanara)<br />Agama Nagara: Hindu-Budha.<br />Raja-raja liana: Sang Mandiminyak; Sena(Bratasenawa); Sanjaya; Sang Premana Di Kusuma; Rakeyan Tamperan Barmawijaya,jst.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
5. Karajaan PADJADJARAN (1330 M – 1579 M).<br />Pernahna : di Bogor<br />Puseur dayeuh : Sri Bhima Punta Narayana Mandura Suradipati Pakuan Pajajaran. (ngaran karaton, jadi ngaran puseurdayeuh, jadi ngaran karajaan).<br />Raja munggaran :Prabu Susuk Tunggal (Putra cikal Wastukancana ti Karajaan Sunda).Wastukancana ngabagi 2 Sunda, jadi Sunda jeung Galuh,watesna Citarum, da putrana 2: Sang Haliwungan gelar Susuk Tunggal(di Sunda/Pajajaran +Ningrat Kancana gelar Dewa Niskala, di Galuh).<br />Raja kawentar: Sri Baduga /Sang Dewtasrana/Siliwangi, mindahkeun deui puseur dayeuh ka Pakuan Pajajaran,Jenengan aslina Sang Jayadewatas,diistrenan di Galuh warisan ti rama(1482 M) gelar Sang Dewatasrana, taun eta keneh diistrenan di Sunda,warisan ti mertua, gelar Sri Baduga. disebut make gelar Sang Maharaja, sabab ngahijikeun deui Sunda jeung Galuh, tur ngaran karaton/ibukota,mekar jadi ngaran karajaan: Pajajaran.<br />Raja pamungkas: Prabu Sedah (Suryakencana).<br />Agama nagara: Hindu, Sanghyang, Islam.<br />Raja-raja liana : Dewa Niskala; Linggadewata; Amuk Murugul; Surawisesa; Gurugantangan; ,Ratu Dewata; Ratu Sakti Sang Mangabatan; Nilakendra; Ragamulya.<br />Padumuk (penduduk) puseur dayeuh Pakuan 48.271 jiwa, kadua badag sanggeus Demak,49.197 jiwa, ka tilu, Pasai, 23.121 jiwa.<br />Dina tanggal 11 paro-terang, bulan Wesaka, taun 1501 Caka sarua jeung tgl. 11 Rabiul awal 987 Hijriyah atawa tgl. 8 Mei 1579 M. puseurdayeuh Pakuan Pajajaran Sirna ing Bhumi ,nyakitu puseurdayeuh heubeul Pajajaran Girang (Salakanagara) di Pulasari Pandeglang.beak dijorag pasukan gabungan Islam, Banten, Cirebon, jeung Demak.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
6. HUBUNGAN KULAWARGA<br />MIMITI Ti pamarentahan Purnawarman di Tarumanagara, aya hubungan getih/kekerabatan, jeung KUTAI /BAKULAPURA .(putri cikal raja Kudungga,ditikah ku Purnawarman). Aswawarman-putra Purnawarman, ti orok keneh, dicandak ti Taruma, dirorok ku eyang ti pihak Ibu ( Kudungga.) jadi raja Kutai. engkena digentos ku Mulawarman.Putu Mulawarman jadi raja munggaran di Sriwijaya,Palembang.<br />Hubungan getih/kekerabatan saterusna dina mangsa karajaan Sunda.Putra mahkota karajaan Sunda, migarwa putri ti Sriwijaya.<br />Kakulawargaan diteruskeun, ku nikahna putra mahkota karajaan Galuh, RAKEYAN DARMAJAYA ka Dyah Lembu Tal, putri Mahisa Campaka ti Singosari. nu<br />ngalahirkeun Rd.WIJAYA. ti burey diaping ku Patih Pakuan RAKEAN BANYAKWIDE (nu diangkat jadi bupati Madura, jujuluk ARYA WIRARAJA). Masih kajadian deui, Sri Jaya Bupati, Raja Sunda, nikah ka putri Erlangga ti Kuripan Jawa Timur. Terus Sanjaya (Raja Galuh) nikah ka putri RATU SHIMA/ RATU BHAKA/ di Jawa tengah. Sagala rupa pernikahan ka urang tatar wetan, ANCUR, TEUMEUNANG, CADU, BUYUT sabada “peristiwa BUBAT”.<br />Ngadegna karajaan Islam Cirebon jeung Banten, mangrupa seler karajaan Pajajaran.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Catatan leutik, ngeunaan Prabu Siliwangi:<br />Jenengan nuju alit: Pamanahrasa, saparantos jadi prabu anom robih jadi Jayadewata.<br />Jayadewata, teh incu munggaran Prabu Wastukancana (Prabu Wangisuta). Jayadewata diistrenan jadi raja 2 kali. ngawitan ku Prabu Dewa Niskala, jadi raja GALUH, kadua ku Prabu Susuk Tunggal (mertua) jadi Raja Pajajaran, kalawan gelar SRI BADUGA MAHARAJA SRI SANGRATU DEWATAPRANA.Dua karajaan dihijikeun, sapertos ku Wastukancana, Gelar Siliwangi kaceluk ku rahayat GALUH. pedah sikep tur perilakuna sarimbag sareng Prabu Wangi (Eyang buyutna nya eta Prabu Maharaja,nu gugur di BUbat, nya kitu seueur sarimbag sareng sikep Prabu Wastukancana/Prabu Wangisuta, (eyangna) nu leuwih condong merhatikeun rahayat, tur teu mikaresep kamewahan dunya.. Eta sababna dianggap sarua jeung Prabu Wangi, Dijadikeun pangganti Prabu Wangi, disebut we SILIHWANGI/ SILIWANGi .Jayadewata boga adi 3, 2 lalaki(Banyakcakra,jeung Banyakngampar)duanana jadi raja di karajaan Pasirluhur Jawatengah. Nu istri Ratna Ayu.<br />Istri munggaran Siliwangi, NHAY RAMBUT KASIH, putri Ki Gedeng Sindangkasih(Pamanna). Ti istri kadua, NHAY SUBANGLARANG putri pamanna keneh, Ki Gedeng Tapa).Subanglarang tos Islam, alumnus pesantren SYEH QUROO di Karawang.. Istri katilu, adi Prabu Amuk Murugul (putra Prabu Susuk Tunggal), NHAY KENTRING MANIK MAYANG SUNDA gaduh putra SURAWISESA(putra mahkota,engkena jadi raja Pajajaran. ti Nyai Subanglarang, kagungan putra, WALANGSUNGSANG (ngadegkeun karajaan Islam Cirebon), RARASANTANG, jeung JAKASENGARA.tiluanana ISLAM.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Istri kaopat,ti Pajajaran keneh, NHAY EMAS LENGGANG PAKUAN, Siliwangi, kagungan putra saurang (SUNAN BURUNGBAOK) diangkat jadi raja daerah di karajaan Panjalu.. PRABU SILIWANGI pupus tahun 1521 M. Sabada dikubur 12 tahun, dibongkar, diduruk tulang ragana ( panghormatan ka Raja Utama), lebu janazahna disimpen di KABUYUTAN RANCAMAYA, kuloneun puseur dayeuh Pakuan. 58 tahun ti harita, basa Pajajaran dirajaan ku Prabu Sedah, karajaan Pajajaran diancurkeun ku tentara Islam gabungan Cirebon, Banten jeung Demak.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Aya “penghancuran” budaya, nu dipilampah ku Gubernur Jenderal Hindia Belanda, SNOUCK HURGRONYE, inyana mawa misi ngancurkeun Islam, bari nyebarkeun Kristen di Hindia Belanda. Samemehna, inyana diajar heula keislaman di Mesir salila 5 tahun. Di Hindia Belanda (Indonesia) dibaturan ku WILLIAM VANDER PLASH, nu diangkat jadi Gubernur militer (Jawa Timur),duanana nyamur bari nguriling Nusantara. kanyahoan, tina 400 sukubangsa nu aya di Hindia Belanda, aya 2 sukubangsa nu sulit ditalukkeun /dikristenkeun, nyaeta SUNDA jeung ACEH. Sunda teu bisa digempur ku militer, sabab urang Sunda ahli perang, karajaan di Tatar Sunda can kungsi eleh diranjah ku karajaan sejenn,(kaasup ku Majapahit) sabab system pertahanan tur teknik tempurna unggul, ngan teu kungsi dipake narajang kerajaan sejen di luar Tatar Sunda,(teu ngajajah nagara sejen salila 14,5 abad), jeung dipiserab sabab rengkak paripolahna nu handap asor,someah,darehdeh tapi tangoh. Malah jadi panengah/panyapih basa Sriwijaya pagedrug jeung Majapahit, usulan ti kaisar China.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Mangka digorogot budayana, ku nyiptakan DONGENG SANGKURIANG,sakalian devide et impera,sabab Sangkuriang aya 3 ; Sangkuriang Banten awewena Larasati, Sangkuriang Majalengka, awewena Ambetkasih,Sangkuriang Bandung awewena Dayangsumbi.Jeung dongeng SILIWANGI JADI MAUNG (ngamangpaatkeun hasil panalungtikan sersan VOC Scopio, nu kungsi nempo maung badag dina urut karaton Pajajaran),</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Saciwit ngeunaan “peritiwa” Bubat dumasar naskah kuno Pustaka Wangsakerta(Nagara KrtaBhumi)s:<br />Geus kanyahoan, yen Rd.Wijaya nu ngadegkeun Majapahit teh incu Prabu Rakeyan Darmasiksa ti karajaan Sunda. Sedengkeun Prabu Hayam Wuruk (incu Rd.Wijaya) neruskan sumpah akina, nu MOAL NGAGANGGU BHUMI SUNDA. sabab Sunda teh luluhur Majapahit ti pihak laki-laki. Sumpah Rd.Wijaya teh diucapkeun di keraton Kawali basa ngadeuheus ,sarengsena upacara diistrenan jadi raja Majapahit) Tapi kusabab Gajahmada (tadina penyebar agama Budha ti Thailand teu apaleun kana sumpah Rd.Widjaya. malah ngembarkeun sumpahna sorangan(Palapa) hayang nalukeun Nusantara.<br />Pasukan Sunda nu datang ka alun-alun Bubat, ngan 100 urang, miang ti Sundakalapa make 2 kapal layar. (da datangna ka Majapahit rek ngawinkeun) nya eta; raja, prameswari, 2 urang patih (Rakeyan Sang Anapaken jeung Rakeyan Buyut Mantri), putri mahkota (Dyah Citraresmi Pitaloka),50 urang pengawal istana, sesana wanoja pangiring penganein .satepina ka alun-alun Bubat, Prabu Linggawisesa mgirim surat embaran ka Hayam Wuruk, ditarima ku Gajahmada (nu geus lila panasaran hayang nalukkeun Sunda, pedah sakuliah Nusantara malah nepi ka Philipina geus taluk, iwal Sunda ). Tanpa bebeja ka Hayam Wuruk, dibalesan surat raja Sunda, teh yen putri Dyah Citraresmi Pitaloka kudu diserenkeun sabage UPETI ciri takluk. Puguh we raja jeung para ksatrya Sunda asa dihina.Nepika Maharaja ngucapkeun Sumpah bubat :”Nihan ta wuwusna rudiarana iking bubhat sabha,anamung kastrya sunda tan atemahan ring nagara padajaya mami” hartina: Najan banjir getiha,bedah di Palagan Bubat, Cadu ajen diri kasatrya Sunda ancur di lemah cai sorangan.<br />Kajadian we pertempuran nu teu saimbang (80 urang dikepung ku 10.000 tentara Majapahit) urang Sunda tumpur, teu nyesa!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sanggeus eta kajadian, salila 3 bulan Hayam Wuruk gering parna,malah Gajahmada diusir ti karaton Majapahit, nepi ka 3 kali Hayamwuruk menta dihampura ka puseur dayeuh karajaan Sunda di kawali, diluluguan ku pandita agama Hindu Mahayana, Sundayana jeung Tantrayana, bari ngirim 20 dongdang emas berlian minangka tanda bhakti tur handeueul. Parmenta dihampurana, DITARIMA ku Sang Bunisora Suradipati,nu nyuluran rakana jadi raja Sunda, salila putra mahkota WASTUKANCANA (adi Dyah Citraresmi Pitaloka, nu karek yuswa 9 tahun) can dewasa. Eta sababna teu kungsi kacarita aya serangan ka Majapahit, padahal 40 kerajaan di luar Sunda sayaga mantuan Sunda, mun rek nyerang Majapahit.Peristiwa Bubat dianggap geus anggeus,sabab geus menta dihampura,tur ditarima ku Raja nu nyuluran Wastukancana nya eta Mangkubumi Bunisora Suradipati.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
Sabada Pajajaran Runtag dina taun 1579 M. Mangka ngadeg karajaan Sumedanglarang, nu mangrupa sekeseler turunan Pajajaran. </div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-73027140192321663962018-01-17T09:12:00.000+07:002018-01-17T09:12:20.030+07:00DAYANG SUMBI (Dok.Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
Tah ieu mah pamadegan Mang Elon ngeunaan Dayang Sumbi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dayang sumbi setelah menikah dengan Tumenggung (Tumang), berputra 5 orang, diantaranya :<br />1. Sang-Kutjika (laki2)………………………maha dewa<br />2. Sang-Purutja (laki2)……………………..dewa angin<br />3. Sang-Garga (laki2)…………………….….dewa api<br />4. Sang-Maistri (perempuan)……………dewa bumi<br />5. Sang-Patandjala (laki2)…………………dewa air Dayang Sumbi anak dari Prabu Sindula (Sinduk) Ratu Kendan, penguasa Keraton Nusa Djawa.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dayang sumbi memiliki saudara laki2 bernama Djalu Kandiawan yang setelah dewasa bernama “Dewata Tjengkar”. Tumenggung (Tumang) adalah pewaris tahta Parahyangan, Penguasa Tunggal Buana Pantja Tengah/ Buana Indung (Bandung), yang merupakan Kabuyutan/ NEGARA.<br />Tumang adalah seorang Radja Putra dari Parahyangan, Tumang putra dari “Prabu Sungging Purba Hyang Kara” Setelah Tumenggung (Tumang) naik Tahta menggantikan ayahnya Prabu Sungging purba hyang kara, Tumang membuat maklumat tatanan Kenegaraan yang disebut GEGER SUNTEN (Geger Suanten).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kelima anak-anaknya diangkat mendjadi penguasa tunggal dimasing-masing wilayah kekuasaan Nagara /Parahyangan.<br />1. Sang- Purutja menjadi penguasa Swarna Dwipa dan didewakan Berkedudukan di Gunung Siguntang, yang kemudian menurunkan Wangsa Ishora.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
2. Sang- Garga menjadi penguasa Waruna Dwipa dan didewakan Berkedudukan di Kutai sungai Mahakam, yang kemudian menurunkan Wangsa Isyana.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
3. Sang- Maistri menjadi penguasa Simhala Dwipa dan didewakan Berkedudukan di Pulau Syailon, yang kemudian menurunkan Wangsa Syailondra.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
4. Sang- Patandjala menjadi penguasa Djawa Dwipa dan didewakan Berkedudukan di Pulau Djawa di Gunung Puntang, yang kemudian menurunkan Wangsa Sanjaya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
5 Sang- Kutjika menjadi Raja Putra kabuyutan parahyangan dengan gelar “DAPUNTA-HYANG”. Yang kemudian dikenal sebagai “Sang- Kuriang” Radja putra dari Kendan Djalu Kandyawan, diangkat menjadi Ratu Medang Kamulan dengan gelar “DEWATA TJENGKAR” menggantikan ayahnya Prabu Sindula. Dewata Tjengkar berkedudukan di Gunung Manglayang. Yang kemudian menurunkan ratu-ratu galuh di Keraton Galunggung. Dayang Sumbi setelah ditikah oleh Tumenggung menjadi PERMAISURI Negara yang kemudian bergelar “Galuh Kandyawati Mayang Sunda” berkedudukan di Bukit Tunggul. Gelar tersebut memberikan arti bahwa Dayang Sumbi berkedudukan Sebagai posisi “RAMA” yang memiliki kedudukan Ratu Galu dari ayahnya Prabu Sindula dan sebagai Permaisuri Negara Parahyangan. Kedudukan RAMA inilah yang diinginkan oleh Sangkuriang (Da-punta Hyang) sebagai penguasa PARA HYANGAN. Inilah yang melatar belakangi Sangkuriang BOGOH ka Indung………!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
Galunggung. Dayang Sumbi setelah ditikah oleh Tumenggung menjadi PERMAISURI Negara yang kemudian bergelar “Galuh Kandyawati Mayang Sunda” berkedudukan di Bukit Tunggul. Gelar tersebut memberikan arti bahwa Dayang Sumbi berkedudukan Sebagai posisi “RAMA” yang memiliki kedudukan Ratu Galu dari ayahnya Prabu Sindula dan sebagai Permaisuri Negara Parahyangan. Kedudukan RAMA inilah yang diinginkan oleh Sangkuriang (Da-punta Hyang) sebagai penguasa PARA HYANGAN. Inilah yang melatar belakangi Sangkuriang BOGOH ka Indung………! (kintunan Mang Elon)</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-31085983969754377042018-01-17T09:09:00.003+07:002018-01-17T09:09:53.266+07:00SITU CILEUNCA, Sarana Wisata Pangjugjugan Balarea (Dok.Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sajarah Situ Cileunca<br />Dina waktu jumenengna para alim<br />Anu ayeuna kamashur<br />Hese neang tandingan<br />Kirang-kirang perusahaan anu luhur<br />Nu nepi ka nyaruaan<br />Tapi weleh henteu manggih</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Eta guguritan teh mangrupa pada anu munggaran tina guguritan ngeunaan Situ Cileunca, anu masih keneh kaemut ku Bapa Endang (75). Inyana ngaguar deui sajarah ngeunaan Situ Cileunca basa diwangun dina mangsa pamarentahan Hindia-Belanda, ampir saabad katukang.<br />Situ Cileunca pernahna di Kacamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, jauhna kurang leuwih 42 Km ti kota Bandung ka tebeh kidul, ngaliwatan Dayeuh Kolot, Bale Endah, Banjaran, Pameungpeuk sarta Cimaung, pernahna teu kurang ti 2.500 meter luhureun beungeut cai laut. Teu aneh lamun hawana karasa tiis nyecep, antara 15-24oC. </div>
<a name='more'></a><br />Pikeun ngajugjug Situ Cileunca, lamun ti Bandung, samemeh mengkol ka Pangalengan Kota (pasar jeung poseur kagiatan ekonomi liana), urang bisa ngambah jalan lempeng anu ka kidulkeun. Jalanna kawilang alus, ngan heureut. Kurang leuwih dua kilo, urang baris anjog ka Situ Cileunca, anu di sisi-sisina aya sababaraha warung jeung rumah makan pikeun ngareureuhkeun kacape bari ngeusian padaharan ku rupa-rupa kadaharan katut inuman. Di situ oge disadiakeun sababaraha parahu pikeun para wisatawan anu ngadon lalayaran.<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Situ anu mimiti ka jugjug teh nyaeta situ anu anyar, nu katelahna Situ Cileunca Hilir. Nurutkeun Pa Endang, eta situ dijieun taun 1918 ku pamarentah Hindia-Belanda. Samemehna eta lahan anu dipake nyieun situ teh mangrupa lahan bogana masarakat satempat. Anu kawilang paling lega, nyaeta lahanna Bah Jasim, nu dibeuli ku pamarentah dina mangsa pamarentahan Dalem Bandung, R.A.A. Wiranatakusumah anu katelah Juragan Aria.<br />Cenah, pikeun ngagali eta situ, sabada ngemplang, aya bewara ti pamarentah, ka sing saha anu bisa nuaran tangkal kai nu geus ka keueum cai, nya Bah Jasim anu sanggupeun nuaran eta tatangkalan teh kayaning tangkal rasamala, puspa, saninten, huru, hiur jeung sajabana. Eta kakayon sabada diragajian ku Bah Jasim, diangkut ku masarakat anu nungguan di luhur, di sisi situ. Tunggul-tunggulna dijadikeun bahan pikeun ngadegkeun imah.<br />Situ Cileunca Hilir the kiwari dilingkung ku sababaraha kampong, nyaeta Kampung Pulo, Cibeunying, Cipangisikan, Puncak Raya, Ciheuleut, Cinangsi, Ciawitali, Cibunihayu, sarta Kampung Baru Rancagirang. “Sadaya pangeusi kampung anu ka keueum janten situ, sadayana dialih-alihkeun ka Kampung Bubulak, diluluguan ku Bah Esti,� pokna Pa Endang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
CILEUNCA GIRANG (CIPANUNJANG)<br />Pa Endang anu masih keneh katurunan langsung Bah Jasim (1828-1958), oge ngungkabkeun yen Situ Cileunca Girang kiwari katelah Situ Cipanunjang, mangrupa situ anu dibendung pikeun ngagerakeun tanaga listrik (turbin), nyaeta pikeun nyumponan kabutuhan listrik.<br />Saterusna Pa Endang netelakeun, anu jadi anemer basa nyieun eta situ nyaeta Bah Suta Jayatambakan, urang Cigentur, Banjaran. Inyana dibantuan ku mandor Wikatma, urang Limbangan, Garut. Salila ngagali situ teh Bah Suta sarta Wikatma ngan pagetreng bae. Antukna ku Juragan Kawasa disina tarung padungdung. Lebah tarungna nyaeta di luhureun dam (bendungan) anu harita keur diwangun, disaksian ku para pagawe liana katut masarakat anu dararatang ti suklakna ti siklukna, lantaran jauh samemehna tarung, diuar-uar dibewarakeun. Atuh anu nyaksian tarungna eta jawara teh mani pagegelek.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Bah Suta eleh wewesen. Inyana tatu parna nepi ka kudu digotong, dibawa ka lemburna di Banjaran. Ari Wikatma, saterusna diringkus sarta didakwa anu beh dituna ditibanan hukuman kurungan salila tilu taun. Sabada eta kajadian, dam teh ditambahan luhurna, sarta caina digolontorkeun ngaliwatan torowongan cai anu saterusna ngagerakeun turbin geusan ngahasilkeun tanaga listrik pikeun kaperluan sararea.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Nurutkeun Pa Endang anu oge putrana Pa Watma, cai nu dipake ngemplang eta situ the asalna ti wahangan Cilaki anu ngamalir ka Laut Kidul, tapi dipengkolkeun ka Cileunca, nyaeta Cilaki Ageung ka Cileunca Girang (Cipanunjang), sarta Cilaki Beet ka Cileunca Hilir.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
KAAHENGAN CILEUNCA<br />SITU Cileunca kiwari jadi pangjugjugan balarea, boh turis domestik atawa turis mancanagara, utamana ti Walanda. Henteu suwung ku waktu, unggal poe aya bae anu ngalanto ka eta situ anu geus jadi salah sahiji sarana wisata andelan Kabupaten Bandung. Pikeun urang Walanda mah, Pangalengan teh ngabogaan ajen sajarah anu meungkeut na sanubarina, lantaran lain bae pedah Situ Cileunca the diwangun ku urang Walanda, oge lantaran di eta wewengkon anu kabawakeun ka Gunung Wayang sarta Gunung Windu, ngabogaan harti anu leuwih ti sakadar tempat pikeun mulangkeun panineungan. Eta patempatan the mangrupa pasarean K.A.R. Bosscha (15 Mei 1865 – 26 November 1928), anu ngawangun Perkebunan Teh anu munggaran di Nusantara (1896), anu kiwari aya dina panilikan PTP VIII.<br />Aya sababaraha hal anu kawilang aheng anu masih keneh hirup dina kahirupan masarakat sabudeureun eta wewengkon, boh ngeunaan Situ Cileunca atawa ngeunaan tangkal enteh anu mimiti pisan dipelak di eta perkebunan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ngeunaan asal ngaran Cileunca, nurutkeun Pa Endang cenah lantaran baheulana di eta wewengkon teh aya tangkal leunca anu gedena sagede tangkal kai. Bisa jadi tangkal leunca leuweung anu geus kahot. Salian eta, Pa Endang oge netelakeun yen di Situ Cileunca aya lauk emas anu dingaranan Si Layung. “Eta lauk teh tiasa katingal ku anu kawenehan mah,� pokna.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Di sagigireun eta, Pa Endang oge netelakeun, lamun aya anu tikerelep, diteanganana teh ngan saukur make “tek-tek�, nyaeta seureuheun sapuratina, anu dialungkeun ka situ. Salila tacan kapanggih, eta seureuh teh baris terus palid, ngan lamun geus eureun, henteu palid deui, hartina si korban anu tikerelep tea, bisa ditimukeun di eta tempat. Anu kawentar bisa neangan nu titeuleum, diantarana Bah Jasim, Aki Marhaji, Aki Alpi, sarta Sudarga.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
Kaahengan liana, basa situ anu hilir keur dikemplang, Bah Jasim anu sanggupeun ngaragajian sarupaning tutuwuhan anu tumuwuh di eta situ, sajeroning ngaragajian kakayon teh inyana bari ngaroko cacakan sasatna inyana ngaragajian kaina teh bari teuleum na jero cai. Tapi sabada Bah Jasim hanjat tina cai, inyana masih keneh nyerebung ngaroko.<br />Ari di tempat anu mimiti dipelakan tangkal enteh mah kaahenganana teh nyaeta tangkal entehna sok pundah-pindah nepi ka kudu dibakutet ku rante sagala. Ceuk ujaring carita mah, eta tangkal enteh teh sok pundah-pindah ka unggal pakebonan teh saperti ka Pasirmalang, ka Sedep, ka Santosa, malahan nepi ka Gambung, sakumaha anu dicaritakeun ku Urip (54). Inyana kiwari mancen tugas pikeun ngurus makam Bosscha sabada pangsiun ti Perkebunan Malabar. Harita keur jeneng gawe inyana jadi kaamanan eta pausahaan enteh , jeung inyana turunan anu katujuh nu jadi juru urus di eta kawasan anu kiwari geus dijadikeun cagar alam. (Am/RAF)</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-48125937210950090352018-01-17T09:08:00.001+07:002018-01-17T09:08:19.867+07:00Sunda jeung Islam (Dok Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Aya sawatara jalmi nu nyebat Sunda teh Islam, Islam teh Sunda. Ari nyeples pisan kitu mah rupina henteu, lantaran basis geopolitik (baheula dugi ka ayeuna) antara Arab jeung Sunda langkung seueur bedana batan saruana. Ngan husus mun dina bagbagan "elmu" mah loyog pisan kadinya, natrat raratan kantetan ilmiahna nu bisa nepi kalayan jentre nerangkeun yen Islam jeung Sunda teh puguh tali-tumalina. Kusabab lamun rada leleb nalungtikna mah, ari Sunda teh geus dipikaheman ku Rasulullah saw ti 14 abad ka tukang. Ieu bangsa geus dipicangcam ku Alloh jeung ku Rasulullah ti ajalina, sabab ieu bangsa baris nampi tugas ti Gustina, jadi wewengkon pamanggul kabangkitan peradaban anyar di ahir zaman. Kitu, sahenteuna, eta kasimpulan anu ku simkuring diparcaya tina panalungtikan mangtaun-taun anu enya-enya.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Haaaah ! Emang aya kecap "Sunda" dina hadits Rasululloh saw? Nu bener?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Nya aya atuh, na bet keder. Teu salah-salah teuing lamun baheula si rahul nyarita "Indonesia dicipta Tuhan dlm keadaan tersenyum." Dina basa pantun, sok rajeun Sunda disebut "bangsa Sunda" anu hartosna lain ukur "Sunda etnis" tapi oge "Sunda benoa", da baheula mah Sumatra-Jawa-Kalimantan teh ngahiji keneh disebutna Sundaland. Kabehdieuna saba'da permukaan cai laut naek 120 meter, nya sabagian daratna karerem, Sundaland pecah jadi tilu pulo garede, muncul weh Selat Sunda nu misahkeun Jawa jeung Sumatra. Titik tengah antara Sumatra-Jawa-Kalimantan eta nu ku Notradamus disebut "aquatic triplicity". Ti dinya baris bijil "the man from the east, he strikes everyone with his rod." Cindekna, kapamingpinan anyar baris muncul ti wewengkon Sunda benoa, cindekna deui ti Sunda etnis, leuwih cindekna deui ti Sunda jati (Sunda anu nyunda). Ieu, lain soal etnisitas, tapi soal jati-itas (autentisitas; autenticity) alias soal elmu lain soal darah wungkul.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Samalah mun telek mah dina ayat-ayar Al-Qur'an oge lain ukur ngaguar Sunda, bahkan kisah Pajajaran oge aya. Piraku euweuh, pan urang teh nagri anu panglobana jumlah umat Islamna. Maenya bangsa anu sakieu gedena teu aya sakecap-kecap acan dina Qur'an pon kitu deui dina hadits !? Baheula, urusan keluarga Zaid bin Haritsah oge bet aya asup dina Qur'an. Ngimpi nabi Yusuf as keur budak oge aya na Qur'an. Kisah Qobil maehan Habil oge aya na Qur'an. Kisah2 nu sifatna pribadi oge aya dina Qur'an. Komo kisah-kisah nagri2 mah pabalatak dina Qur'an. Na, Indonesia anu sakieu gedena, pernah jadi bangsa jajahan mangtaun-taun, asa piraku teu aya cutatna dina Qur'an ?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ceuk basa tatangga, Gusti Alloh ora sare. Alloh nu nyiptakeun ieu dunya Maha Uninga naon nu baris kajadian di ahir zaman, yen Indonesia teh nagri pangloba-lobana panganut Islam di saantero nagri2 di bumi. Eta kersaning qodrat-irodat Alloh. Indonesia dijajah ratusan taun, eta oge kersaning kodrat-irodat Alloh. Nu kaaos tina ayat2 suci Al-Qur'an, di ahir zaman Alloh gaduh rencana anu kacida ahengna jang ieu bangsa anu "ngahaja" geus dikekeyek lila.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Keun eta mah tuluykeuneun anu panasaran. Ayeuna urang fokus bae kana hadits Rasulullah saw: "uthlubul 'ilma walau bish-shind". Ceuk bahasa populer baheula urang di sakola, belajarlah hingga ke negeri Cina. Teu sadar eta tarjamah teh salah kaprah, salah anu geus mangabad-abad. Aya oge sawatara anu ngamasalahakeun sanadna lemah, bari mopohokeun substansi. Dina ilmu politik, mirip golongan positivism (teori modern). Nu teu puguh sanadna, teu bisa dijadikeun dalil, ceunaaah. Teu sadar yen elmu geus lain deui, sabab dina teori postmodern mah, teu nempo fokus kana sahihna sanad, tapi kana isi (substansi).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Eta hadits mun diterjemahkeun kieu, "belajarlah elmu miski/hingga ka nagri Shind". Ku elmu kiwari kabaca, eta ditulisna ku huruf shod, lain ku sin atawa syin. Mun "sin", enya bisa dihartian Cina. Mun "syin", enya bisa dihartikeun China. Tapi ieu mah pan "shod." Jadi, eta hadits jentre teu aya tali-tumalina jeung Cina/China.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Atuh nagri naon ari "Shind" teh? Di mana eta nagri? Mani hebat dijadikeun rujukan ku kangjeng Nabi?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
1). Kajian basa</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Emang teu kajeueung yen dina kecap "Sunda" dijerona aya huruf "shod". Lantaran simkuring mah lumintu nalungtik basa-basa, kecap-kecap, huruf-hurup tradisi tutur (utamana uga jeung pantun), nya gorehel wae dina Pantun Bogor lakon Ngadegna Nagara Pajajaran aya kalimah anu unggelna kieu:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
"Tah, tiap-tiap dingaranan oge meureun tangtu aya maksudna. Nya kitu oge ngaran Sunda, asalna tina basa heubeul urang. Nyaeta Sou-eunda nu pihartieunnana wareh nu nyampurnakeun."</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ari keur simkuring mah eta jentre, ucap "Sou-eunda" teh mun dina basa Arab ditulisna ku huruf "shod", henteu ku "sin" atawa "syin". Jadi, tina hasil panalungtikan langkung ti 5 taun, simkuring dugi kana kayakinan yen "uthlubul ilma walau bish-shind" teh maksudna "belajarlah ilmu meskipun/ hingga ke negeri Sunda."</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
2). Kajian geopolitik Sunda-Arab</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sunda ngadeg taun 611, disusul Galuh ngadeg taun 612 (Ekadjati, 2009: 129), semntara Rasul bi'tsah (diutus jadi Nabi/Rasul) dina taun 611 (Mubarakfury, 1997: 90). Nyata saentragan pan !</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Pendiri Galuh, Resiguru Wretikandayun, zaman harita tos ngagaduhan Watang Ageung, nyaeta "kitab undang-undang" (Ekadjati, 2009: 129-130). Ceuk simkuring, eta Undang-undang pangheulana nu aya di dunya, sabab Magna Carta wae anu dianggap sabagi dasar2 UUD pertama di Barat karek bijil taun 1215 di Inggris, semntara Piagam Madinah munculna taun 622.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Salain Watang Ageung, Resiguru Wretikandayun oge netepkeun Purbatisti, anu eusina "ajaran leluhur, himpinan peraturan, adat atau tradisi yg berlaku di masa lalu" (Ekadjati, 2009: 132). Dina eta Purbatisti, anak raja anu "semplak wajah" alias ompong teu meunang jadi putra mahkota. Anak raja anu burut (punten) oge teu meunang jadi putra mahkota. Eta ku apik-apikna seleksi kapamingpinan numutkeun Purbatisti di zaman Galuh Wretikandayaun. Komu deui amun anu cacat, pimohalan kataji.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Aya hiji deui dina Purbatisti anu unik, syarat jadi raja, nyaeta kudu "pertapa" (ahli tapa). Tapa dina basa harita lain menekung mujasmedi sorangan di tempat suni. Hartina tapa teh "bekerja menurut status, tugas, dan profesi" (Ekadjati, 2009: 185-186). Tapi tapa oge ngandung harti "puasa alias mengekang diri utk tdk melanggar pantangan" (Al-Banjari, 2017: 36). Ceuk basa teori kapamingpinan, nu disebut "tapa" teh nyaeta self-regulation (Avolio & Gardner, 2005: 325-326). Jinekna, harti tapa teh (1) kerja profesional jeung (2) mengekang diri/self-regulation.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Conto, eta kecap diabadikeun ku raja Galuh, Prb Wastukencana, dina batu tulis Kawali, aya kalimat anu munggaran pisan:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
"Nihan tapa di Kawali...", bayangkeun eta ucap andap-asor ti raja Sunda anu adiluhung anu bertahta salila 124 taun. Teu aya balaga, teu aya adigung. Hartosna, "Simkuring anu nuju kerja profesional tur mengekang diri di kerajaan Galuh Kawali." Teu nyebatkeun "ngaing raja" atawa "kaula kawasa," tapi tanda ngabdi ka rahayat bari jeung moal nipu, moal khianat, teu korup, teu makmak-mekmek, teu mampang-mumpung, miski rahayatna sakabeh geus sejahtera. Subhanalloh, Mahasuci Alloh anu ngadamel pamingpin Sunda ngawatak jiga kitu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
3). Kajian tauhid</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Urang Sunda ti awal mula keneh geus boga kayakinan ka Nu Maha Tunggal. Aos ieu basa dina Pantun Bogor lakon Ronggeng Tujuh Kalasirna</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
"Saha anu engke ngadeg Raja Jaman? Apanan inyana tea Parabu Agung Siliwangi Anu Pamungkas, anu balik deui jadi Raja. Lain pieun ngabales nu anggeus-anggeus, tapi pieun jadi bukti Kawenangan Inyana Anu Nunggal Maha Kawasa."</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Tah di palebah ieu, sarua jeung kayakinan dina Islam, nyaeta parcaya kana Maha Tunggalna Gusti Alloh. Ieu di antawis alesan, kunaon Islam adaptif di nagri Pajajaran/Sunda ti harita tug dugi ka ayeuna.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Rupina tos cekap argumen, yen sadayana (kajian basa, kajian geopolitik, kajian tauhid) eces ebreh netelakeun yen Sunda jeung Islam kompatibel (saling nguatkeun, saling isi, saling nyampurnakeun).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Harita Rasululloh ngaluarkeun dua kawijakan akbar, kahiji mun nyangkut pasualan "keamanan", para sahabat disarankeun hijrah ka nagri Habasyah, sabab saur Rasulullah, "Di ditu aya Raja Nasrani anu adil." Kadua, mun nyangkut pasualan "elmu" Rasululloh miwarang ngarujuk nagri Sunda, "uthlubul 'ilma walau bish-shind" (belajarlah ilmu hingga ke negeri Sunda/Galuh." Mangga nyanggakeun!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
Pun tabe pun,<br />--ki Lutung<br />7 Jan 2018</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-75195631851059144422018-01-17T09:05:00.000+07:002018-01-17T09:05:09.228+07:00Sejarah Kudjang Sunda<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Bagian-Bagian Kujang<br />Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain :</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan)<br />Kujang Pakarang (untuk berperang)<br />Kujang Pangarak (sebagai alat upacara)<br />Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang)<br />Sedangkan berdasarkan bentuk bilah</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan)<br />Kujang Ciung (menyerupai burung ciung)<br />Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango)<br />Kujang Badak (menyerupai badak)<br />Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga)<br />Kujang Bangkong (menyerupai katak)<br />Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Nambihan Saur Sepuh...<br />Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai "Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang". Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Cara-ciri Manusia ada 5</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Welas Asih (Cinta Kasih)<br />Tatakrama (Etika Berprilaku)<br />Undak Usuk (Etika Berbahasa)<br />Budi Daya Budi Basa<br />Wiwaha Yuda Na Raga (Ngaji Badan)<br />Cara-ciri Bangsa ada 5</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Rupa<br />Basa<br />Adat<br />Aksara<br />Kebudayaan<br />Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya. Kujang bisa juga dijadikan sebagai senjata dalam setiap pribadi manusia untuk memerangi prilaku-prilaku diluar kemanusaiaan. Memang sungguh gaib sakti(falsafah) Kujang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kenapa setiap kujang mempunyai jumlah bolong/mata yang berbeda-beda?<br />Umumnya ada yang 3, 5 (kombinasi 2 dn 3), 9. Itu pun mengandung nilai falsafah yang sangat tinggi dengan istilah Madep/Ngiblat ka Ratu Raja 3-2-4-5-Lilima-6. Itu semua kaya akan makna yang dapat membuka mata kita tentang siapa aku? dari mana asalnya aku? untuk apa aku hidup? dan menuju kemana aku?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jenis dan Macam Kujang<br />Tidak hanya seperti yang kita kenal sekarang, berbentuk ramping pipih dengan lubang empat atau lima. Banyak jenis-jenis kujang yang sudah tidak atau susah ditemukan lagi. berikut beberapa jenis kujang yang pernah ada saat jaman padjadjaran masih berdiri:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Nama kujang berdasarkan bentuk dan ukurannya:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kujang Gagab bentuknya lebar dan harus di soren atau di ikatkan dipinggang<br />Kujang Bangking, bentuknya ramping seperti yang kita kenal<br />Kujang Pangarek, karena besarnya bawanyapun harus dipikul<br />Kujang Pamangkas, bentuknya panjang hingga cara bawanyapun harus di tenteng<br />Jenis-jenis Kujang berdasarkan bentuk dan rupanya:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kujang Ciung<br />Kujang Jago<br />Kujang Kuntul<br />Kujang Bangkong<br />Kujang Naga<br />Kujang Badak<br />Kujang Pekarangan, bentuknya agak lurus biasa digunakan untuk alat pertanian<br />Kujang berdasarkan mata atau lubang dan artinya:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Mandala Agung, bermata sembilan biasanya pemegangnya adalah Raja Brahmesta dan Pandita Agung<br />Mandala Sama, bermata delapan<br />Mandala Jati, bermata tujuh biasanya pemegangnya Prabu Anom, Mantri dangka dan Pandita<br />Mandala Suda, bermata enam<br />Mandala Seba, bermata lima biasanya pemegangnya seorang bupati, geurang serat, geurang puun<br />Mandala Rasa biasa disebut wesi kuning, bermata empat pemegangnya para putri menak keraton.<br />Mandala Karma, bermata tiga pemegangnya para puun.<br />Mandala Permana, bermata dua.<br />Mandala Kasungka, bermata satu pemegangnya para guru tangtu agama.<br />Mata Kujang melambangkan mandala atau duniaatau alam yang akan dilaluimanusia, yaitu mandala kasungka, mandala permana, mandala karama, mandala rasa, mandala seba, mandala suda, mandala jati, mandala sama dan mandala agung.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dilihat dari strukturnya Kujang dibagi dua bagian:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jatidiri Kujang<br />Jatinagara Kujang<br />Berdasarkan lubang atau matanya kujangpun dapat diartikan:</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
lubang 1 disebut ngaherang<br />lubang 2 disebut lumenggang<br />lubang 3 disebut gumulung<br />lubang 4 disebut gumelar<br />lubang 5 disebut mangrupa<br />lubang 6 disebut usik<br />lubang 7 disebut malik<br />lubang 8 disebut ngajadi<br />lubang 9 disebut medal<br />lubang 10 atau kembali ke 0 disebut nunggal, suwung<br />Rahayu... Mugia nambih wawasan urang sadayana...</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-25459231348323007942018-01-17T09:01:00.000+07:002018-01-17T09:04:08.555+07:00BANDUNG KOTA PANINEUNGAN (Dok.Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
Kintunan : Aam Muharam</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Harita, taun 1970-an, kaayaan Bandung tacan sarumpek teuing kawas ayeuna. Bemo anu ngagantikeun cator, masih keneh pasuliwer di Alun-alun, mawa penumpang anu ka jurusan Buahbatu. Oge oplet jurusan Cimahi, masih keneh ngaliwatan jalan Cibadak, laju ngulon ti mimiti jalan Kelenteng, brasna ka Cimahi, malahan ka nepi ka Padalarang. Beca masih keneh pasuliwer di jalan-jalan protokol di tengah-tengah kota, sedengkeun angkutan kota anu kawilang popiler harita, nyaeta ‘honda’ anu trayekna nyaeta Kebon Kalapa Dago sarta ka Ledeng, najan ari nu ka Ledeng mah sabenerna lain mobil merek Honda, tapi Colt Mitsubishi anu leuwih gede sarta bisa mawa muatan leuwih loba.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kitu deui kaayaan pasar-pasar, masih keneh loba pasar tradisional anu jadi pangjugjugan kaom ibu anu rek baralanja. Wangunan pasar anu ngabogaan ciri mandiri nyaeta Pasar Andir – samemehna oge Pasar Baru sarta Pasar Kosambi sarua ngabogaan ciri mandiri – anu nepi ka kiwari masih nyampak, sedengkeun Pasar Kosambi mah geus jadi pasar moderen. Komo deui Pasar Baru, geus asa teu merenah lamun rek disebut pasar oge, da wangunanna sorangan kacida agreng sarta arsitekturna moderen tepi ka leuwih payus lamun disebut ‘super (malahan hiper) market.’</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Samemeh taun 70-an, Alun-alun anu ngalaman sababaraha kali ‘dibebenah’, mangrupa tempat anu kawilang representatip pikeun istirahat, ngareureuhkeun kacape lantaran indit-inditan umpamana, sabab di Alun-alun masih keneh nyampak aya tatangkalan anu kawilang garede tur arariuh. Di dinya, disagigireun ngareureuhkeun kacape, oge bisa bari jajan rupa-rupaning kadaharan saperti, soto, lontong, emih kocok jeung sajabana.Kitu deui Mesjid Agung, sanajan kungsi ngalaman ‘ganti rupa’, tapi henteu total teuing robahna teh. Alun-alun malahan kungsi dijadikeun tempat lumangsungna kagiatan Festival Bandung anu diiluan di antarana ku Radio Mara-Mersi 100 (Mara 27 jeung Mersi 73).</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kitu deui di jalan-jalan Dalem Kaum atawa Kepatihan, tacan jlug-jleg wangunan anu jararangkung, paling-paling hiji-dua , saperti di antarana puseur balanja ‘King’ anu ngagunakeun lahan urut kantor pulisi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Tebeh wetan Alun-alun, ngajajar bioskop anu jadi pangjugjugan kaom rumaja utamana mah, anu midangkeun film nurutkeun ‘jalur distribusina’. Bioskop Nusantara lolobana muterkeun film Barat. Kitu deui Bioskop Puspita sakalereunna. Ari Bioskop Aneka leuwih loba muter film Mandarin kayaning silat jeung kung fu, sedengkeun Bioskop Dian anu pernahna di pengkolan jalan Dalem Kaum – Jalan Pasundan, seseringna mah medar film India.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sabada dirombak, Bioskop Puspita ‘dilebur’ jadi hiji jeung Bioskop Nusantara sarta Aneka, ngajanggelek jadi wangunan puseur balanja anu dingaranan “Palaguna-Nusantara”. Waktu masih keneh miboga fungsi minangka bioskop, boh Puspita atawa Nusantara, remen dipake tempat resepsi pipisahan siswa sawatara SMA. Tapi sabada diwangun jadi ‘Palaguna-Nusantara’, film anu diputer bisa dilalajoan kalayan kawates pisan tempatna, henteu cara saperti keur masih keneh bioskop galede. Ari Gedong Miramar anu pernahna di pengkolan Jalan Asia Afrika-Jalan Alun-alun Timur, baretona mangrupa jejeran sawatara ‘kios kumplit’, oge rumah makan padang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jalan anu cukup rame diliwatan mangpirang sarana patalimarga, nyaeta Jalan Asia Afrika, anu tepi ka kiwari masih keneh jadi salah sahiji jalan utama anu kacida pagaliwota. Di ieu jalan, bareto kungsi aya toko galede anu ngaranna cukup kamashur, nyaeta Toko Kota Tujuh anu pernahna di pengkolan Jalan Asia Afrika-Jalan Alketeri, sarta Toko Sinar Matahari (Dezon) tebeh wetanna. Ngan kiwari eta toko anu geus dirombak teh kurang pati rame henteu saperti waktu-waktu ka tukang. Toko Kota Tujuh jadi puseur elektronik sarta Sinar Matahari sakali-kalieun sok dipake kagiatan pameran.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Saguliwek Alun-alun tepi ka Jalan Otto Iskandardinata, bisa jadi pikeun urang Bandung mah mangrupa tempat-tempat anu hamo bisa dipopohokeun, wuri-wuri kaayaan Bandung harita mah tacan sakumaha rupek jiga ayeuna, boh sarana patalimarga boh manusa pangeusina. Anu jadi marga lantaranna nyaeta pedah di saguliwek eta patempatan teh mangrupa tempat anu ‘matuh’ pikeun dijadikeun puseur kagiatan para rumaja anu keur ngalaksanakan ibadan saum dina bulan Ramadhan. Subuh-subuh, bada saur jeung solat subuh, terus jalan-jalan ka Alun-alun. Loba anu terus ka Mesjid Agung pikeun milu kuliah subuh, tapi teu kurang-kurang anu ngan saukur jalan-jalan, meakeun waktu subuh bari nungguan isuk-isuk.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kitu deui sorena. Dina bulan puasa mah puseur kota Bandung teh estu dijadikeun patempatan anu pangtumaninahna pikeun jalan-jalan bari ngabuburit. Dur bedug magrib, Masjid Agung anu harita mah tacan salega ayeuna, jadi tempat pamuruan pikeun ngabatalan, ditema solat jamaah. Atuh jalan-jalan jadi sararepi, tiiseun naker lamun keur waktuna buka puasa mah. Ngan di saban tempat jajan, utamana mah anu ngajarualan anu amis-amis sabangsaning kolek jeung candil, pinuh ku anu ngadon jarajan, ngabatalan bari ngaganjel beuteung anu sapoe jeput teu dieusian naon-naon. Leuwihna, boh nyubuh boh ngabuburit, pada dipikaresep ku kaom rumaja teh pedah dina eta waktu bisa dijadikeun kasempetan pikeun ‘ngeceng’.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
LAMUN pareng salse, jalan-jalan di sapanjang Jalan Braga mangrupa hiji hal anu nyugemakeun hate. Jalanna teu pagaliwota teuing ku kendaraan kawas ayeuna, tepi ka bisa jalan-jalan kalayan rineh.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Toko Sarinah harita mah minangkana toko anu paling gede, sanajan wangunanna henteu tingkat. Kitu deui tebeh kalerna, masih keneh tacan aya bakery-bakery saperti Franch jeung Canary. Nu aya teh, tug tepi ka kiwari, nyaeta Sumber Hidangan sarta Braga Permai anu ceuk sakaol mah baretona jadi pangjugjugan menir-menir jeung nonih-nonih Walanda.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Aya embohna. Harita teh kuring kakara diajar nulis. Resep temen lamun aya tulisan anu dikirimkeun ka redaksi suratkabar, heug dipidangkeun dina eta koran. Kuring oge harita keur meumeujeuhna ngarasa “jadi seniman”. Koran anu sering jadi pangjugjugan harita di antarana Harmoni, Rikat, Berita Tunggal, Gala, sarta Mandala. Sanggeus sawatara waktu , kakara ‘wani’ ngirimkeun tulisan ka Pikiran Rakyat, malahan koran Jakarta oge teu burung dipaju, dikiriman naskah.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ti harita kuring wawuh ka ngaran-ngaran anu kiwari geus jadi inohong dina dunyana, boh minangka sastrawan atawa budayawan; malahan jadi presiden pisan najan presiden penyair oge; Sutardji Calzoum Bachri. Aya sababaraha urang anu bareto kungsi babarengan, tapi kiwari geus taya di kieuna, umpamana Uddin Lubis, oge Hamid Djabbar anu karek bulan kamari ninggalkeun, mulih ka jati mulang ka asal dipundut ku nu kagunganana. Tapi teu kurang-kurang anu tepi ka ayeuna teu kungsi manggihan laratan-laratanana acan, saperti Gumilar Suparya, Djauhari Tamara Dirasutisna (Tamara Kasima), Emanuel Maleala jeung sajabana.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sok sanajan kota Bandung tambah lila tambah heurin ku tangtung, sugan jeung sugan tetep dipikatineung ku barudak entragan sabada kuring sabatur-batur.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Dihenteu-henteu oge, Bandung teh geus mere harti anu jero pikeun kahirupan pangeusina, boh kahirupan sacara lahiriah atawa sacara batiniah, ti jaman aki-nini nepi ka anak-incu, kahayang mah. Cag.***</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ku : Jus Rusamsi</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
BANDUNG<br />
mun kanari kasilir angin janari<br />
mun halimun marendung ngurudung gunung<br />
kuring nangtung di bandung</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
mun lemah parinuh ku nu someah<br />
mun semah baretah sarungkan pindah<br />
kuring nangtung di bandung</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
mun lampu jeung bentang baranang siang<br />
mun mojang maridang sapanjang jalan<br />
di bandung kuring nya nangtung<br />
kageugeut kuring kameumeut kuring</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
tapi kiwari<br />
deudeuh teuing bandung kuring<br />
kadatangan nu baredang<br />
kaimpungan nu umaing<br />
nu ti alas nu ti peuntas</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-22205282592765821262018-01-17T08:58:00.000+07:002018-01-17T08:58:51.828+07:00Jampe-jampe kolot Baheula (Dok.Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Bisi budak hareeng<br />
bismilahirohmanirohim<br />
tiis batan cau kole di ala ku odeng odeng<br />
ceup tiis 3x</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Nyarang Hujan<br />
bismilahirohmanirohim<br />
nini raspati jaya ning angin<br />
embah buyut dalem jaya kusumah,,,,<br />
:: bari nahan nafas, baca 7 x</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe Nguseup:<br />
nini beutekuk hulu<br />
aki betekuk hulu<br />
nu mondok di gowok cadas<br />
sor blenong 3x<br />
kirim aing cacing kuning<br />
tali na rantay emas<br />
jol aing jol sia<br />
ah lauk 3x</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Arateul alatan tangkal anu merang:<br />
bismilahirohmanirohim<br />
Hantu daun baruang tangkal<br />
di ala ku sang kuda putih<br />
hurip<br />
waras !!!</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
PANYINGLAR AMUN AREK SARE:<br />
Dug sira gumulung nyanghulu ka sagara, nunjang ka balangbangan, nyagigir ka lingga manik, nangkarak ngalingga tarang, nangkuban turut bayuan, ulah katindih ku jangji, ulah katinggang subaya, istan palias, istan palias !!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
<br />
SINGLAR ANU JAIL KANIAYA:<br />
Tutup gedong kancing wesi<br />
Dipager ku Sang Rumuhun<br />
Ku Ratu anu ngajajar<br />
Nay Ratu anu ngajejer<br />
Anu ngajajar dina karang<br />
Anu ngajejer dina lawang<br />
Manusa tinggal ngadeg</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe NYERI BEUTEUNG:<br />
Sanjati tali ari2<br />
Peujit pabeulit puseur pacangreud<br />
Dibeungkeut ku tali kincir<br />
Dikeureut ku hinis putih<br />
Tiis dingin tali purna<br />
Hurip waras<br />
Hurip waras<br />
Hurip waras<br />
Waras hurip!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe nu Gering:<br />
Kaula deuk ngabuktikeun nu nulis diri, mukakeun wekasan badan Si…..(sebat ngaran nu gering nyambung ka INDUNG BAPANA)<br />
Asal cai anu putih<br />
Lain cai anu putih<br />
Ngaguruntul geus jadi balung<br />
Ngagerentel geus jadi hate<br />
Ka luhur embun-embunan<br />
Ka handap jadi sari jadi rasa<br />
ADI SARI MANGUN RASA</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ti para wargi Salakanatgara :</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Rahmat Hidayat</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe kanggo nyisiran:<br />
Bismillahirrohmanirrohim,<br />
sisir aing sisir sikat,<br />
sisir sikat nu pamikat,<br />
pamikat pamalik angen,<br />
pangmalikkeun angen na si (sebut jalmi nu dimaksud sareng bin na)'</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe kanggo ngubaran dipacok oray/sato sejen nu aya peurahan:<br />
Si ongklang dtng lanceukna sanghiang widi,<br />
ti gunung ti kahiangan,ulah irak suna gawe,<br />
(tiupken kana cai pek bura ken kana nu dipacokna,ngabura na di tempat nu teu kahalangan tatangkalan/ngan kedah di ijajah hela tiap kaping 14 mulud)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe ngosok waos:<br />
Susur aing susur gintung,<br />
disusut ku batu liwung,<br />
di teuda ku emas perak,<br />
huntu aing geura gumantung,<br />
tungtung na kuwung2 an,<br />
sisina katumbirian,<br />
tengahna karancang emas,<br />
seuk kolenyay seuk kolenyay.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Jampe RAHEUT<br />
Desha Mawardi</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
Daun cabe daun seureuh<br />
Geura hade ulah bareuh...<br />
poh3x</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-36680075338606978822017-11-27T11:04:00.001+07:002017-11-27T11:04:22.878+07:00DESKRIPSI KUJANG<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
by Richadiana Kartakusuma (Admin Salakanagara)</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakatMasyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memilikinilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kudi diambil dari bahasa SundaKuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat,sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindaribahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untukmelindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atautempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur(Hazeu, 1904 : 405-406)</div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagimasyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Karakteristik sebuah kujangmemiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujungkujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah(lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupilogam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unikcenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsurlogam alam.</div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi danbentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : KujangPusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas(sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebutKujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burungciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupaibadak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong(menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentukwayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal daripara dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat JawaBarat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Di masa lalu Kujang tidak dapatdipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatanpertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda NgKaresian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerahdiantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwakujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat inipada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan perkembangan kemajuan,teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral.Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kujang bukan sekadar senjata pusaka. Kujang merupakan simbol ajaran ketuhanan tenang asal usul alam semesta yang dijadikan dasarkonsepsi sistem ketatanegaraan Sunda purba. Bentuknya merupakan manifestasi wujud manusia sebagai ciptaan yang sempurna. Wujud kujang merupakan manifestasi alam semesta.cag</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-72741662320282336542017-11-27T11:00:00.000+07:002017-11-27T11:00:23.598+07:00KARINDING (Dok. Salakanagara)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Karinding adalah waditra karuhun Sunda, terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dibuat menjadi tiga bagian, yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing), bagian untuk digenggam, dan bagian panenggeul (pemukul). Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga mulut, kedalaman resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas. Tiga bagian ini merefleksikan juga nilai ,oral dan ajaran yang terkandung dalam karinding, yaitu yakin, sadar, sabar. Dipegang yang yakin, ditabuh yang sabar, dan jika sudah ada suara harus sadar jika itu bukan suara kita.Secara kebahasaan, karinding berasal dari kata ka dan rinding. Ka berarti sumber dan rinding berarti suara.</div>
<a name='more'></a><br />
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Jenis bahan dan jenis disain karinding menunjukan perbedaan usia, tempat, jenis kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibuat untuk perempuan, sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, agar bisa disimpan di tempat tembakau. Bahan juga menunjukkan tempat pembuatan karinding. Di Priangan Timur, misalnya, karinding menggunakan bahan bambu. Di kawasan lain di Indonesia, karinding disebut juga rinding (Yogyakarta), genggong (Bali), dunga atau karindang (Kalimantan) atau alat sejenis dengan bahan baja bernama jawharp di kawasan Nepal dan Eropa dan chang di Cina dengan bahan kuningan. Selain ditabuh, karinding juga ada yang dimainkan dengan cara dicolek atau disintir.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sepertinya karinding mulai muncul antara zaman pertanian dan zaman perundagian. Alat music ini biasa dimainkan orang-orang sambil menunggui sawah atau ladang di hutan atau di bukit-bukit, saling bersahutan antara bukit yang satu dan bukit lainnya. Alat ini bukan cuma menjadi pengusir sepi tapi juga berfungsi mengusir hama. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian. Catatan tertua tentang karinding ada di naskah Pendakian Sri Ajnyana yang diperkirakan ditulis abad ke-16.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Di kalangan rakyat umum, karinding adalah alat musik pertanian dan alat ritual yang dimainkan dalam berbagai acara. Di kalangan para pemuda Tatar Sunda, karinding populer sebagai alat musik pergaulan. Di Banten, karinding dimainkan sebagai alat musik permainan anak-anak. Jejak karinding yang lebih kentara justru datang dari Tasikmalaya. Kisah Kalamanda dan Sekarwangi yang bersatu berkat karinding dan diyakini sebagai cerita rakyat asal mula karinding dibuat di Cineam, atau kisah si playboy Ki Slenting di Cineam yang berakhir tragis, memperkuat karinding sebagai seni pergaulan. Cineam sebagai salah satu pusat seni karinding diperkuat dengan keberadaan Sekar Komara Sunda pimpinan Bah Oyon Naroharjo dan Bah Karna yang telah mengeksplorasi karinding sejak tahun 1950an.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pusat karinding lainnya tentu saja Parakan Muncang. Di sini, karinding dimainkan dalam hajat-hajat hidup orang banyak, seperti hajat lembur, hajar buruan, hajat ketika gerhana, hajat caang bulan, atau sekedar permainan musik. Sosok sentral karinding Parakan Muncang masa kini tentu saja adalah Bah Olot. Namun, ungkap Bah Olot, karinding sudah ramai di parakan Muncang sejak zaman bapaknya Bah Entang, dan bahkan kakeknya, Bah Maja. Keluarga Bah Olot memang sejak pembukaan Parakan Muncang dikenal sebagai pengrajin alat-alat bambu dan karinding. Agaknya, dari Parakan Muncang, kesenian ini terus berkembang ke Gunung Manglayang dan Ujungberung dengan adanya kesaksian warga Gunung Manglayang yang sudah berusia 80an tahun, yang menyebutkan jika karinding dan celempung di Gunung Manglayang adalah sering dijadikan musik pengiring latihan pencak silat semasa ia kanak-kanak.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tahun 1990an, karinding mulai meruyak ke permukaan. Sejak eksplorasinya oleh musisi-musisi Indonesia karinding terus dimainkan bersama musik-musik yang lebih populer. Nama-nama besar dalam dunia musik seperti Chrisye dan Harry Roesli pernah memasukan suara karinding dalam lagu-lagu yang mereka mainkan. Karinding juga mulai banyak diteliliti oleh para akademisi, termasuk endokumentasian karinding Cineam antara tahun 1999 hingga 2001 oleh Kabumi UPI pimpinan Ginanjar Saribanon, kolaborasi Sekar Komara Sunda dengan Kabumi tahun 2002, hingga penciptaan karinding double neck karya Bah Oyon. Karinding juga mengalami beberapa pengembangan yang signifikan dengan diciptakannya karinding bernada diatonis oleh Asep Nata. Upaya pengenalan karinding kepada khalayak luas juga terus dilakukan oleh Dodong Kodir, Yoyo, dan Opa Felix.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pertengahan 2000an, perkembangan karinding terutama dikawal oleh Abah Olot dari Parakan Muncang. karindng di kawasan ini semakin menemukan bentuknya ketika berdiri kelompok musik Giri Kerenceng tahun 2005 pimpinan Bah Olot. Di beberapa titik di Kota Bandung, seni karinding semakin menghangat saja. Dua di antara titik yang patut ditandai adalah karinding di komunitas Maman Dago dan Komunitas Hong. Pada masa ini, melalui murid Abah Olot, Mang Engkus dan Mang Utun, karinding mulai dikenal dan dimainkan di komunitas musik metal Ujungberung Rebels.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tahun 2008 musik karinding seperti mendapatkan momen kebangkitannya. Disertai dengan bangkitnya kesadaran lokal di hampir seluruh dunia, karinding tampil menjadi nilai kesadaran lokal baru di generasi muda Sunda, terutama di kalangan musisi bawahtanah. Salah satu lokomotif utama kebangkitan karinding tentu saja adalah Karinding Attack, kelompok musik yang digawangi para pionir komunitas metal Ujungberung Rebels. Dengan slogan dan manifestasi Sunda Underground Sunda Kiwari Nyanding Bihari, karinding dikembangkan dengan sangat progresif oleh Karinding Attack dan pada gilirannya menginspirasi kelompok-kelompok lainnya untuk bersama-sama bangkit. Karinding pun menyebar di kawasan Sumedang, Garut, Cicalengka, Rancaekek, Ujungberung, Bandung, Lembang, Ciwidey, Subang, Cimahi, Batujajar, Cililin, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Karawang. Kini dalam berbagai pergelaran music metal di seluruh Indonesia sudah tak asing lagi para pemuda metal di Sumatera, Jawa, Kalimantan, atau Sulawesi yang tampak mengenakan iket Sunda dan membawa-bawa kariniding.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dua komitmen tak kalah penting yang dilakukan Karinding Attack adalah digelarnya program pengajaran karinding Kelas Karinding atau Kekar dan penulisan buku sejarah karinding. Kekar digarap oleh Hendra Attack di Common Room dan Gedung Indonesia Menggugat, dan kini menyebar semakin luas di berbagai seklah dan komunitas karinding. Sementara itu buku sejarah karinding yang diterbitkan berjudul Jurnal Karat Ujungberung Rebels, karya Kimung. Terbit tanggal 20 Oktober 2011, bisa dikatakan buku ini adalah kisah sejarah karinding pertama yang pernah diterbitkan. Jurnal Karat adalah jurnal harian Kimung dan segala yang ia lakukan bersama Karinding Attack dalam rangka membangkitkan kembali seni karinding. Untuk buku sejarah karinding yang lebih umum, Kimung juga sedang menulis buku Sejarah Karinding Priangan yang akan diterbitkan segera.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pembangunan basis perekonomian yang bervisi kesejahteraan para pengrajin bambu juga adalah wacana yang sering digulirkan di Karinding Attack, terutama oleh Okid Gugat. Okid yang mengelola distro Remains Rottrevore serta label musik metal Rottrevore Records ini senantiasa mengungkapkan bahwa maraknya percaloan di kalangan para pengrajin setidaknya adalah hal yang menyebabkan kerajinan bambu di mayoritas kawasan Jawa Barat cenderung mati suri. “Bayangkan, karinding dari pengrajin paling dibeli dengan harga sekitar sepuluh sampai tiga puluh ribu, para calo kemudian menjualnya dari harga lima puluh ribu sampai seratus ribu. Sebetulnya itu sih hak para calo atau distributor mau jual seratus ribu atau bahkan sampai dua juta juga. Masalahnya setelah mereka mendapatkan keuntungan, masihkah mereka ingat pada nasib para pengrajin?” Karenanya yang ia lakukan adalah merancang berbagai upaya kesejahteraan pengrajin sekaligus membangun kebanggaan dalam diri pengrajin dan memutus jalur percaloan dengan menghubungkan para pengrajin langsung dengan dunia luar. Dalam atmosfer kehidupan yang terjamin, ketersediaan karinding atau waditra-waditra lain di pasaran akan senantiasa siap sedia.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Karinding juga menjadi ranah penelitian yang eksotis bagi beberapa kaum muda di ranah komunitas independen Bandung. yang berhasil dicatat oleh Minor Books dan Bandung Oral History, setidaknya sudah ada beberapa anak muda yang secara intens meneliti karinding. Dua di antaranya adalah Dian AQ Maulana seorang mahasiswa sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), juga tergabung dalam kelompok belajar sejarah lisan Bandung Oral History (BOH), yang kini sedang menyusun skripsi bertema karinding di Bandung dan sekitarnya dan Iyang juga dari BOH yang meriset penulisan biografi Abah Olot dan Giri Kerenceng. Karinding juga menjadi sarana eksplorasi kelompok atau komunitas mahasiswa seperti yang dilakukan komunitas film United Record Pictures atau Under berbasis di kampus Universitas Komputer Indonesia (Unikom) yang digawangi Kapten Jeks dan Fajar Alamsyah, juga kelompok mahasiswa jurnalistik Fikom Universitas Padjadjaran dengan radio dan televisi kampusnya. Tanggal 22 Juni 2010, United dengan sutradara Kapeten Jeks merampungkan syuting video klip “Hampura Ma II” Karinding Attack. Ini bisa jadi adalah video klip musik karinding pertama yang pernah dibuat di dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ini tentu adalah modal besar dalam membangun tatanan sosial dan budaya yang lebih sadar akan identitas dirinya sendiri di percaturan budaya global sehingga karakter dan metalitas individu yang terbangun semakin kuat dan membumi demi terbangunan tata sosial yang lebih baik, aktual, inklusif, serta integrative ( dicopas tina <a data-ft="{"tn":"-U"}" data-lynx-mode="origin" href="https://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fkarindingattack.com%2F&h=ATOFnTPwAsIrnJtqyo_MJ2KMX1Lk-YFkf9UXyQLO-9KtzTF72WlYAJLPXegs42Pif_2rXzW1z25ClDcuLGYFb1269w0rJ9xsthtCBZMTppVcZXxkE7qgZnJr2YNeGPvPTxrxuKzce_AgmVM2RXRgUaw19myqn3qnISzSVCZziNmyNrXgiGiK462Y3MUrV0LkqjzWZTihWsDmZcJ5O8TU7PpIX5XSdHd87BrA9GlMc5GW3Dsk0ouchDrl_Sd0UEn-ijlRoi2OYx6qkJ5idQSRtq_2_IbIjIQ" rel="nofollow" style="color: #365899; cursor: pointer; font-family: inherit; text-decoration: none;" target="_blank">karindingattack.com</a>)</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-38982810641751284.post-33417701214101042862013-12-14T10:20:00.002+07:002015-12-16T11:41:54.784+07:00INGGIT GARNASIHI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Oleh : Natasha Bellania Pertiwi(@achabp)<br />
<br />
Jika ditanya siapa perempuan indonesia inspiratif bagi saya, salah satunya adalah Ibu Inggit Garnasih.<br />
sangat mengagumkan bagi saya, dalam banyak hal. Tak hanya inspiratif, sosoknya yang sederhana, penyayang, keibuan dan memiliki pendirian menjadikannya simbol wanita mandiri. Garnasih lahir di Desa Kamasan, Banjaran, Kab.Bandung, 17 Februari 1888,dari pasangan Ardjipan dan Amsi. Nama itu diberikan dengan penuh makna dan harapan, kelak menjadi anak yang hegar, segar, menghidupkan, dan penuh kasih sayang. Menginjak dewasa Garnasih menjadi gadis cantik sehingga ke mana pun ia pergi selalu menjadi perhatian pemuda. Di antara mereka sering melontarkan kata-kata, “Mendapat senyuman dari Garnasih sama dengan mendapat uang seringgit.” (Pada saat itu 1 ringgit sama dengan 2,5 gulden dan nilainya tinggi.) Akhirnya, julukan inilah yang merangkai namanya menjadi Inggit Garnasih. Ya, Inggit adalah istri kedua Soekarno. Bisa dikatakan beliau adalah sosok perempuan dibalik kesuksesan sang proklamator. Perannya sanggat penting, dimana ia membentuk, menampung, dan mengayomi Soekarno muda yang kala itu tengah berapi-api menjadi seorang pemimpin dan pejuang tangguh, dan Inggit pula yang serta merta mengantarkannya ke gerbang kejayaan. “Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” ( Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno) Berikut saya simpulkan beberapa peranan Inggit ketika mendampingi Soekarno saat memasuki dunia politik dan pergerakan Kemerdekaan Indonesia, di antaranya: : *.Inggit merelakan mengakhiri hubungan rumah tangga nya yang terlanjur hampa dengan seorang pedagang kaya dan juga salah satu tokoh Sarekat Islam, Bernama H.Sanusi. *.Setelah terjalin ikatan pernikahan dengan Soekarno, Inggitlah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ia membiayai rumah tangga dan juga uang kuliah, dengan cara meracik jamu, bedak, membuat Rokok Berlabel “Ratna Djuami” , menjahit kutang, dan menjadi agen sabun dan cangkul meskipun kecil-kecilan. Karena saat itu Soekarno masih menjadiStudendi THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Teknik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). *.Membiayai segala bentuk kegiatan politik Soekarno, termasuk menjamu semua tamu Soekarno yang setiap hari datang berkunjung untuk diskusi. *.Pengabdian Inggit sebagai istri tercermin saat ia menghapus keringat saat Soekarno kelelahan, menemani dan menghibur Soekarno yang tengah kesepian. inggit mampu memerankan 3 sosok sekaligus, yaitu sebagai kekasih, kawan dan ibu yang hanya memberi tanpa menuntut balas. *.Ia selalu setia mengantarkan makanan, koran, dan uang ketika Soekarno menjalani hukuman di Penjara Banceuy dan Sukamiskin. Meskipun Jarak jauh harus dilewati dengan berjalan kaki bersama Ratna Djuami (anak angkat Inggit dan Soekarno). *.Inggit juga tabah mendampingi Sukarno hidup di pengasingan, baik selama di Ende maupun Bengkulu. Ia menjadi sumber kekuatan bagi kehidupan Soekarno yang penuh ujian keras. *.Ia berusaha keras untuk yang menyelundupkan buku-buku untuk Soekarno di dalam penjara. Lewat buku-buku itu Soekarno bisa menyusun pledoi master piece berjudul ‘Indonesia Menggugat’. Adilkah Jika Masih saja ada orang yang tak mengenalnya ? Namun takdir berkata lain. Inggit tak bisa selamanya mendampingi Soekarno. Di tahun 1943 itu, saat Sukarno hampir mencapai puncak kejayaannya. Ia berusia 40 tahun sedang Inggit 53 tahun, terguncang oleh keinginan Soekarno yang beralibi menginginkan keturunan langsung darinya. Inggit memang wanita mandul, ia hanya mampu merawat dan mendidik kedua anak angkatnya, Ratna Djuami dan Kartika, bukan dari rahimnya sendiri. Sampai suatu saat, terucaplah keinginan Soekarno untuk memperistri sesosok wanita muda bernama Fatimah yang kemudian dikenal Fatmawati. Fatmawati sudah dinggap sebagai anak sendiri ketika mereka berada di pengasingan di Bengkulu. Dengan tegas Inggit mengucapkan, “Itu mah pamali, ari di candung mah cadu”(itu pantang, kalau dimadu pantang).Setelah melewati berbagai pembicaraan dan pertengkaran, sampailah inggit pada keputusannya, ia enggan dimadu dan memilih untuk bercerai dari seorang Soekarno dan dipulangkan kembali ke Bandung. Itulah Inggit. Dia berbeda dia mampu menentukan keputusan dan memiliki pendirian. Kesedihan dan kesengsaraan yang di arungi bersama selama hampir 20 tahun tidak dirasakan buahnya saat Sukarno mencapai gemilang. Ia telah menuntun Soekarno menuju gerbang. Sampai disitulah tugasnya, kemudian ia memilih membalikan badan menerima kenyataan tak ada lagi Soekarno sebagai pendampingnya, dan mencoba melanjutkan hidup dengan menjual bedak dan meramu jamu. Soekarno pun akhirnya menikahi Fatmawati, yang setelah mencapai kemeredekaan pada tahun 1945 menjadiFirst Lady. Namun sampai akhir hayat pun bisa dipastikan inggit masih menyimpan cintanya yang begitu besar terhadap Soekarno, termasuk melayat saat Soekarno meninggal dunia. Ia sungguh perempuan berhati tulus, memberi tanpa meminta dan memberi tanpa pamrih.<br />
<br />
<a href="https://www.facebook.com/photo.php?fbid=436695626432494&set=gm.10151865006843723&type=1&relevant_count=1&ref=nf"><img src="https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn2/q71/s480x480/1480711_436695626432494_603843106_n.jpg" /></a></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/10277361579031196175noreply@blogger.com1